Chereads / Aku dan Suamiku / Chapter 23 - Part 14.1 Dia dan Wanita Itu

Chapter 23 - Part 14.1 Dia dan Wanita Itu

"Cepatlah, kita sudah terlambat."

 

"Terlambat untuk apa?" tanyaku malas. Dari tadi, dia sudah membuatku kalang kabut. Menyuruhku, ini dan itu. Hidupku berantakan hari ini gara-gara dia.

 

"Untuk makan malam."

 

"Memangnya siapa yang menunggu kita? Tidak ada kan? Restoran baru akan tutup jam sembilan malam."

 

"Jangan membantah, Hannah! Lagi pula, apa yang kau lakukan sehingga membuatmu lama? Aku kan sudah bilang, pukul 18.30 kita berangkat. Dan kau baru mandi? Mana janjimu tadi pagi? Apa kau ingin aku memaksamu?"

 

—dan bla bla bla bla bla bla... Panjang lagi. Aku tahu, sekarang. Selain labil, tidak sabaran, licik, suamiku ini juga suka sekali mengomel.

 

"Iya, iya. Lima menit lagi. Saya hanya perlu memasuk-kan baju ganti."

 

"Baju ganti apa?"

 

"Katanya menginap? Saya perlu baju ganti untuk tidur, dan kuliah besok pagi. Oh iya, besok pagi saya ada kuliah jam delapan tepat. Tidak boleh telat, apalagi bolos!" kataku mengingatkannya dengan jengkel.

 

Aku tidak mau bolos lagi dengan alasan yang tidak jelas. Hah! Melayani suami? Menggelikan sekali. Padahal dia tukang selingkuh! Oh, satu lagi. Seharian ini aku belum mendapatkan penjelasan apapun darinya. Aku masih marah ya! Jangan dikira aku melupakannya begitu saja. Awas saja kalau malam tidak ada penjelasan. Aku akan mengunci diri di kamar mandi. Atau aku langsung pulang saja!

 

"Aah, kurasa kau tidak memerlukan pakaian untuk nanti malam. Percuma saja membawa baju ganti untuk ti-dur, mubadzir, tidak akan terpakai. Kalau untuk besok, terserah kau saja. Tapi aku tidak bisa menjamin, kalau kaki-mu masih bisa digunakan untuk berjalan."

 

"Apa maksudnya?" tanyaku pura pura tidak tahu. Dasar otak mesum! Jangan harap ya aku mau memenuhi keingi-nanmu. Suami tukang selingkuh!

 

"Well, baju-baju minimmu itu boleh juga. Bawa saja semuanya, aku ingin melihat kau memakainya. Seperti tadi malam?" ekspresi wajahnya membuatku ingin melemparkan tasku pada wajahnya. Alis tebalnya yang dinaik turunkan, benar - benar menyabalkan. Dan aku yakin, wajahku telah memerah saat ini. Mengingat betapa bodohnya aku pagi ini.

 

"Ayo. Saya sudah siap!" ajakku mengabaikan godaanya.

 

Kami langsung berangkat menuju hotel yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah. Hotel berbeda dengan hotel yang kami gunakan beberapa Minggu lalu. Ah, pemborosan sekali ini namanya. Mentang-mentang kaya!

 

Dia langsung membawaku menuju restoran hotel. Menuju meja yang telah dipesannya. Dan, aku dikejutkan lagi saat meja yang dipesannya sudah ditempati oleh dua manusia. Seorang perempuan yang sangat cantik dengan rambut lurus sebahunya, dan gadis kecil yang tak kalah cantik di sebelahnya.

 

"Paman!" sapa gadis cilik itu. Dia melompat dari kursinya, berlari dan menubrukkan dirinya pada orang di sebelahku.

 

"Halo, Salsa cantik! Sudah lama menunggu ya?" Orang di sebalehku ini langsung membawa gadis bernama Salsa itu dalam gendongannya.

 

"Kiss paman! Kiss!" kata gadis cilik itu, dengan mata yang berbinar-binar. Lalu, bibir mungilnya mengecup pipi Elang, kiri kanan. Dibalas Elang dengan mengecup bibir mungilnya.

