Chereads / Beautiful Doctor VS The Cyber Police / Chapter 81 - Ia belum mengenal ayahnya

Chapter 81 - Ia belum mengenal ayahnya

"Viona, apa yang kau katakan tadi benar adanya?" Tanya Alice seketika dalam pandangan kosongnya menatap ke arah laut.

Mereka berempat kini berada di pinggiran pantai, Ronald mengajak mereka ke tempat ini agar mereka bisa bebas bercerita dengan sepuasnya tanpa memikirkan orang lain sedang menguping pembicaraan mereka. Mereka duduk berjejer dari kiri ke kanan, ada Ronald, Alice, Viona dan terakhir Reza.

"Iya bebh, Edward telah meninggal dunia!" Jawab Viona kemudian.

Ronald dan Reza hanya bisa mendengarkan pembicaraan kedua sahabat itu.

"Kau tahu dari mana?" Tanya Alice lagi, ada kehampaan pada wajahnya, duka mulai tergambar jelas di sana, Ronald menggenggam erat jemari tangan kiri Alice.

"Aku sudah melihat makamnya tadi sore." Ujar Viona akhirnya.

Alice lalu menghadapkan wajahnya ke arah Viona, "Di mana makamnya?Dari mana kau tahu kalau ia telah meninggal?" Tanya Alice pelan, malah hampir tak terdengar.

Viona lalu menceritakan secara singkat bagaimana sampai ia bisa menemukan makam Edward. Mulai dari ajakan Azka yang meminta agar Viona menemaninya ke toko buku, lalu Azka memintanya sekali lagi menemaninya ke sebuah makam, yang tanpa ia sadari mereka akan pergi bersama dengan Laudia ke pemakaman itu dan yang jelas hal tak terduga lain adalah makam itu adalah makam dari Edward.

"Jadi ia benar-benar telah meninggal?" Desis Alice pelan.

"Iya Alice, Edward telah meninggal 2 tahun 8 bulan yang lalu. Tepatnya tanggal 28 Desember 2017." Jawab Viona, tampak ada sedikit duka di wajahnya namun ia berusaha untuk menutupinya.

"Lalu mengapa kau menampar Laudia, bebh?" Tanya Alice lagi sambil memandang wajah Viona, ia memperhatikan bekas tamparan yang berada di pipi kiri Viona itu, tamparan balasan yang diberikan Laudia padanya.

"Iya pantas mendapatkannya! Aku mengingat jelas bagaimana ia berada di sisi tubuh Edward waktu itu, aku ingin sekali menyeretnya keluar dari ruangan itu dan mengatakan posisi ini tak pantas untuknya. Namun aku tak bisa melakukan itu, aku juga tak ingin mempermalukan Edward, seperti permintaanmu, bebh. Jadi aku memilih pulang dan menyampaikan kabar buruk itu padamu." Viona menerawang ke langit dan susah payah menghela napasnya, ia mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu, kejadian pilu yang sangat menyiksa hati sahabatnya itu.

"Aku mengingat wajah wanita itu, dan wajah wanita bodoh itu akhirnya bisa mendapatkan tamparan juga dari tanganku. Aku lega bisa melakukan hal tadi, hal yang seharusnya aku lakukan waktu itu." Lanjut Viona lagi.

"Bebh, Terimakasih!!" Ujar Alice tulus, air mata mengaliri pipinya. "Kau melakukan semuanya yang baik selama ini untukku. Aku tak tahu, bagaimana aku bisa hidup tanpamu. Aku bersyukur memiliki dirimu, bebh!" Ujar Alice menghambur masuk dalam pelukan Viona.

Viona memeluk Alice erat, ia pun kemudian menangis bersama sahabatnya itu. Sementara Ronald dan Reza melihat kejadian itu dengan haru serta tanda tanya dalam pikiran masing-masing.

"Jadi benar-benar hari itu merupakan pertemuan terakhir kami?" Ujar Alice pelan setelah ia melepaskan pelukannya.

"Aku mohon maaf bebh, jika saja hari itu aku tidak melarangmu untuk berangkat ke Orlanda. Sungguh aku menyesalinya." Desis Viona pelan.

"Mungkin ini adalah jalan takdirnya. Tidak ada yang perlu disesali, bebh." Ujar Alice akhirnya, sambil berusaha menutupi rasa sedihnya.

"Jadi apa sebenarnya penyebab kematian Edward?" Tanya Alice kemudian pada Viona.

Viona menggelengkan kepalanya. "Aku tadi tak sempat bertanya pada Azka, saat aku mengingat siapa Laudia aku langsung menamparnya, sesudah itu kami berdebat sebelum akhirnya aku pergi lebih dulu dan di susul Azka. Namun saat di mobil aku pun tak sempat bertanya padanya." Ujar Viona kemudian.

Reza yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. "Semenjak kecelakaan itu Edward tidak pernah sadarkan diri walaupun hanya semenit. Laudia bersusah payah agar tunangannya itu kembali sadar, ia pun membawa Edward dari Orlanda ke rumah sakit kita untuk di rawat secara Intensif. Selama menjalani perawatan yang begitu lama akhirnya dokter menyatakan jika Edward telah mengalami mati batang otak dan tak mungkin bisa sadar kembali. Akhirnya Laudia dan kedua orangtua Edward dengan berat hati mengambil keputusan untuk mencabut semua alat bantu yang terpasang di tubuhnya. Ia pun meninggal dunia setelah menjalani perawatan selama 2 tahun 10 bulan." Cerita Reza kemudian.

