Seminggu telah berlalu, Alice tampak sudah siap untuk aksinya menjadi seorang dokter UGD lagi. Hari yang cerah itu Alice menggunakan kemeja berwarna pink dengan celana kain berwarna krem, baju yang agak gombrang itu ia sisipkan ke dalam celananya, ia juga mengenakan sepatu kets berwarna putih dan jam tangan berwarna putih. Rambutnya ia ikat dengan satu simpul di tengah kepalanya, sementara poninya ia biarkan terurai berantakan.
"Hemp... Penampilanmu hari ini cukup keren, untung kau tidak mengenakan celana jeans, jika kau mengenakannya kau akan lebih mirip dengan preman kampus." Ujar Viona ketika Alice telah siap dan berjalan ke meja makan.
"Apakah ini tidak cocok untukku?" Tanya Alice.
"Kau cantik dan sempurna dalam busana apapun, bebh. Aku jadi ingin tahu apa respon Laudia ketika melihatmu hari ini." Viona tampak nyengir bahagia.
"Bebh..." Panggil Alice lembut. "Jangan seperti itu, kasihan mungkin Laudia benar hanya salah paham saja padaku." Alice tak ingin sahabatnya selalu berpikir negatif seperti itu.
"Alice, dengarkan aku. Apapun yang terjadi kau tak boleh menyapa wanita itu lebih dulu. Kali ini kau harus menunjukkan sikap angkuhmu di depannya. Ingat, kau tak boleh meminta maaf padanya. Dan tetaplah santai seperti biasanya jika bertemu Reza." Viona kembali mengingatkan Alice.
"Bebh, ini sudah yang ketiga kalinya kau mengatakan hal ini." Alice tampak gusar karena ocehan sahabatnya kini.
"Kuulangi terus menerus agar kau mengingatnya dengan baik, bebh." Balas Viona.
"Iya bebh, iya..." Kata Alice sambil menarik bangku dan segera menduduki bangku itu.
"Ini sarapanmu." Viona memberikan sepotong sandwich dan segelas susu kepada Alice.
Keduanya lalu menikmati sarapan pagi mereka.
Setelah menghabiskan sarapan mereka, Alice dan Viona lalu bergegas untuk menuju tempat kerja mereka. Seperti biasa Viona akan mengantar Alice lebih dulu sebelum ia melanjutkan perjalanan ke kantornya.
...
Mobil yang dikendarai Viona tiba di depan Lobby rumah sakit saat dokter Laudia keluar dari dalam rumah sakit itu dengan wajah kusutnya pertanda dokter itu baru lepas dinas malam.
Alice turun dari mobil dengan angkuhnya, dengan tampilan sempurna seperti tadi dengan jas dokter berwarna putih ia kalungkang di lengan kirinya, sementara tangan kanannya berlenggang dengan tas mungil berwarna pink.
"Thanks you bebh, sampai jumpa nanti." Kata Alice ketika ia telah turun dari mobil, senyum bahagia terpancar dari wajah bening Alice.
Ia kemudian berjalan masuk ke arah lobby rumah sakit tanpa menghiraukan Laudia yang sejak tadi sedang mengamatinya dari ujung kaki hingga ujung kepalanya. Sementara Viona tersenyum angkuh saat melihat perilaku sahabatnya itu dari kaca spion mobil. "Kau melakukan hal yang tepat, Alice. Biarkan dokter bodoh itu menjadi panas karena rasa irinya." Celutuk Viona, lalu berlalu dari rumah sakit itu.
"Wah...wah... Anda Hebat sekali, penampilan anda seperti seseorang yang akan pergi ke mall bukan datang untuk berdinas." Tiba-tiba Viona mengeluarkan sapaan menyindir Alice.
Alice yang tak merasa tersinggung dengan ucapan itu, segera melanjutkan langkahnya menuju pintu lobby tanpa berpaling sedikit pun ke arah Laudia.
"Dokter Alice!" Teriak Laudia gusar, sambil menyambar tas tangan yang dipegang Alice itu.
Sambaran tangan Laudia yang kasar itu membuat tas tangan Alice yang dipegangnya dengan santai itu terhempas dari tangannya lalu jatuh di atas lantai. Isi dari tas kecil itu berhamburan di lantai.
Alice membalikan tubuhnya ke belakang, mendapati Laudia yang tampak marah melihat Alice yang tak mempedulikan dirinya, ia lalu menatap ke lantai di mana ponsel, bedak, parfum, lipstik dan id card-nya berceceran keluar dari dalam tas miliknya.
Dengan angkuh dan percaya diri Alice memandang ke arah Laudia sambil menampilkan senyum sinisnya.
"Angkat tas dan barang-barang saya!" Perintah Alice santai.
"Apa?" Laudia ternganga mendengar perkataan Alice.
Alice sekali lagi tersenyum sinis tanpa membalas perkataan Laudia.
Untungnya suasana pagi itu tidak begitu ramai, hanya ada 2 orang satpam yang berjaga juga beberapa pasien dan keluarga yang sedang berlalu-lalang di depan lobby itu.
"Anda menyuruh saya mengangkat itu?" Laudia menunjuk ke arah tas dan barang-barang yang masih berhamburan di lantai.
"Iya... Anda yang menjatuhkannya bukan? Jika bukan karena tangan anda, mana mungkin tas saya bisa terjatuh seperti itu." Jawab Alice masih dengan santai dan angkuhnya.
