"Sudah puas?" Akhirnya aku selesai menceritakan kisah hidupku yang panjang dan lebar pada istriku. Inilah alasan kenapa aku malas sekali menceritakannya, karena butuh waktu yang sangat lama. Padahal, kalau aku skip sesi telling story itu, mungkin aku bisa menggantinya dengan sebuah sesi percintaan panas antara aku dan istriku. Ah, membuang waktu sekali.
"Apakah saya harus terharu?" tanyanya polos. Memandangku dengan mata bulatnya yang sangat menggemaskan.
"You should! Tapi tak apa, itu masa lalu. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah menata dan merencanakan masa depan kita." Aku menyeringai menatapnya. "Dengan berusaha membuat anak, mungkin?" lanjutku.
"Mas ih!" seperti biasanya, tangannya itu segera mencubit pinggangku. "Tadi siang sampai sorekan sudah. Masa mau lagi?"
"Kan sekarang lelahnya sudah hilang, lagi ya? Seminggu loh, kita tidak bertemu. Bahkan aku sudah berpuasa dua minggu."