Chapter 2 - Bab 2

Selama perjalanan ke rumah Ino, Sasuke dan Sakura hanya diam dalam pikiran mereka masing-masing. Hingga tak terasa mobil yang mereka tumpangi sampai pada sebuah rumah mewah.

Sasuke dan Sakura turun dari mobil, setelah memarkirkan mobilnya di halaman rumah keluarga Ino yang luas.

Sakura menelusuri setiap inci dari rumah kediaman keluarga Yamanaka. Ia berdecak kagum karena melihat megahnya rumah sahabatnya. Tidak heran keluarga Yamanaka begitu kaya mengingat ayah Ino pemilik dari salah satu perusahaan ternama di Jepang.

Terkadang, Sakura merasa sedikit iri karena semua sahabatnya bisa mendapatkan apapun yang mereka mau. Zaman sekarang, semuanya jika dengan uang pasti akan dengan mudah mendapatkan segalanya. Apapun yang kita mau.

Akan tetapi itu pemikiran Sakura dulu setelah ia menjadi lebih bisa bersyukur atas segala sesuatu yang Tuhan berikan padanya saat ini.

Asal ayah dan ibunya selalu harmonis dan saling melengkapi, Sakura akan selalu bahagia.

Karena, kebahagiaan tidak diukur dengan harta.

"Sakuraaaa...!"

Sakura menghela napas panjang sebelum menatap pada Ino yang berjalan setengah berlari padanya. Ia mengusap telinganya yang berdengung, "Ino, jangan meneriaki ku. Aku tidak tuli!"

Ino sangat cantik hari ini. Wanita itu mengenakan gaun pendek berwarna biru, warna favorit Ino, dengan corak bunga-bunga. Rambutnya selalu tak pernah absen yang mana wanita itu selalu menguncir tinggi-tinggi rambut pirangnya. Wajahnya yang cantik selalu di poles dengan riasan heboh. Tak jarang jika kekasih Ino selalu memberitahu jika make up dengan cara berlebihan itu tidak baik.

Dan sebagai penganut tanpa make up Sakura selalu membenarkan.

Ino bersidekap dada dan merengut kesal menatap sahabat bersurai merah mudanya, "Habisnya, kau kutelepon tidak diangkat. Aku SMS tidak kau balas. Aku WhatsApp tidak kau buka. Aku Line tidak ka--"

"Stop! Lebih baik kita masuk."

Sakura membungkam mulut Ino dengan menyeret tangan Ino masuk ke dalam rumah.

Sakura tidak ingin memperpanjang masalah dengan berkata jujur jika ia mengubah mode ponselnya dari 'getar' ke 'diam' karena Ino yang terus menerus mengganggu Sakura dengan pesan yang tidak berfaedah baginya.

"Hei! Ini, 'kan rumahku. Kenapa kau yang bertindak layaknya tuan rumah?"

Sasuke yang dari awal melihat pertikaian antara Sakura dan Ino yang sedang berdebat, atau mungkin hanya wanita pirang itu saja, hanya karena masalah kecil, terkekeh di belakang mereka.

Ino yang mendengar ada geraman aneh dari belakangnya, sontak berhenti membuat Sakura ikut berhenti. Lalu menoleh dan menatap Sasuke dengan wajah penasarannya. "Kau barusan mendengar suara tidak?"

Sasuke menggeleng samar dengan lirikan tajam.

Ino menatap Sasuke dengan kerutan di dahi, "Kau yakin? Arahnya dari belakang."

Sasuke mengendikkan bahu acuh.

Saat menyadari sesuatu, Ino menunjuk wajah Sasuke, "Atau jangan-jangan, itu suaramu? Iya, kan?"

Sakura menggeleng melihat tingkah Ino yang berlebihan. Selalu membuat hal sepele menjadi besar. Contohnya seperti saat ini.

"Tidak," Sasuke menampik telunjuk Ino kasar, "Dan jangan pernah menunjuk wajahku dengan kuku nenek sihirmu."

Sasuke berjalan melewati Ino dengan wajah datar dan angkuh. Membuat Ino semakin merengut marah dan Sakura yang mengerutkan keningnya heran.

"Memangnya kenapa? Seperti kau tidak pernah mendengar dia tertawa saja." sahut Sakura. Alih-alih tidak membenarkan ucapan Ino.

"Jangankan tertawa. Tersenyum saja susahnya minta ampun. Mungkin dia itu tersenyum bisa dihitung dengan jari."

Sakura setengah tidak percaya dengan ucapan Ino. Padahal di rumahnya tadi Sasuke selalu tersenyum dan terkesan lebih humoris dari versi wajah lelaki itu yang terlihat dingin dan cuek. Bahkan sejak pertama pertemuan mereka. Tak jarang juga Sasuke melontarkan candaan kecil di dalam mobil tadi. Walau mendadak menjadi senyap setelah ucapan Sasuke yang aneh.