"Saya tidak akan mengangkatnya."
"Okay... Kalau begitu, biarkan saja disitu! Saya akan melaporkan ini kepada pak direktur, saya akan memberitahu jika ada karyawannya yang tak tahu sopan santun. Saya punya bukti CCTV!" Ujar Alice kembali dengan santai sambil menunjuk ke arah CCTV yang terletak di pojok.
"Dan saya yakin, kedua satpam kita pun melihat kejadian ini tadi, anda meneriaki nama saya dengan kerasnya dan menarik tas tangan saya dengan kasar." Alice tersenyum licik.
"Kau benar-benar mencari masalah denganku ya dokter Alice Valencia? Apa kau ingin ribut denganku?" Laudia menjadi naik pitam mendengarkan ancaman Alice. Ia sudah tak mempedulikan lagi bahasa yang digunakannya.
"Saya hanya meminta anda untuk mengangkat tas saya itu."
"Untuk apa saya melakukan hal sebodoh itu? Mengangkat barang yang bukan milik saya?" Laudia masih terlihat marah, matanya melotot seperti akan keluar dari kelopak yang menahannya.
"Karena tangan bodoh anda yang membuatnya terjatuh." Jawab Alice santai.
Laudia tak dapat lagi menahan amarahnya, kata 'tangan bodoh' yang diucapkan Alice membuat dokter yang baru saja lepas dinas malam itu menjadi marah besar. "Dokter Alice, Kau..." Laudia akan melayangkan tangannya menuju pipi Alice, namun tangan itu dengan cepatnya di pegang oleh seseorang dari arah belakang.
"Laudia!" Bentak suara dari lelaki yang menahan tangannya itu.
"Dokter Reza..." Sapa Alice pada dokter tampan itu. "Terimakasih! Untung anda datang tepat waktu. Karena jika tangannya yang ia pakai untuk menjatuhkan tasku itu ia gunakan lagi untuk menampar pipiku, maka sudah pasti saya akan melanjutkan ini ke ranah hukum." Ujar Alice masih dengan santainya.
"Apa yang terjadi?" Tanya Reza seketika. "Ada apa denganmu Laudia?" Reza memandang ke arah Laudia yang masih menatap penuh amarah kepada Alice.
"Dia menjatuhkan tas milik saya itu." Alice menunjuk tas dan barang-barang yang masih pada posisi tadi. "Saya hanya memintanya untuk mengangkatnya kembali, tapi ia malah akan menampar saya." Adu Alice.
"Laudia, ada apa denganmu?" Reza bertanya sambil menggoyangkan lengan Laudia agar pandangan Laudia beralih kepadanya.
"Jadi kau membela wanita itu?" Laudia membalas perkataan Reza tanpa mengalihkan pandangan mematikannya dari Alice, matanya masih menatap marah kepada Alice.
"Aku tidak membelanya, aku hanya tak mengerti dengan tindakanmu ini. Kita berada di rumah sakit sekarang, Laudia. Tenangkan dirimu." Bujuk Reza, ia kemudian berjongkok ke bawah untuk memungut barang-barang Alice dan memasukannya kembali ke dalam tas, lalu memberikan tas itu kepada Alice yang masih tetap santai walau dalam keadaan menegangkan seperti ini.
"Kenapa malah kau yang mengambilnya?" Laudia memandang Reza dengan sakit hati. Amarah dan sakit hati yang di pendamnya hampir meneteskan air yang sudah penuh di pelupuk matanya.
"Aku minta maaf atas nama Laudia, dokter Alice." Reza memohon maaf pada Alice tanpa mempedulikan omongan Laudia.
"Okey, tidak masalah. Sekali lagi terimakasih dokter Reza." Ujar Alice. "Aku masuk dulu, sudah jam 7." Kata Alice lagi sambil tersenyum manis dan mengedipkan mata kirinya kepada Reza.
Sebelum masuk ia sempat membungkukan tubuhnya untuk pamit kepada kedua satpam yang sejak tadi melihat kejadian itu, kedua satpam itu membalas dengan senyum, lalu Alice membalikan tubuhnya meninggalkan mereka.
"Setelah seminggu kau tak menegurku, sekarang kau malah membela wanita itu dan mempermalukan diriku?" Laudia menatap tajam pada Reza.
"Aku akan mengantarkanmu pulang!" Ujar Reza tanpa mempedulikan pertanyaan Laudia.
"Tidak perlu. Aku bisa naik taksi sendiri." Jawab Laudia kesal sambil menghempaskan tangan Reza yang masih memegang lengannya, lalu kemudian ia mulai melangkah meninggalkan gedung rumah sakit itu.
"Ayolah Laudia, sampai kapan kau akan marah kepadaku? Ini sudah seminggu?" Tanya Reza sambil berusaha mengejar Laudia yang berjalan semakin cepat meninggalkannya.
"Laudia..." Panggil Reza.
Laudia sendiri berjalan dengan cepatnya tanpa mempedulikan lagi panggilan Reza. Ia merasakan malu, marah dan sakit hati disaat yang bersamaan. Lelaki yang seharusnya membelanya malah kini membela orang lain, bahkan setelah seminggu mereka tak berkomunikasi. Dan akar dari masalah itu adalah dokter baru yang sampai kini ia belum mengenal siapa sebenarnya dokter itu.
Ya, dokter itu. Dokter Alice Valencia.
...