Plakkk....
Sebuah tamparan mengenai wajah Viona.
"Ini hadiah balasan untuk apa yang anda berikan kepada saya tadi sore." Ujar wanita itu penuh amarah.
Semua mata memandang ke arah mereka. Viona menatap murka pada wajah wanita yang telah menamparnya itu, namun karena mengingat ada Alice di sampingnya kini, Viona akhirnya memilih tak membalas tamparan atau ucapan dari wanita itu.
"Ayo Alice, kita pulang sekarang!" Ajak Viona seketika sambil menarik tangan kiri Alice untuk keluar dari sana.
"Tidak Viona. Lepaskan tanganku." Alice menghempaskan genggaman tangan Viona.
"Dokter Laudia ada apa dengan anda? Anda datang-datang langsung menampar Viona. Apa masalah anda dengan sahabat saya?" Alice tampak sangat marah. "Jika anda memiliki masalah dengan saya, harusnya anda jangan membawa-bawa sahabat saya!" Lanjutnya kemudian.
Laudia bertolak pinggang dan menatap angkuh pada Alice. "Owh, ternyata ada anda dokter Alice Valencia yang terkenal." Sapa wanita yang ternyata adalah Laudia. "Mengapa anda berpikir bahwa ini masalah saya dengan Anda, dokter?" Laudia bertanya dengan santainya.
"Karena sejak beberapa waktu ini, anda selalu terlihat agresif terhadap saya." Tegas Alice.
" Hahahaa..." Laudia tertawa. "Dokter Alice, jika anda ingin tahu kenapa sampai teman anda itu mendapatkan tamparan tangan saya, maka tanyakan saja sendiri pada sahabat anda itu!!" Ujar Laudia seketika dengan berangnya sambil menunjuk pada wajah Viona.
"Cukup Laudia!!" Bentak Reza kemudian. "Kau tidak bisa menjaga sikapmu, Laudia. Ini tempat umum, lihatlah semua orang kini tengah menatap kita." Ujar Reza kemudian.
Di saat bersamaan Ronald masuk ke dalam restoran itu.
"Ronald, bawa Alice keluar dari sini sekarang!" Pinta Viona seketika.
"Ada apa ini?" Tanya Ronald tak mengerti.
"Viona, beritahu aku ada apa sebenarnya. Kenapa Laudia bisa menamparmu seperti itu. Bebh, beritahu aku." Mohon Alice.
"Ronald, bawa Alice pergi dari sini sekarang!" Kini Azka yang mengatakannya, seperti sebuah perintah.
"Baiklah. Ayo Alice, kita pergi sekarang." Ajak Ronald.
"Aku tidak akan pergi sebelum kau menceritakannya, bebh." Alice menatap Viona menuntut penjelasan.
"Heh..." Sinis Laudia. "Ia melakukan kesalahan dan sekarang ia tak dapat mempertanggung jawabkannya." Ejek Laudia.
"Aku akan bercerita setelah kita sampai di apartemen. Aku akan menjelaskan semuanya." Tatap Viona dalam ke mata Alice.
Alice akhirnya mengangguk mengiyakan. "Ayo Ronald." Ajak Alice akhirnya.
Kemudian Alice dan Ronald beranjak dari situ, namun tak di sangka kata-kata selanjutnya yang keluar dari mulut Laudia tak mampu untuk melarang Alice yang sudah melangkah meninggalkan mereka akhirnya berbalik lagi ke belakang.
"Jadi kau akan pergi sekarang dokter Alice? Kau tidak curiga pada sahabatmu ini? Apa yang ia lakukan sampai ia harus mendapatkan tamparan indah dariku?" Laudia berkata dengan sinisnya sambil memperhatikan tangannya yang tadi ia pakai untuk menampar Viona, ia berusaha memprovokasi Alice.
Dan benar saja, ucapannya itu langsung memberikan dampak negatif untuk dirinya, dia berhasil memprovokasi Alice, saat Alice membalikan tubuhnya hanya dengan sekali melangkah saja ia telah berada tepat di muka Laudia. Tak butuh waktu lama, pandangan itu menyiratkan kebencian yang siap meledak.
Akhirnya. Plaaakkk....
