Chereads / Beautiful Doctor VS The Cyber Police / Chapter 75 - Curhatan Alice dan Viona

Chapter 75 - Curhatan Alice dan Viona

Waktu menunjukan pukul 18.20 saat Viona tiba di apartemen mereka, ia pulang lebih cepat hari ini karena ia ingin memohon maaf pada sahabatnya yang tadi pagi sempat menyatakan mogok bicara dan mogok makan karenanya. Viona lebih dulu singgah di sebuah restoran Italy untuk membelikan spaghetti dan pizza untuk makan malam dirinya dan Alice.

Viona membuka pintu apartemen, ia mencari Alice di ruang tamu dan dapur, tapi ia tak menemui sahabatnya itu, ia kemudian meletakan pizza dan spaghetti yang di bawanya itu di atas meja makan, lalu kemudian dia menuju kamar untuk menemui Alice dan menaruh tas bawaannya.

"Alice..." Sapa Viona pada Alice yang kini telah berada di atas tempat tidur dan telah mengenakan selimut di sekujur tubuhnya.

"Hmp..." Jawab Alice datar tanpa membalikan tubuhnya pada Viona.

"Kau sudah makan?" Tanya Viona kemudian, tapi Alice tak menjawabnya. "Kau masih marah padaku?" Viona kembali bertanya.

"Alice..." Panggil Viona lagi.

Alice membangunkan tubuhnya lalu menatap Viona dengan wajah kesal. "Setelah membuatku penasaran dan kelaparan, sekarang kau mengganggu tidur nyenyakku. Kau sungguh menyebalkan Viona." Ujar Alice dengan wajah cemberutnya.

"Maaf bebh... Ayo kita makan sekarang. Aku membawakanmu pizza dan spaghetti." Bujuk Viona.

"Tidak jika kau tak ingin menceritakan hal yang membuatku penasaran." Jawab Alice kemudian, lalu ia akan kembali tidur.

"Iya, aku akan menceritakan semuanya, bebh. Ayo bangun dan mari kita makan!" Ajak Viona kemudian.

"Aku tidak akan termakan bujuk rayumu. Ceritakan dulu sekarang. Aku tak ingin setelah kita makan, kau berubah pikiran dan tak mau bercerita lagi denganku."

"Aku berjanji, bebh. Percayalah."

"Tidak. Beritahu aku 'clue' nya lebih dulu." Alice bersikeras tak mau beranjak dari tempat tidur.

"Baiklah. Akan ku beri tahu. Aku dan Azka sekarang berteman, dan Azka menceritakan tentang masa lalunya padaku, wanita yang sangat ia cintai memiliki karakter yang mirip denganmu." Terang Viona, yang jelas saja rasa penasaran Alice malah semakin bertambah.

"Oh ya? Seperti apa ceritanya?" Tanya Alice penesaran, ia memajukan tubuhnya mendekat ke arah Viona.

"Aku tidak akan bercerita sekarang. Aku lapar, bebh. Aku butuh tenaga ekstra untuk menceritakan semua kepadamu. Jadi sekarang ayo kita makan dulu.!!" Ajak Viona lalu beranjak dari tempat tidur itu.

"Bebh..." Teriak Alice manja.

"Ayolah wanita pemalas." Teriak Viona lalu keluar dari kamar mereka.

Alice kemudian bangun dengan sendirinya dan menuju meja makan. Viona telah menghidangkan spaghetti di piring mereka masing-masing dan sebuah pizza ukuran large di tengah meja.

"Aku bukannya pemalas, aku lemah karena tidak makan seharian." Alice dengan wajah cemberut membantah ucapan Viona yang tadi sempat mengatakannya pemalas.

"Kau sungguh tak makan seharian?" Tanya Viona.

Alice tak langsung menjawab pertanyaan Viona, ia menuju kulkas lalu mengambil 2 botol air mineral untuk dirinya dan Viona. Ia kemudian membuka penutup botol dan mulai meneguk air itu hingga hampir setengahnya.

"Jangankan makan, minum pun tidak."Jawab Alice. "Aku benar-benar berpuasa hari ini." Ucap Alice sambil memonyongkan bibirnya. Ia kemudian kembali duduk di bangkunya yang berhadapan dengan Viona lalu mulai menyuapkan spaghetti ke dalam mulutnya.

"Maafkan aku bebh..." Ujar Viona dengan penuh rasa bersalah.

"Ini bukan karena mu bebh. Aku bisa saja melanggar omongan abal-abal yang tadi kuucapkan tentang mogok makan. Jadi jangan salahkan dirimu." Ujar Alice sambil terus menikmati spaghetti nya.

"Lalu mengapa sampai kau tak makan dan minum seharian ini?" Tanya Viona kemudian, ia baru akan memulai suapan pertamanya.

"Hari ini merupakan hari yang buruk untukku." Jawab Alice.

"Ada apa denganmu? Apa kau dan Ronald ada masalah?" Viona masih penasaran.

