Hari telah pagi tak terasa Velda menginap di rumah Nando semalaman. Pikiran dan rasa gusar nya menghilang. Sekarang dia bangun tepat jam di tentukan nya pukul tujuh pagi.
Semalaman dia tiba-tiba tertidur sangat pulas karena secapean dan seharian keluar jalan-jalan bersama sahabat baiknya belum lagi bertemu dengan teman seangkatan sekolah dulu. Ponsel miliknya ketika di buka saat di isikan baterai karena lowbet semalam.
Ketika ponsel dinyalakan dia mengernyit kedua alisnya 6 panggilan tidak terjawab dari Mama simpati. Dan 3 panggilan tidak terjawab dari Arka.
Tak hanya itu saja, 6 whatsapp pesan masuk di ponselnya. Semua itu dari Arka dan berisi dengan kata-kata yang masih sama saat pertemuan terakhir perjodohan di restoran.
Velda mengabaikan pesanan dari Arka, kalau bisa pun dia menghapus pesan dari whatsapp-nya. Tidak berapa lama kemudian Nando keluar dari kamarnya sambil menguap lebar-lebar sehingga mengeluarkan air mata. Rambutnya sangat berantakan dan pakaiannya benar-benar sangat kusut banget.
"Elo sudah bangun?" Suara merdu dari seberang memperhatikan sosok lelaki yang menggosok perutnya di balik baju longgar itu.
Dia menoreh dan mengangguk seperti anak kecil baru saja habis bermain di alam mimpi tersebut. Velda tidak terlalu canggung berada di rumah sahabatnya, hal itu sudah biasa baginya. Sosok lelaki yang dia anggap playboy cap gayung super itu masih sama ketika dia mengenal pertama kali di terima oleh Andra.
"Mama lo lagi ke pasar, tadi gua mau ikut katanya suruh jaga rumah takut elo ke carian. Biasanya mama lo kepasar pagi kali, ya?" Velda bertanya memasukan kedua tangan kedalam celana birunya.
"Iya, dia memang selalu begitu, padahal gua sudah pernah melarangnya. Dia tetap saja mengeyel, elo sudah sarapan? Mau makan apa?" jawab Nando dan dia membuka kulkas memeriksa isian nya apa yang bisa di masak untuk isi perut mereka berdua.
"Hem, begitu. Kenapa nggak cari pembantu di rumah. Jadi nggak perlu capek-capek kepasar sendirian?" Velda kembali bertanya dan dia sudah duduk manis di depan meja makan memperhatikan lelaki itu mengeluarkan beberapa makanan semalam itu.
"Gua sudah pernah cari, tapi, mama nggak mau. Katanya " Untuk apa cari pembantu, mama masih bisa melakukan seorang diri. Mama bukan anak kecil hanya untuk duduk diam, bermanis-manis sambil nonton televisi." Taulah sikap orang tua sudah katakan seperti apa yang bisa kita bantah. Kadang gua minta tolong sama adik sepupu datang cuma temani mama kalau gua benar-benar sibuk banget di luar," ucap Nando panjang lebar dan dia pun meletakkan makanan yang sudah dia panasin itu.
Velda pun mencomot makanan di atas meja tepat di depannya, dan Nando menarik kursi kosong berhadapan dengan Velda yang sedang mengunyah makanan itu.
"Benar sih, tapi kalau gua lihat elo beruntung. Mama lo nggak pernah melarang diri lo, sedangkan gua? Hhh ... Sampai sekarang gua bingung untuk melanjutkan hubungan dari perjodohan orang tua gua," ucap Velda lesu dan merenung dengan nasibnya.
Nando mengerti keadaan sahabat di depannya, "gua juga nggak mau lo itu sama pria yang lo sebut - sebut pria menyebalkan. Andai saja gua tau lo di jodohkan sama dia. Mungkin gua juga tidak akan menerima cinta yang tak sampai." batin Nando dalam hati dan menatap nanar sosok wanita manis sedang menikmati makanan semalam beli di pinggir jalan.
"Mereka lakukan itu untuk kebaikan mu juga, jangan pernah salahkan mereka. Kadang hidup seseorang tidak bisa menafsirkan keadaan. Mungkin mereka merencanakan untuk tujuan hidupmu lebih cemerlang dan lebih bersinar. Semua tergantung padamu," kata Nando pelan dan lurus ucapannya.
Padahal di dalam dirinya merasa sakit luar biasa. Dia bukan lelaki yang gentlemen malahan dia juga memiliki jiwa yang lemah. Merela dan menerima semua rasa dia dapatkan. Dia hanya mengharapkan Velda bisa memilih yang orang tepat untuk dirinya sendiri.
Untuk saat ini Nando masih sabar menanti, apabila perasaannya tidak bisa menerima kepergian sahabat cantik ini. Mungkin dia yang akan mengakhiri hubungan dengan pria seperti Arka. Dia akan memperjuangkan cintanya dan memberi jauh lebih baik dari pria di jodohkan oleh orang tuanya.
"Entahlah,gua bingung dan pusing memikirkan hubungan dewasa. Kalau bisa pun gua kagak mau memilih siapa pun. Gua belum siap untuk berhubungan serius, apalagi dia masih berhubungan dengan kekasihnya. Bagaimana denganku? Merusak hubungan mereka, gua kagak mau. Gua kagak mau di anggap orang ketiga mencoba menghancurkan cinta mereka. Itu sangat menyakitkan bagiku," kata Velda menyandarkan punggungnya setelah menghabiskan sarapan ada di depannya.
"Ya sudah, lo sama gua saja. Jalani hubungan serius. Gua siap kok jadi pelarian lo, kalau lo mau. Nanti malam lo kagak sibuk, kan? Gua mau ajak lo ke suatu tempat. Mau nggak?" ajak Nando yang tadi suasana tegang kembali suasana cerah.
Velda melebarkan kedua matanya tidak menyangka saja kalau sahabat baiknya bisa mengucapkan bercanda.
"Sembarang saja, memang lo yakin? Nanti elo sakit hati ... Gua kagak mau--"
"Serius, gua siap jadi tempat pelarian lo. Sampai kapan pun lo tolak perasaan gua. Gua selalu ada untuk elo, gua sudah katakan sekian kali. Pintu hati gua terbuka lebar-lebar untuk lo. Kapan pun entah di mana pun elo membutuhkan segala unek-unek lo. Gua siap menerima. Gua nggak pernah bohong dengan perasaan gua ke elo. Karena gua suka sama elo, bukan sebagai sahabat. Gua benar-benar suka sama lo," ungkap Nando serius kini suasana yang cerah kembali menjadi suasana sunyi.
Velda terdiam dan dia menatap dua bola mata lelaki di depannya. Warna bola mata yang indah cokelat hitam, keserius di mata Nando sangat di pecahkan oleh Velda. Velda masih risau dengan semua pengakuan lelaki ini. Dia bukan tidak ingin menerima dia hanya mencoba melakukan sebagai teman, teman berbagi cerita.