Tamparan kedua yang Laudia dapat di hari yang sama, semua tak menyangka Alice akan melakukan itu. Tamparan Alice yang begitu kuat akhirnya merubuhkan tubuh Laudia, sama seperti tamparan yang ia terima dari Viona sore tadi.
"Sayang..." Ronald berusaha mencegahnya, tapi terlambat.
"Alice..." Pekik Viona tertahan.
Semua mata menatap tajam dan semua mulut ternganga tak percaya.
"Aku mempercayai sahabatku lebih dari siapapun. Itu balasan dariku karena kau berani-beraninya menampar sahabatku di depan mataku." Ujar Alice dengan santai sambil berkacak pinggang dan menatap tubuh wanita yang tersungkur jatuh itu.
"Perempuan biadap, tak beretika. Beraninya kau...!!" Teriak Laudia sambil berusaha bangkit dari jatuhnya. Tak ada seorangpun yang berusaha menolongnya.
"Cukup Laudia...!!" Sarkas Reza seketika. "Ayo. Kita pulang sekarang." Ujar lelaki itu selanjutnya, sambil berusaha menolong Laudia bangkit berdiri.
"Tidak. Aku akan memberi dia..."
"Kita pulang sekarang!!" Desak Reza seketika sambil menyeret tangan Laudia.
"Reza, lepaskan tanganku!" Teriak Laudia seketika.
Semua yang berada di dalam restoran itu memandang ke arah mereka berenam, kini mereka bagaikan objek totonan gratis bagi setiap mata.
Reza akhirnya melepaskan tangan Laudia. Wajah wanita itu memerah antara malu, marah dan juga tanda bekas tamparan tangan Alice.
Saat Laudia menghampiri Alice untuk berhadapan dengannya, Viona langsung mengambil posisi tengah menjadi tameng pada tubuh Alice. Kini wajah Viona sudah mengeras bagai batu, ia siap untuk meluapkan marahnya bahkan tinjunya sudah siap melayang pada rahang Laudia.
"Ow, jadi kalian berdua membuat kubu pertahanan untuk melawan saya?" Tanya Laudia enteng seakan meremehkan kedua wanita yang berada di hadapannya kini.
"Laudia...!!!" Kini Azka yang memperdengarkan suaranya. "Kita pulang sekarang! Aku yang membawamu ke sini, jadi aku bertanggungjawab untuk membawamu pulang sekarang." Ujar Azka kemudian.
"Tapi Azka, mereka berdua memperlakukanku seperti ini! Aku tidak terima semuanya ini, Azka!" Laudia seakan meminta suaka Azka, ia memelas berharap lelaki itu berada di pihaknya.
"Kita akan cari waktu yang tepat. Sekarang bukan waktu dan tempat yang tepat, kau lihat sendiri semua orang tengah memandang kita saat ini." Ujar Azka menenangkan Laudia. Matanya mengedar pada seluruh ruangan.
"Kalian berdua akan membayar semua ini nanti!! Lihat saja, saya tidak akan kalah semudah itu." Ujar Laudia akhirnya lalu pergi meninggalkan restoran itu. Azka pamit dengan bahasa tubuhnya, lalu segera menyusul langkah Laudia.
"Vio, kau tak apa?" Tanya Alice pada Viona setelah Azka dan Laudia telah benar-benar tak terlihat lagi.
"Iya bebh, aku baik-baik saja." Jawab Viona santai. "Maaf, karena acara makan malam kita jadi berantakan begini." Ujarnya lagi.
"Hmp... Saya yang mohon maaf atas sikap Laudia. Jika saja kita tidak bertemu di sini, mungkin semua ini tak akan terjadi." Sesal Reza kemudian.
"Dokter Reza, jangan seperti itu. Mungkin ada sedikit salah paham, nanti kita harus meluruskannya lagi. Kita cari waktu yang tepat untuk bicara bersama." Alice merasa tak enak hati pada Reza.
"Nona Viona, boleh saya tahu apakah ada masalah antara anda dan Laudia sebelumnya? Mengapa dia langsung menampar anda seperti tadi, setau saya Laudia bukan orang yang seperti itu." Ungkap Reza kemudian sambil menatap Viona.
