Di dalam kamar hotelnya Aaron terlihat sibuk menatap layar laptop miliknya, sudah lebih dari dua jam ia terlibat percakapan cukup serius dengan seorang detektif swasta yang ada di kota Newcastle upon Tyne. Aaron sudah sangat terobsesi dengan gadis yang kembali ia temui tadi siang, ia belum pernah seperti ini sebelumnya. Apalagi pada gadis asing, padahal gadis itu tidak terlalu cantik dan modis seperti wanita-wanitanya yang ada di London.
"Beri aku waktu sampai besok pagi untuk mencari tau gadis ini," ucap seorang detektif bayaran di ujung telepon.
"Baik aku tunggu kabar baikmu, oh ya apa fotonya cukup jelas?" tanya Aaron penasaran, pasalnya foto yang ia berikan pada detektif swasta itu ia ambil dari tangkapan kamera yang ada di mobilnya.
"Ini sudah lebih dari cukup tuan, anda tenang saja. Ini bukan hal sulit bagi saya, lebih baik anda siapkan uangnya besok pagi identitas gadis ini sudah bisa anda ketahui,"jawab sang detektif sesumbar.
"Bagus kalau begitu, jangan kecewakan aku dan untuk uang kau tak perlu takut. Begitu aku tau siapa gadis itu maka uang itu akan masuk ke dalam rekeningmu," ucap Aaron pelan.
Tak lama kemudian Aaron pun merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar hotelnya, sebuah senyum tersungging di wajahnya ketika mendengar perkataan terakhir sang detektif yang menjanjikan dirinya tentang data diri gadis yang ia cari itu.
"Apa yang membuatku sangat tertarik ingin mengetahui namamu, sebenarnya apa yang kau miliki sehingga membuatku ingin dekat denganmu," ucap Aaron dalam hati sambil menatap foto Anne yang terlihat tidak jelas, Aaron meraba-raba foto Anne sampai akhirnya ia tertidur pulas karena sudah terlalu lelah.
Pasca bertemu dengan Anne dijalan dan kehilangan jejaknya, Aaron berputar-putar hampir di seluruh kota mencari Anne. Namun usahanya sia-sia karena ia tak menemukan apa yang ia cari, sampai akhirnya ia memutuskan untuk menggunakan jasa detektif. Mencari seorang gadis yang identitasnya tak ia ketahui di kota orang lain benar-benar membuatnya kewalahan, rencananya tinggal di Newcastle Upon Tyne selama dua hari pun terpaksa ia perpanjang. Semua urusan kantor di London sudah ia percayakan kepada Daniel yang sudah kembali terlebih dahulu ke London, ia masih sangat penasaran dengan Anne sehingga memutuskan untuk tinggal lebih lama di Newcastle Upon Tyne.
Matahari pagi bersinar cukup terang memasuki kamar Anne yang tidak tertutup sempurna, ia berulang kali merubah posisi tidurnya untuk menghindari sinar yang menyilaukan matanya itu. Namun usahanya sia-sia karena sinar matahari itu tetap kokoh masuk menyeruak melalui gorden yang tidak tertutup sempurna, sehingga menerpa wajahnya yang sangat kelelahan pasca semalam bergadang mengeksekusi resep cookies yang ia dapat di internet.
Dengan malas Anne bangun dari tempat tidurnya lalu berjalan menuju kamar mandi, waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Ia harus segera mandi untuk berangkat ke coffee shop, walau ia adalah pemilik tempat itu ia harus tetap datang tepat waktu.
"Jangan malas Anne, bukankah kau ingin menjadi orang kaya. Kalau kau menjadi ingin jadi orang kaya, kau harus rajin bekerja!!!" ucap Anne pada dirinya sendiri depan kaca.
Setelah mengoleskan lip gloss warna pink ke bibirnya Anne kemudian meraih tas yang tergantung di dekat meja belajarnya, ia lalu meminum segelas susu almond yang sudah ia siapkan sebelumnya di atas meja sebagai sumber energi paginya sebelum menjalani semua aktivitas hari ini seperti yang sudah-sudah.
Pertengkarannya dengan Jack kemarin sudah tak ia ingat lagi, bukan sekali atau dua kali ia bertengkar dengan Jack. Sudah tak terhitung lagi berapa kali ia bertengkar dengan baristanya itu, semua perkataan Jack tak pernah Anne anggap serius. Hanya saja kadang-kadang apa yang dikatakan oleh Jack menyakitkan hatinya, pria itu tak pernah memikirkan dulu perkataannya sebelum berucap. Dan Anne sudah kebal akan semua kata-kata kasar Jack, karena sesungguhnya apa yang dikatakan Jack justru bagus untuk dirinya melupakan apa yang sudah ia alami dulu sewaktu masih menjadi istri Leon.
Kadang-kadang Anne berpikir kalau Jack itu bukanlah manusia, karena sikapnya yang dingin dan cenderung tak punya hati itu membuat siapa pun enggan berdekatan dengan dirinya. Hanya beberapa gadis saja yang menjadi fans berat Jack bertahun-tahun inilah yang berusaha mati-matian untuk mendekatinya, namun seperti yang sudah-sudah Jack selalu bersikap dingin kepada para wanita itu.
Sesampainya di coffe shop Anne heran karena tak melihat Jack, biasanya pria itu sudah datang terlebih dahulu namun hari ini ia tak terlihat padahal sudah hampir setengah sepuluh pagi yang artinya ia hanya punya waktu tiga puluh menit untuk menyiapkan semuanya. Untung saja tadi malam ia sudah membuat banyak cookies sehingga pagi ini tak perlu membuat cookies.
"Jack angkat telponku Jack, ini toko sudah mau buka Jack," ucap Anne berkali-kali sambil menghubungi Jack melalui ponselnya, namun tak juga diangkat oleh Jack.
"Ya Tuhan Jack please...aku tak mungkin kan melayani para pelanggan sendiri," isak Anne panik, ia memang bisa membuat kopi tapi hal itu pasti akan merepotkan mengingat ia juga harus membuat cookies.
Saat Anne sedang bingung tiba-tiba seseorang dari belakang menepuk pundak Anne yang sontak membuat Anne kaget dan hampir menjatuhkan ponselnya.
"Anda kenapa nona, kelihatannya sedang ada masalah serius. Ada yang bisa saya bantu?" tanya pria tampan itu menawarkan bantuan.
"Kau bisa meracik kopi?" tanya Anne dengan suara bergetar menahan tangis.
"Sedikit dan…"
"Bagus, ayo ikut aku ke dalam," ucap Anne dengan keras sambil meraih tangan pria asing yang baru ia temui itu tanpa sungkan.
Bersambung