"Alice..." Panggil Ronald pelan.
"Ya..." Sahut Alice.
Mereka berdua kini telah berada di taman rumah sakit. Setelah menemani Ronald menghabiskan sarapan paginya yang telah disiapkan, Alice lalu menemani Ronald menghirup udara segar sambil berjemur di bawah sinar matahari pagi.
"Kau masih penasaran tentang hubunganku dulu dengan Elsa?" Tanya Ronald.
Alice tak menyangka jika Ronald akan membahas hal itu sekarang. Meski sebenarnya ia telah tahu cerita masa lalu sang kekasih dengan Elsa melalui cerita Elsa, tapi bagi Alice penjelasan Ronald juga cukup penting, dan lagipula Ronald tak tahu jika Alice sudah memperoleh penjelasan dari Elsa.
"Aku sebenarnya hanya tak suka ketika kau menatap Elsa seperti itu." Cemberut Alice.
"Kami sudah lama sekali tak berjumpa, wajar saja ketika kembali melihat Elsa aku jadi penasaran dengan dirinya. Tapi bukan berarti rasa penasaran itu membuatku ingin kembali merajut kisah kami yang sudah lalu." Jelas Ronald.
"Hmp... Siapa tahu saja kau masih menyimpan rasa dengannya?" Alice masih menunjukan wajah tak sukanya.
"Aku hanya mencintaimu, Alice. Percayalah!" Ujar Ronald menenangkan Alice sambil memegang kedua tangan sang kekasih.
"Iya, aku percaya." Alice kembali tersenyum.
"Kami dulu merupakan sepasang kekasih, namun karena cita-cita menjadi seorang polisi, aku pergi meninggalkannya tanpa kabar sama sekali. Itulah yang menjadi kesalahan dalam hidupku, menghilang tanpa memberikan keputusan yang pasti tentang hubungan kami." Sesal Ronald.
"Maksudnya hubungan kalian tidak benar-benar berakhir waktu itu?" Tanya Alice penasaran.
"Iya, kami tidak pernah benar-benar berpisah." Jawab Ronald.
"Ronald, setega itu kau menggantung cinta wanita yang benar-benar mencintaimu?" Alice bertanya dengan setengah kecewa.
"Itulah kesalahan terbesar dalam hidupku." Ronald menunduk.
"Kau tak mencoba untuk membicarakan ini dengan Elsa?" Tanya Alice.
"Semalam ia datang mengunjungiku." Ronald memulai ceritanya.
"Semalam?" Alice penasaran, apakah hal itu yang membuat Ronald tak menjawab panggilan teleponnya.
"Iya aku tak menjawab telepon darimu karena ada Elsa di sini." Ronald tak dapat menyembunyikan itu dari Alice.
"Hmp... Iya, tidak apa." Jawab Alice menutupi kekecewaan di hatinya.
"Aku tak ingin berbohong padamu, Alice."
"Aku tahu." Jawab Alice. "Meskipun ini menyakitkan ku, tapi aku senang karena kau sudah jujur." Walau dalam lubuk hatinya yang terdalam, Alice lebih memilih tidak tahu sama sekali jika semalam Elsa lah yang menjadi alasan Ronald tak menjawab panggilannya.
"Maaf..." Kata Ronald lagi. "Ia datang samalam menanyakan keadaanku. Karena jam berkunjung telah usai ia tak terlalu lama di sini."
"Apa saja yang kalian bicarakan?" Alice mulai menyelidiki.
"Dia menanyakan apakah aku sungguh-sungguh mencintai dirimu? Aku mengatakan jika kau adalah hidupku, aku sangat mencintaimu. Setelah itu aku memohon maaf padanya untuk hubungan kita yang berakhir dengan cara yang buruk. Aku berharap semoga setelah ini ia segera menemukan pria yang tepat untuk membuatnya bahagia. Itu saja!" Jelas Ronald.