"Bukan karena Ronald."

"Lalu siapa?"

"Aku merasa terganggu dengan perkataan seseorang." Jawab Alice.

"Siapa orang itu? Apa yang dia katakan padamu?"

"Sepertinya kau tak mengenalnya, bebh. Kalian belum pernah bertemu. Percuma jika aku ceritakan." Jawab Alice datar masih dengan wajah masamnya, tak ada senyum yang tampak di wajah Alice kali ini.

"Tapi kau bisa bercerita padaku, setidaknya bebanmu akan sedikit berkurang." Viona meyakinkan Alice.

"Aku masih penasaran tentang cerita soal Azka, lebih baik kau ceritakan itu dulu."Kata Alice kemudian.

"Aku telah berjanji untuk menceritakan nya, sekarang beritahu aku lebih dulu perkataan apa yang sempat kau dengar tadi dan membuat dirimu jadi seperti ini." Kini Viona yang merasa tidak nyaman dengan keadaan sahabatnya itu.

Alice menarik napas dalam, kemudian ia hembuskan dengan kasarnya seakan dadanya hendak meledak. Ia kemudian meneguk air mineral untuk membasahi kerongkongannya, sebelum akhirnya ia bercerita.

"Tadi siang sebelum aku pulang aku sempat bertemu dengan rekan dokterku, ia begitu sinis karena aku yang baru saja bekerja 2 hari sudah mendapatkan ijin seminggu dari direktur rumah sakit. Ia sepertinya sangat kesal karena harus doubel shift karena kami kekurangan dokter. Ia lalu mengatakan bahwa aku dengan mudahnya telah memenangkan hati direktur kami. Aku bertanya apa maksud ucapannya, tapi dia malah meneriakiku di depan orang, yang alhasil semua orang yang berada di lobby rumah sakit langsung memandangku. Aku sangat malu sekali Viona..." Alice bercerita dengan di akhir kalimatnya ia kemudian menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?" Viona semakin penasaran.

"Seorang perawat menghampirinya dan mengatakan ada pasien kritis, ia kemudian berlalu dari hadapanku." Jelas Alice.

"Aku sungguh tak tahu mengapa sampai ia seperti itu, selama 2 hari aku mengenalnya ia sosok yang cukup baik jika diajak berbicara. Masakan ia mengatakan agar aku berpikir dengan otak pintarku apa maksud dari omongannya tadi. Ia juga berkata agar aku menjauhi dokter Reza, karena dokter Reza sudah bertunangan. 'Jangan merusak hubungan orang jika Anda tak ingin mendapatkan karma atas apa yang anda lakukan.' ia juga mengatakan hal itu." Alice kembali bercerita.

"Dia menyuruhmu menjauhi dokter Reza?" Viona bertanya. Ia mulai merasa amarahnya sudah siap untuk meledak, sepertinya orang yang dibicarakan Alice sejak tadi adalah orang yang Viona kenal.

"He-eh..." Alice mengangguk.

"Hahh.. Pasti dokter sialan yang kau maksudkan sejak tadi adalah dokter Laudia? Iya kan?" Terka Viona kemudian sambil menunjukan wajah sangarnya.

"Bebh, dari mana kau tahu?" Alice yang kini balik terkejut, karna terkaan Viona benar adanya.

"Ternyata wanita itu benar-benar cemburu denganmu, bebh." Ujar Viona dengan entengnya.

"Vio... Dari mana kau tahu tentang Laudia? Apa kau mengenalnya?" Tanya Alice kali ini dengan penasaran yang luar biasa.

"Aku berkenalan dengannya sepulang dari menemani Azka sarapan pagi saat kau di rawat di rumah sakit. Dokter bodoh itu tengah bertengkar mulut dengan dokter gagah berlesung pipi dan berkaca mata itu. Sepertinya dia cemburu karena dokter Reza akan kembali mengunjungimu." Viona menjelaskan.

"Apa? Jadi kalian sudah saling mengenal, dan Laudia juga pernah bertengkar dengan Reza karena diriku?" Tanya Alice lagi.

Viona menganggukan kepalanya. "Siapa yang akan bertahan dengan wanita pemarah sepertinya." Oceh Viona kesal.

"Ya ampun bebh, aku tak menyangka akan hal itu. Sepertinya dokter Laudia salah sangka, aku harus meminta maaf padanya besok." Ungkap Alice.

"Apa? Meminta maaf?" Pekik Viona seketika.

"Iya bebh, aku akan meminta maaf padanya dan memberikan penjelasan agar ia tak salah paham lagi."

"Tidak Alice, dia yang harusnya meminta maaf padamu." Viona tak terima dengan pendapat Alice.

"Tapi bebh..."

"Tidak ada kata tapi, Alice... Ia yang mencurigaimu, ia yang menuduhmu mengambil hati direktur, ia yang marah atas ijin 1 Minggu yang diberikan rumah sakit, ia juga yang mengataimu tentang dokter Reza. Mengapa kau yang harus minta maaf." Kini Viona tampak sangat kesal karena sahabatnya begitu naif.

