Aku masih menganga tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Bagaimana bisa Mas Elang melakukan semua ini!
"Ini, untuk saya?" tanyaku terbata. Kurasakan bibir lembutnya menyentuh pipiku. "Untuk siapa lagi kalau bukan untuk istriku ini?" jawabnya.
"Sejak kapan?"
"Apanya?"
"Sejak kapan Mas buat semua ini?"
"Sejak aku tahu kalau kamu mengandung anakku."
"Jadi, selama ini..."
"Ya. Maafkan aku. Kamu suka?"
Aku hanya mengangguk-angguk menjawab pertanyaannya. Air mataku sudah tak bisa kubendung lagi melihat apa yang ada di depanku saat ini.
"Loh, kok malah nangis?" Mas Elang berpindah ke depanku, tangan besarnya mengusap air mata yang luruh di pipiku.
"Saya terharu, Mas. Terima kasih." Aku memeluknya segera. Menenggelamkan wajahku di dada bidangnya, meskipun agak sulit karena perutku yang membesar.
"Kamu ingat bunga teratai itu?"