Air bening itu tanpa terasa membasahi pipi Alice, ia tak menyangka jika Edward mengalami masa yang sesulit itu pula. Namun, Alice berusaha untuk menahan tangisnya dan berusaha menghapus duka yang ia rasakan.

"Dia pantas mendapatkannya!" Ujar Alice kemudian sambil menghapus air matanya.

Viona yang juga meneteskan air mata haru itu, lalu menyapu air matanya dan berusaha untuk tidak terlihat bersedih. "Iya bebh, ia pantas mendapatkannya." Jawab Viona.

"Tapi dokter Reza, bagaimana sampai anda tahu semua itu?" Viona tak bisa diam.

"Saat kecelakaan itu terjadi, Laudia lalu menghubungiku dan meminta mempersiapkan kamar ICU agar mereka bisa merujuk Edward dari Orlanda, lengkapnya peralatan rumah sakit kami dan juga lengkapnya dokter spesialis akhirnya membuat Laudia segera merujuk Edward." Jelas Reza pada mereka.

"Sepertinya Laudia sangat mencintai Edward." Lirih Alice pelan.

"Iya dokter Alice, Laudia sangat mencintai tunangannya itu. Ia mencintai Edward pada pandangan pertama mereka, ia pernah menceritakan hal itu padaku. Bahkan sampai saat ini dia masih sangat mencintainya." Jelas Reza.

Alice hanya mengangguk ringan, ia sendiri masih belum percaya akan kenyataan ini. Masih begitu banyak hal yang ingin ia tanyakan berkaitan tentang kisah Laudia dan juga Edward, tapi mulutnya enggan untuk berucap.

"Jadi lelaki yang menjadi ayah Angel adalah Edward?" Tanya Reza kemudian, yang langsung mendapat sambutan pertanyaan dari Ronald.

"Anda tahu mengenai Angel?" Tanya Ronald spontan kepada Reza.

Reza mengangguk.

Alice membalikan pandangannya menghadap Ronald sembari menggenggam tangan lelakinya itu. "Dokter Reza adalah dokter kandunganku, dia yang rutin memeriksaku selama masa kehamilanku." Ujar Alice akhirnya.

"Jadi dia tahu semuanya, Alice?" Tanya Ronald lagi.

"Tidak semuanya dia tahu, dia hanya tahu kalau aku mengandung anak tanpa menikah. Aku dulu merahasiakan identitasku, dan baru sekarang dokter Reza mengetahui jika aku juga adalah seorang dokter." Jelas Alice.

"Ternyata dunia sesempit ini ya, kita terhubung satu sama lain dalam ikatan masa lalu yang rumit." Lirih Ronald.

Semuanya larut dalam pemikiran masing-masing. Alice lalu menghadapkan pandangannya kembali kepada Reza dan kemudian menjawab pertanyaan dokter itu. "Anda benar dokter, Edward adalah ayah biologis Angel." Ucapnya. "Takdir Tuhan terlalu sadis untuk Angel, ia bahkan tak sempat berjumpa dengan ayah kandungnya." Lirih Alice.

Malam semakin larut, mereka pun akhirnya memutuskan untuk segera pulang. Kenyataan sedikit demi sedikit mulai terungkap, ada kisah yang harus segera mereka selesaikan, ada kisah yang harus mereka ikhlaskan dan ada kisah yang masih harus tetap diperjuangkan. Begitulah hidup, kita hanya bisa menjalani, menikmati dan mensyukuri segala hal yang telah ditakdirkan oleh Yang Kuasa.

...

Waktu menunjukkan pukul 00.30 saat Viona terbangun, ia meraba tempat tidur Alice di sebelah kanannya, namun kosong. Tak ada Alice di sampingnya. Ia kemudian menyalakan lampu kamar mereka, benar saja tak ada Alice di dalam kamar.

"Bebh..." Panggil Viona.

Ia mencari Alice ke kamar mandi, tapi tak ada dia di sana. Viona lalu bergegas untuk keluar kamar mencari sahabatnya itu, ia berpikir mungkin Alice tengah meminum minuman keras lagi di ruang tamu atau di dapur, hal yang biasanya Alice lakukan ketika hati dan pikirannya tidak tenang. Namun saat akan melangkahkan kaki ke luar kamar, ia melihat pintu kaca ke arah balkon kamar mereka tengah terbuka. Viona pun lalu menuju ke sana.

"Alice..." Panggil Viona ketika ia melihat Alice tengah duduk di bangku yang ada di balkon itu. Alice tampak begitu kacau, rambutnya tampak berantakan tak karuan dengan ikatan yang amburadul, Ia duduk pada bangku dengan kedua kakinya ia lipat sampai dagunya menyentuh lutut, lalu kedua tangannya merangkul kakinya, sedang air mata terus menerus mengalir dari kedua matanya. "Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Viona kemudian.

Alice tersentak dengan suara Viona. Ia kemudian menurunkan kakinya dari bangku lalu cepat-cepat menghapus air matanya. "Bebh, kenapa kau bangun?" Ia malah balik bertanya.

Viona lalu melangkah mendekati Alice, ia kemudian mengambil posisi duduk di bangku sebelah yang di batasi dengan sebuah meja bundar kecil. Tanpa perlu aba-aba Alice lalu melanjutkan tangisannya.

"Aku juga merasa kehilangan bebh, biar bagaimanapun Edward adalah lelaki baik yang pernah aku kenal juga." Ujar Viona kemudian sambil memandang langit malam yang tanpa bintang itu.

"Vio..." Panggil Alice pelan."Vio... Huhuhuuu (tangis Alice pecah). Angel, Angel... Dia bahkan belum pernah melihat ayahnya."

...