5 menit yang lalu sebelum bel pulang sekolah berbunyi vano mendapat pesan yang dikirim agung ke nomor vano.
Hari ini terpaksa Vano akan menghadapi cowok itu. Entah apa maksud agung terus terusan menyerang vano, namun vano menerima tawaran itu.
Perkelahian tanpa mampu dicegah, agung membawa temannya, dan vano sendirian karena ia nggak mungkin membawa temannya yang tidak ada masalah dengan agung.
1 lawan 4 orang, tidak tahu siapa yang maju duluan memberikan serangan, tapi mereka berdua segera adu fisik dan adu taktik.
Sementara masih dalam ruangan lingkup sekolah, anak anak yang masih dilapangan, sebagian ada di kelas dan sebagian di parkiran mengambil motornya untuk bersiap siap keluar gerbang, mendengar berita yang baru disampaikan beberapa orang yang tidak jadi pulang karena melihat pertengkaran di belakang sekolah.
"vano dikeroyok!" teriak seorang siswa tampak ngos - ngosan berlari.
Semula yang sibuk di dalam akhirnya berbondong bondong keluar. Alena masih dalam posisi di koridor sekolah saat itu, tiba tiba tangannya ditarik oleh carla supaya ikut melihat.
Alena berkali kali mengelak, tidak mau nyari masalah lagi dengan tasya, tapi cengkeraman carla terlalu erat dan mustahil untuk dilepaskan.
Murid murid semakin padat, mengerumun, bahkan sampai membentuk lingkaran.
Mereka menonton dari kejauhan tanpa ada seorang yang berani mendekati dan melerai mereka.
Mata alena tertuju pada vano yang mendapat pukulan bertubi tubi dari agung.
Alena menggigit bibirnya, tersadar bahwa detak jantungnya terasa lebih cepat dari sebelumnya.
Muncul sebuah perasaan yang membuat alena untuk melerai mereka namun, alena tidak bisa melerai mereka karena ia melihat tasya dan geng nya disitu, ia begitu panik melihat vano yang bertengkar dan terpaksa alena berlari keluar dari area belakang
sekolah dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
"al, lo mau kemana?"
Syifa menoleh saat dilihatnya alena berlari keluar area belakang sekolah, tidak mengacuhkan teman temannya yang sedang menonton.
"Dia kenapa?" Tanya carla
"Nggak tau." jawab syifa
"Yaudah gue samperin dia ya
takut entah kenapa napa."
"Gue ikut!"
"Ya Udah ayo."
*****
"Pasti si agung deh, yang mulai
duluan." Ucap syifa.
Syifa menatap alena duduk di kursinya. Cewek itu hanya diam saja sejak tadi."Al, lo kenapa kok tiba tiba lari?"
"Nggak apa apa kok."
Carla dan syifa berpandangan.
"Vano yang berantem kok jadi lo yang aneh?"
Tak lama kemudian ponsel carla bergetar. "Vano nelpon." Ucapnya lirih.
"Jangan diangkat." Alena geleng geleng kepala.
"Nggak mungkin. Gue keluar dulu deh."
carla keluar untuk mengangkat telpon dari vano, tanpa memedulikan tatapan alena supaya tidak mengangkat telpon dari vano.
"Vano nanya ke gue, tadi dia liat lo lari tiba tiba."
"Lo nggak ngomong kalau gue
disini kan?"
"Hm..." carla meringis "gue bilang lo dikelas."
"Kenapa lo bilang gue dikelas?
Entar dia nyamperin lagi!"
"Oh, gue ngerti kenapa lo lari.
Pasti lo khawatir kalo ngeliat
Dia kenapa napa, jadi lebih
milih buat nggak nonton
Perkelahiannya."
Tak lama suara carla dan syifa tidak terdengar lagi, digantikan suara langkah memasuki kelas.
Kelopak matanya melebar begitu dilihatnya vano masuk ke kelas sambil membawa sebotol air mineral.
"Lo berdua kalau mau pulang,
pulang aja. Biar alena gue anter."
Syifa melirik alena yang menatap mereka berdua dengan 'puppy eyes'.
"Ya Udah, kita duluan ya al. Vano gue titip alena."
Setelah mengatakan itu carla menarik syifa supaya keluar kelas.
"Aku nggak kenapa napa kok,
kamu jangan khawatir."
"Seandainya lo kena pukul juga,
Nggak apa apa."
"Benar? Kemarin kamu mohon
sama aku supaya nggak
berantem."
Vano mendorong botol minuman ke wajah alena. "Minum dulu."
Alena mengambil botol minuman dari vano dan meminumnya. Vano menyandarkan punggungnya di kursi sementara matanya terarah pada alena, menikmati ekspresi yang cewek itu tampilkan.
Ekspresi yang siap siaga kalau cowok itu berbuat kejahatan.
"Ya ampun, aku nggak bakalan
ngapain kamu kok. Sumpah!" Katanya sambil mengangkat kedua jarinya. " nggak bakalan ngelakuin yang aneh aneh kok, tapi kamu tadi khawatir kan sama aku?"
"Dikeroyok sama 4 orang gitu,
gimana nggak khawatir!"
Alena keceplosan. Tangannya langsung menutup bibir untuk mengurangi keterkejutannya. Tidak berani menatap vano yang terdiam mendengar jawaban alena yang jujur.
"Berarti aku harus berantem
setiap hari supaya kamu
khawatir?"
Alena hanya diam dengan pertanyaan vano tadi, vano seperti paham sesuatu dan membuat alena menatapnya dengan wajah merona.
"Andai kamu paham bagaimana rasanya mencintai seseorang."
Alena terdiam tanpa suara, jantungnya nyaris berhenti karena kata kata Vano.