Dan sekarang, Sakura mendengar perkataan Ino yang sebenarnya tidak bisa ia percaya sama sekali.

"Oh, ya? Kau terlalu berlebihan."

"Memang benar, Sakura...!" sungut Ino.

Sakura tak mendengarkan. Ia kembali menarik tangan Ino memasuki rumah dan hilang dibalik ruang tamu.

🍅🍒

Sai, Naruto, Hinata, Neji dan Tenten kini berada di ruang tengah keluarga Yamanaka. Mereka sedang asik dengan kegiatan mereka masing-masing. Para pria sedang asik main video game dan kedua gadis tersebut sedang asik mengobrol.

"Kami datang...!!!" teriak Ino, heboh.

Tangan Ino terbuka lebar dengan sebelah tangannya masih merangkul pundak Sakura.

Sedangkan Sasuke berjalan dengan kedua tangannya menggantung di dalam saku celana, menuju ke arah tiga lelaki lainnya yang sedang asik main game. Duduk dengan memainkan ponsel di sofa depan TV lebar mereka bermain game.

"Waah... Sakura kau datang. Kami menunggumu lama sekali di sini." bohong Hinata.

Gadis Hyuga itu tahu jika mereka hanya menunggu kurang lebih satu jam di rumah Ino. Hanya bersantai ria. Merepotkan pelayan rumah Ino dengan berbagai macam keinginan mereka. Dan tanpa sadar sudah menghabiskan banyak cemilan yang tersedia di meja ruang tengah Ino.

Tipe-tipe tamu yang tidak tahu malu.

"Iya. Berkat usul kekasihku akhirnya kau bisa sampai ke sini." sahut Tenten dengan memakan remah-remah keripik kentang yang masih tersisa dari dalam toples kaca yang ada di atas meja. Dia memakannya berdua dengan Hinata.

Astaga.

"Iya. Kalau bukan aku yang menyuruh Sasuke untuk menjemput Sakura. Mungkin gadis itu masih berada di dunia fantasinya." timpal Ino dengan melihat hasil nail art-nya yang baru saja dia buat.

Sakura hanya merotasi bola mata mendengar ceramah un-faedah para sahabatnya. Ia mendudukkan tubuhnya di samping Hinata. Begitu pun dengan Ino yang duduk di single sofa sampingnya.

"Mana seseorang yang ingin kau kenalkan pada kami?"

"Bukankah kau sudah bertemu dengan orang itu." ujar Sai.

Sakura mengambil kue kering yang baru saja di angkat dari panggangan oleh salah satu pelayan. Terlihat jelas samar-samar kepulan asap dari atas kue itu. Kue itu taruh di atas piring lebar yang diletakkan di atas meja. Sakura menggigitnya dengan sedikit demi sedikit.

"Kau bahkan sudah bersamanya sejak tadi, Sakura." sahut Tenten.

Sakura menaikkan sebelah alisnya, "Siapa?"

Ino menghela napas panjang, "Nah... Pria raven itu yang ingin aku kenalkan pada kalian. Tapi sayangnya, ini tidak bisa menjadi kejutan karena aku gagal mengaturnya." Ino tertawa terbahak-bahak.

Sedangkan yang lainnya hanya diam dengan wajah horor melihat Ino tertawa.

Sepi.

Sunyi.

Sedangkan Sakura menatap Ino lama. Ia masih bingung dengan ucapan wanita itu.

Ino menghela napas berat, "Sasuke itu," ia menunjuk lelaki itu dengan dagunya, "Dia yang ingin aku kenalkan."

Sakura membentuk bibirnya dengan huruf O dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun detik berikutnya, Sakura tersedak kuenya saat ia baru bisa mencerna arti ucapan Ino.

Sakura terbatuk dan Ino segera memberi gadis itu air sirup dingin yang pelayan rumahnya buatkan, "Astaga! Jadi dia orang yang ingin kau kenalkan pada kami?!"

Ino mengangguk, "Tapi yang lain sudah tahu karena mereka kesini lebih dulu. Habiskan minumannya."

Sakura menghabiskan air sirup yang ada di gelas itu dalam beberapa kali tegukan.

Sasuke yang melihat raut wajah terkejut Sakura mengulum senyum gelinya. Entah kenapa hari ini ia lebih banyak tersenyum dan tertawa dari hari-hari biasanya. Padahal, ia jarang atau bahkan susah sekali hanya untuk tersenyum. Tapi ini... Dirinya sampai berpikiran bahwa ia gila karena diam-diam suka tertawa melihat tingkah gadis merah muda yang baru beberapa jam ia temui. Lagi.

Sasuke begitu menyukai gadis itu. Dari dulu. Hingga detik ini. Ia ingin sekali berteriak bahwa mereka--

"Sasuke sayang...?!"

Mereka semua menoleh bersamaan ke arah wanita bersurai cokelat yang berdiri di ujung tangga melingkar rumah dengan senyum lebar hingga membuat Sasuke mendengus dingin.