Jam beker berbunyi, mengeluarkan suara nyaring yang membuat Vano terbangun dari mimpinya.
Ia langsung menuju kamar mandi, beberapa menit kemudian ia sudah selesai berpakaian dan ia langsung pergi ke rumah alena dengan motornya, ia tidak sempat sarapan hari ini.
"Assalamualaikum..." Ucapnya sembari mengetuk pintu rumah alena.
"Waalaikummussalam.." Jawab ibunya alena membuka pintu tersebut. "Oh nak vano, ada apa?"
"Saya mau jemput alena tan." Jawab vano tersenyum dan menyalami tangan ibu alena.
"Yuk masuk alena lagi sarapan tuh, kamu udah sarapan?"
"Belum tan."
"Ya udah, bareng kita aja sarapannya."
"Makasih ya tan."
"Kamu jangan panggil saya tante"
"Jadi apa?" Tanya Vano bingung.
"Mama aja."
"Oh iya, makasih ya ma."
"Iya, yuk!!" Ajak mama alena.
Mereka menuju ruang makan, disana ada alena dan seorang laki laki.
Ibunya alena menyuruh vano duduk disamping alena, dan ia duduk disamping laki laki itu.
"Pagi om, al." Sapa vano
Alena hanya tersenyum kepada Vano.
"Pagi, kamu teman alena atau pacarnya?" Jawab laki laki itu sembari bertanya.
"Teman om, oh iya nama saya vano." Ucapnya
"Van, ini papanya alena." Ucap mamanya alena tiba tiba.
"Oh, ternyata papanya lena."
"Iya, yuk makan." Ucap papanya alena.
"Iya om."
Mereka semua memakan sarapannya, setelah selesai sarapan alena dan vano pamit pergi ke sekolah.
Sesampainya di sekolah reina menghampiri mereka berdua yang baru saja turun dari motor.
"Pagi van, al." Sapanya
"Pagi." Jawab alena sambil tersenyum.
Vano hanya diam dan langsung menarik tangan alena meninggalkan reina sendirian disitu.
"Jadi cewek itu yang bikin dia berubah, ini nggak bisa dibiarkan." Ucapnya lirih sambil memikirkan sesuatu.
Disisi lain.
"Van, lo kok aneh sih?" Tanya alena tiba tiba.
"Nggak aneh kok, biasa aja." Jawabnya tersenyum.
"Lo kenapa kayak ngehindar gitu dari reina, emangnya kenapa?"
"nggak papa len."
"Jujur, lo punya hubungan apa sama dia?"
"Ok, dia dulu pacar gue."
"Oh.., tapi kenapa lo menghindar dari dia?"
"Dia udah nyakiti hati gue."
"Oke, gue udah tau alasannya sekarang. Gue ke kelas dulu ya, bye!"
"Gue anter ya."
"Nggak usah."
"Oke."
®®®®
"Van, tunggu! gue mau ngomong sama lo!" Teriak reina sambil berlari menghampiri vano yang sedang berjalan.
"Lo mau ngomong apa?" Ucap vano cuek.
"Sorry gue udah ninggalin lo, tapi sebenarnya gue masih sayang dan cinta sama lo, kita balikan ya." Ucapnya membuat vano berhenti berjalan.
"Sorry, gue udah suka sama cewe lain."
"Alena?"
"Iya."
"Lo harus jauhi dia, kalau nggak gue bakal bunuh diri." Ancamnya.
"Maksud lo?"
"Iya, gue bakal bunuh diri!"
"Ya udah bunuh diri sana, emang gue peduli sama lo? Ha!"
Reina mengambil sesuatu dari saku rok nya, ternyata yang diambilnya adalah sebuah pisau kecil.
"Eh, ngapain lo bawa pisau ke sekolah?"
Reina masih diam, lalu ia mengarahkan pisau itu ke tangannya sendiri dan tiba tiba vano mengambil pisau tersebut, karena sedikit lagi ia melukai tangannya sendiri.
"Buat apa lo ambil pisau itu? Ha!"
"Lo nggak usah gila!"
"Lo bilang, lo nggak peduli kalau gue bunuh diri, tapi kenapa lo ambil pisau gue?"
"Gue kira lo becanda!"
"Kalau lo nggak mau ini terjadi, lo harus jauhi dia!"
"Gue nggak mau!"
"Sini pisau gue, lebih baik gue bunuh diri!"
"O - Oke gue bakal jauhi dia."
"Thanks ya van." Ucapnya langsung memeluk vano.
"Lepasin gue!"
"Iya, gue lepasin."
"Sorry ya len, gue lakukan ini karena gue nggak mau lihat dia terluka. Dan lo tenang aja, gue nggak bakalan balikan sama dia, karena yang sekarang menempati hati gue, cuma lo." Batin vano.
Reina hanya tersenyum bahagia.