" Tapi Vio..."

"Alice, jika kau masih menganggap ku sebagai sahabatmu, maka dengarkan aku. Dia tak pantas menerima permohonan maafmu." Tegas Viona seketika.

Alice tak lagi bisa membantah Viona, ia sadar jika selama ini sahabatnya itu selalu mensupport nya dengan luar biasa, untuk itu dia hanya bisa diam dengan keputusan sang sahabat.

"Kau beli makanan ini dimana?" Alice kemudian mengalihkan pembicaraan mereka sambil menyuapkan potongan pizza ke dalam mulutnya. Viona masih tampak kesal.

"Bebh... Ayolah, kenapa wajahmu seperti itu?" Bujuk Alice sekali lagi.

"Alice, aku tak ingin kau minta maaf pada wanita itu. Apapun yang terjadi jangan pernah kau merasa bersalah atas apa yang terjadi. Dia sendiri yang menyusahkan dirinya, biarkan dia dengan pikiran bodohnya itu."

Alice akan kembali membantah, namun ia urungkan niatnya. Ia tak ingin Viona akan semakin marah jika sekali lagi ia membantah, akhirnya Alice mengalah dan mengganti topik pembicaraan mereka.

"Iya bebh, aku tidak akan meminta maaf padanya." Jawab Alice. "Sekarang ceritakan padaku tentang masa lalu Azka." Pinta Alice seketika.

"Iya lebih baik jika kita membicarakan hal itu." Ujar Viona, ia kemudian menyudahi makannya dan meneguk air mineralnya sebelum akhirnya bercerita. "Azka adalah seorang duda. Istri dan anaknya, meninggal dalam sebuah kecelakaan beberapa tahun lalu." Ujar Viona.

"Apa? Jadi Azka sudah menikah dan mempunyai anak?" Alice begitu terkejut dengan penuturan Viona.

"Hmp... Iya benar, ia sudah memiliki istri dan anak sebelumnya. Istrinya juga adalah seorang dokter sama seperti mu, dan anaknya baru berusia 4 tahun. Namun kejadian naas pada malam hari itu merenggut dua orang yang begitu Azka cintai dalam hidupnya. Dan yang Azka sesali sepanjang hidupnya adalah pertengkaran yang terjadi antara ia dan istrinya lah yang menjadi pemicu kejadian buruk tersebut." Cerita Viona , Alice tampak mendengarkan dengan seksama dan ada rasa prihatin di wajahnya.

"Kasihan sekali Azka." Ujar Alice.

"Ia bertengkar dengan istrinya karena istrinya ingin melanjutkan sekolah spesialis kandungan, tapi Azka yang saat itu masih kuliah S2 Hukum meminta agar istrinya mengurungkan niatnya untuk kembali sekolah karena tak ada yang mengurus anak mereka. Itulah yang menjadi awal pertengkaran mereka, istri dan anaknya lalu pergi dari rumah mereka malam itu dan mobil yang mereka kendarai dalam kecepatan penuh melaju melewati rambu lalu lintas yang menandakan mereka harus berhenti. Tabrakan akhirnya tak dapat dihindari." Viona mengakhiri ceritanya.

"Sekali lagi karir membuat kita kehilangan orang yang kita cintai." Ujar Alice lirih.

"Kau mengingat seseorang?" Tanya Viona.

"Jika saja Edward tidak lebih mementingkan karirnya, mungkin saja kami sudah menikah dan berbahagia." Ujar Alice.

"Edward meninggalkanmu bukan karena lebih mengejar karir nya, tapi karena ia lebih mencintai wanita lain. Ia melepaskanmu dan Angel karena dia terpikat dengan wanita anak jendral itu. Kau tidak perlu menyesali apa yang telah terjadi antara dirimu dengan lelaki biadap itu." Viona kembali dengan amarahnya.

"Iya bebh, aku tidak akan pernah menyesali semua hal bodoh itu. Sekarang aku sudah cukup bahagia karena memiliki Angel, dirimu dan juga Ronald." Ujar Alice sambil menatap dalam ke arah mata Viona.

"Aku akan selalu menjadi sahabatmu, bebh..." Balas Viona.

"Oh ya, aku turut prihatin dengan kisah Azka, tapi tolong katakan padanya jika aku tak bisa menjadi bagian dari kisah itu. Aku hanya menghormatinya sebagai partner dan tidak memiliki rasa yang lebih." Ujar Alice.

"Hmp... Iya bebh, aku tahu. Dan aku rasa Azka juga sudah mulai menerima kenyataan kedekatanmu dengan Ronald."

Keduanya larut dalam pikiran masing-masing, yang jelas tampak semyuman manis dari kedua sahabat itu, tak ada lagi yang lebih berharga dari seorang sahabat yang rela mati untuk sahabatnya.

...