 

Apa jangan-jangan, ini anak selingkuhannya itu? Jadi dia mengajakku makan malam dengan selingkuhannya? Satu hal yang membuatku sedikit lega, setidaknya anak ini bukan anaknya. Walaupun kenyataan dia berselingkuh belum meredakan amarahku.

 

"Siapa dia, Paman?" tanya gadis itu, setelah puas men-ciumi Elang tukang selingkuh.

 

"Ini istrinya Paman. Salsa mau kenalan?" gadis itu mengangguk malu-malu. Tangannya dengan erat menga-lung di leher Elang. Matanya sebentar melihatku, saat aku membalasnya, wajahnya langsung dia sembunyikan di leher Elang tukang selingkuh.

 

"Hannah, kamu gendong Salsa. Ajak dia kenalan!" perintah Elang, dan langsung menyerahkan Salsa begitu saja.

 

Setelah itu, dia duduk di depan perempuan cantik itu. Terlihat beramah tamah dan berhaha hihi bersama.

 

Sialan! Dipikirnya aku baby sitter apa?!

 

"Tante namanya siapa? Hannah ya?" tanya Salsa membuat perhatianku teralih. Gadis kecil ini begitu cantik dan menggemaskan. Sedikit banyak membuat amarahku surut. Tentu saja, gadis ini tidak punya salah apapun. Dan aku tidak bisa melampiaskan kemarahanku padanya.

 

"Iya." jawabku tersenyum. "Kamu Salsa ya? Salsa umur-nya berapa, Sayang?"

 

"Salsa umur tiga. Sebentar lagi Salsa mau sekolah TK."

 

"Oh ya? Bagus dong. Sekarang Salsa sekolah?"

 

"Iya. Paud."

 

"Pintar tidak di sekolah."

 

"Pintar. Ibu gulu Salsa cantik-cantik seperti Mama dan Tante."

 

"Itu Mama Salsa?" tanyaku penasaran. Dan darahku kembali mendidih saat mereka mengobrol ria. Mengabaikanku dengan gadis cilik ini.

 

"Iya. Mama Salsa cantik kan? Kalau Salsa sudah besar, Salsa mau cantik sepelti Mama."

 

"Salsa, kita duduk ya... Tante capek gendong Salsa. Salsa kan sudah besar, jadi harus duduk sendiri." bujukku. Aku sudah gatal ingin melabrak mereka berdua.

 

"Tapi Paman suka gendong Salsa." katanya dengan bibir mungilnya yang mulai mengerucut. Lucu sekali anak ini.

 

"Paman suka gendong Salsa?"

 

"Iya. Paman selalu jemput Salsa. Telus, gendong Salsa ke taman belmain. Tapi hali ini Paman tidak ajak main Salsa. Salsa sedih." Gadis dalam gendenganku ini menunjukkan raut sedihnya. Sepertinya gadis ini sangat menyayangi Elang tukang selingkuh itu. Aku sedih sekaligus mendidih mendengarnya. Jadi dia setiap hari bersama mereka? Mengabaikanku sendirian di rumah?

 

"Setiap hari?" tanyaku memastikan.

 

"Iya."

 

"Salsa tidak dijemput Mama?"

 

"Dijemput. Sama Paman juga."

 

Dasar tukang selingkuh!!

 

"Papa Salsa di mana?"

 

"Kata Mama, Papa Salsa pelgi ke sulga. Salsa sedih. Papa tidak pelnah pulang. Papa tidak sayang sama Salsa. Paman yang sayang sama Salsa."

 

Mendengar itu, aku teringat diriku sendiri. Anak sekecil ini, sudah ditinggal Ayahnya. Aku yang waktu itu sudah besar saja, sedihnya bukan main. Apalagi anak sekecil ini. Mungkin dia belum pernah melihat Papanya.

 

"Ya sudah, sekarang kita gabung sama Paman sama Mama ya?"

 

Aku tidak membenci anak ini. Tapi lihat saja mereka berdua, aku harus memberinya pelajaran!

 

----------

-tbc