"Hmp, ada sedikit masalah diantara kami." Ujar Viona pendek.
"Bebh, kalian ada masalah apa?" Tanya Alice lagi, ia memegang bahu Viona menatap wajah sahabatnya itu penuh kekhawatiran.
"Kau dan Ronald pergilah dulu, kalian tidak pernah bertemu selama seminggu ini. Kalian jalan-jalan lha dulu, nanti aku pasti akan menceritakan semuanya padamu, bebh!" Jawab Viona.
"Tidak, aku tak akan meninggalkanmu. Aku ingin tau sekarang."
"Tapi, Ronald-" Viona menatap ke arah Ronald.
"Aku juga ingin tahu cerita itu, Vio. Aku juga tak bisa tenang jika Alice tak tenang." Jawab Ronald kemudian.
"Bolehkah saya juga tahu ceritanya?" Tanya Reza kemudian.
Viona menghela napas dalam, ia menatap secara bergantian ketiga orang yang ada di hadapannya kini.
"Tidak di sini, ini bukan tempat yang tepat. Ayo keluar dulu dari sini!!" Kata Viona akhirnya.
Viona lalu beranjak ke kasir untuk membayar tagihan makan ia dan Alice. "Mohon maaf untuk kejadian tadi." Ujar Viona sebelum ia beranjak dari meja kasir.
Mereka berempat lalu meninggalkan restoran itu.
"Alice, kau sungguh ingin tahu apa yang terjadi antara aku dan Laudia?" Tanya Viona setelah mereka telah berada di parkiran.
"Iya bebh, aku ingin tahu. Aku mohon ceritakanlah pada kami sekarang." Ujar Alice sambil mengedarkan pandangannya pada Ronald dan Reza juga.
"Ini berkaitan dengan masa lalu."
"Masa Lalu?" Mereka bertiga serempak menanyakan hal itu.
Viona menganggukan kepalanya. "Tapi sebelumnya, aku ingin menanyakan pada anda dokter Reza. Apakah anda sudah mengenal dokter Laudia sejak lama?" Tanya Viona.
"Iya, kami teman akrab sejak SMU. Saya, Laudia dan Azka, kami merupakan teman dekat." Jawab Reza.
"Lima tahun yang lalu, apakah anda juga bersama-sama dengan Laudia, apa kalian sudah berpacaran 5 tahun yang lalu?" Tanya Viona lagi.
"Vio, kenapa kau menanyakan hal sesensitif itu?" Alice tak percaya sahabatnya seperti itu.
"Lima tahun lalu saya sudah bekerja di Grazia, Laudia masih berada di Orlanda, dia menjadi dokter di sana, dan kami belum berpacaran waktu itu. Laudia memiliki seorang kekasih waktu itu." Reza tetap menjawab pertanyaan Viona dengan jujur.
"Hmp..." Viona seperti memikirkan sesuatu. "Apakah Laudia sudah pernah menikah sebelumya?" Pertanyaan yang membuat Alice membelalakkan matanya.
"Vio, ada apa dengan pertanyaanmu ini?" Alice tampak gusar, Ronald berusaha menenangkan kekasihnya itu dengan rangkulan sambil menepuk-nepuk bahunya.
"Mereka sempat bertunangan, tapi sesuatu terjadi hingga akhirnya mereka tak bisa melangsungkan pernikahan mereka." Lagi-lagi Reza tetap menjawab dengan spontan.
"Berarti dia tidak sempat menikahi Laudia." Dengus Viona kesal, ada rasa duka yang mendalam dari wajahnya.
"Vio, ada apa sebenarnya?" Tanya Alice pada sahabatnya itu.
"Iya Vio, apa yang sebenarnya telah terjadi?" Ronald menimpali pertanyaan sang kekasih.
"Alice, ini mungkin akan menjadi berita yang buruk bagimu! Apakah kau siap?" Tanya Viona seketika sambil menatap dalam mata Alice.
Alice menganggukkan kepalanya. Ronald dan Reza menatap pasrah pada Alice dan Viona. Mereka menunggu ucapan selanjutnya yang akan keluar dari bibir Viona.
"Edward Michaels, dia sudah meninggal dunia!"
...