Chapter 2 - Gadis Yang Cocok

"Tapi Leo.."

"Cukup Kakek! Biarkan aku sendiri!" Perkataan Leo yang menghardiknya keras cukup mengejutkan Adam sehingga pria tua itu hanya bisa menuruti perkataan si cucu. Melihat Leo sedang terpuruk, Adam semakin tak tega.

Inginnya membuat Leo bahagia namun tindakan Adam tidaklah tepat yang sekarang makin menjatuhkan Leo. Apalah dayanya Adam di usianya yang senja ini, apakah yang dikatakan oleh Leo ada benarnya?

Karena kondisi Leo yang memprihatinkan dan juga ikut tertekan, Adam memutuskan untuk berehat sebentar dengan mengunjungi salah satu temannya. "Kenapa kau terlihat lelah sekali Adam, apa ada suatu masalah?" tanya sang sahabat bernama Randi.

Adam mengembuskan napas berat kemudian bercerita. "Iya, Randi. Cucuku yang namanya Leo dia tertekan sekali karena wajahnya yang cacat. Dulu dia itu tampan dan penuh percaya diri, tapi sekarang dia memilih untuk mengunci diri di kamar."

"Cacat wajah? Apa dia mengalami kecelakaan?" Adam mengangguk.

"Aku tak tahu harus melakukan apa lagi Randi. Pada mulanya aku berpikir jika aku bisa mendapat gadis yang cocok untuknya dia takkan seperti itu sayangnya semua gadis yang niatnya aku jodohkan menolak ketika mereka bertemu dengan Leo. Alasannya klise, mereka tak ingin punya suami yang cacat." Randi menggelengkan kepalanya.

"Begitulah anak muda jaman sekarang maunya yang sempurna." gerutu Randi. Pada saat itu, sosok gadis muda datang menghampiri mereka dengan membawa senampan yang di atasnya ada dua gelas kopi dan piring yang berisi kue kering.

"Silakan." Nada suara perempuan itu terdengar sangatlah lembut. Adam terpana dan melihat wajah sang gadis. Wajah si gadis tampak biasa-biasa saja tetapi tingkah dan suaranya begitu disukai oleh Adam.

"Ah kau pasti belum mengenal siapa cucuku ini, perkenalkan namanya Nabila. Dia cucu perempuanku. Nabila, ini teman kakek namanya kakek Adam." Nabila menampakkan wajah senyum sungkan dan dibalas senyum ramah.

"Nabila umurnya berapa?"

"20 tahun." jawab Nabila singkat.

"Masih kuliah."

"Iya kek."

"Sudah punya pacar?"

"Belum. Saya tak pernah dilirik sama pria." Otak Adam langsung bekerja. Ada sebuah kesempatan.

"Kau mau tidak bertemu dengan cucu Kakek, namanya Leo. Bisa tidak kau ajak bicara dia?" Nabila mengerjapkan mata dan melihat pada sang kakek. Jelas ada keraguan dibalik mata seorang gadis yang menginjak 20 tahun tersebut.

Randi hanya mengangguk pelan dan membuat si gadis melempar pertanyaan. "Memangnya cucu kakek sedang sakit?"

"Iya, tolong ya kamu ajak bicara." Di satu sisi Nabila enggan tetapi yang di sisi lain, dia perlu melihat cucu Adam yang dibilang sakit. Menunggu beberapa lama, Nabila kembali dengan baju yang diganti dan keduanya menuju kediaman De Monte.

Adam pun rasanya tak sabar untuk membuat Nabila dan Leo bertemu. Jadilah dia langsung menarik Nabila menuju kamar sang cucu. "Leo, keluarlah ada seorang gadis yang ingin bertemu denganmu." kata Adam.

Dalam hati pria tua itu berharap bahwa Leo akan menuruti perintahnya. "Suruh dia pergi, aku tak mau bertemu dengannya apa lagi bertemu dengan kakek!" hardikan itu membuat Nabila terperanjat.

"Kakek Adam, apa dia sering seperti ini?" Adam membuang napas berat. Dia lalu berjalan menuju ruang tamu diikuti oleh Nabila yang masih menunggu jawaban darinya.

Pria tua itu pun bercerita tentang peristiwa yang menimpa Leo. Dari A sampai Z, Adam menceritakan segala ringkasan cerita itu lalu dia mengakhiri ceritanya dengan menyeruput kopi yang dibawa oleh seorang pelayan. "Kakek pun merasa tertekan dan tak tahu harus melakukan apa lagi. Kakek menyesal karena telah melakukan sesuatu yang membuat Leo makin bersedih."

"Kakek pikir jika dia bertemu denganmu, maka Leo akan sedikit tenang tetapi dia.." Nabila menatap sendu pada Adam yang kini membuang napas berat.

"Jadi saat ini Kakek Adam mencari seorang gadis yang cocok untuk Leo?"

"Iya. Kakek rasa kamu gadis yang tepat untuk menjadi pasangan Leo. Bagaimana kau mau tidak?" Si gadis berpikir keras. Simpati Nabila jauh lebih dalam ketimbang egoisnya melihat hidupnya Leo yang nelangsa.

"Baiklah kakek, saya bersedia jika Leo pun bersedia menerima saya dalam pernikahan maka saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantunya." Adam tersentuh mendengar ucapan Nabila.

"Benarkah? Kalau begitu baiklah aku akan menghubungi keluargamu untuk melamarmu tetapi sebelum itu aku akan yakinkan Leo untuk menikahimu." Pria tua itu segera menghubungi orang tua Nabila untuk menjemput gadis itu.

Sesudah Nabila dijemput, Adam bergerak menuju kamar Leo. Diketuknya pintu kamar Leo sebentar kemudian membuka pintu. "Bukankah sudah kubilang aku tak ingin bertemu dengan siapa pun termasuk kakek sekali pun?!"

"Leo, gadis yang kakek bawa ke mari setuju untuk menikah denganmu." Pria itu terperanjat. Dia memutar tubuhnya dengan mata membulat, tak percaya dengan ucapan sang kakek.

"Benarkah itu? Dia mau menikah denganku. Tapi kenapa?"

"Dia sudah tahu kondisimu dan setuju sepertinya dia gadis yang cocok untukmu." Leo menggeleng.

"Aku tak percaya, dia pasti bohong."

"Leo?! Jangan berpikiran picik. Terima saja, kakek yakin dia bisa menerimamu, tabiatnya juga bagus." kata Adam berusaha meyakinkan Leo.

"Bagaimana bisa kakek? Aku tak mengenalnya dan juga tak punya perasaan padanya! Bukankah pernikahan butuh cinta?"

"Leo, aku tahu kau trauma dengan yang namanya pernikahan. Tapi kenapa tidak mencobanya? Mungkin saja cinta itu akan datang ketika kalian hidup bersama!"