"Apa kau sungguh telah melupakannya? Kau sama sekali tak menyimpan rasa padanya?" Tanya Alice penuh selidik.
"Alice, percayalah padaku. Aku tidak lagi mencintainya. Orang yang saat ini aku cintai dan prioritaskan adalah dirimu dan Angel. Aku sungguh-sungguh, Alice." Jawab Ronald dengan tulus.
"Apa Elsa menerima semua keputusan mu?" Tanya Alice lagi.
"Iya, dia tahu kalau kita saling mencintai."
"Aku hanya tak ingin dia terluka." Kata Alice lagi.
"Semoga Elsa baik-baik saja dan segera bertemu dengan orang yang tepat." Harap Ronald akhirnya.
"Ronald..." Panggil Alice pelan.
"Apakah terjadi sesuatu antara kau dan Elsa yang tidak aku ketahui?" Alice tiba-tiba menanyakan hal sensitif yang Elsa sendiri pun jika mendengar hal tersebut mungkin tak tahu harus menjawab apa?
Ronald terdiam, ia tak tahu harus bagaimana, haruskah ia jujur pada Alice bahwa saat kejadian penculikan itu, ia dan Elsa sempat melakukan sesuatu kekhilafan? Atau kah ia harus berbohong demi menjaga perasaan kekasihnya itu? Dan Ronald pun mengambil keputusan itu.
"Tidak terjadi apapun diantara kami berdua yang tidak kau ketahui, Alice." Kebohongan pertama yang diucapkan Ronald.
"Aku percaya padamu, tolong jangan melunturkan kepercayaan yang kuberikan padamu.!" Pinta Alice pada sang kekasih.
...
Hari sudah semakin siang, setelah tadi berjemur di bawah matahari, Alice lalu membantu Ronald membersihkan tubuhnya dengan mengelap bagian tubuh Ronald dengan air hangat juga mengganti pakaiannya. Setelah itu Alice menemani Ronald untuk melakukan beberapa pemerikasaan penunjang lain, dokter yang menangani Ronald belum memperbolehkan dirinya untuk pulang hari ini. Dokter menyarankan agar Ronald mendapatkan perawatan sehari lagi di rumah sakit.
"Seharusnya anda juga tetap berada di rumah untuk menjalankan perawatan mandiri, dokter Alice." Kata sang dokter yang adalah dokter yang menangani Ronald, Alice dan Elsa bersamaan.
"Iya dokter, saya hanya ingin berkunjung melihat keadaan Ronald, setelah ini saya akan pulang untuk beristirahat." Jawab Alice.
"Baiklah saya maklumi rasa rindu anda. Tapi baiknya anda bisa menggunakan masa libur anda benar-benar untuk beristirahat memulihkan keadaan anda." Nasehat sang dokter sebelum akhirnya meninggalkan Ronald dan Alice dalam ruangan itu.
"Hmp... Entah dia peduli, atau mungkin memang dari awal dia tidak senang denganku." Alice kesal dengan ocehan dokter tadi.
"Apa yang tadi dokter itu bilang benar, sayang. Kau seharusnya memanfaatkan libur seminggu yang diberikan rumah sakit dengan baik."
"Iya, aku tahu." Alice masih saja cemberut.
"Sekarang kamu pulang ya, aku bisa sendiri kok. Sebentar lagi pasti George datang."Ronald berusaha membujuk Alice.
"Hmp... Baiklah, aku pulang dulu. Kamu baik-baik ya, sayang. Kita harus segera pulih bersama. Okey..!!"
"Iya, kamu juga hati-hati yah. Kalau sudah sampai langsung kabari." Ronald lalu mengecup kening Alice. Alice membalas dengan mencium pipi kanan Ronald.
"Love you." Bisik Alice di telinga Ronald, lalu segera berlalu dari ruangan itu.
"Love you too." Balas Ronald sambil tersenyum mengantarkan langkah kaki sang kekasih.
...
Alice keluar dari kamar Ronald dan berjalan di koridor menuju lobby rumah sakit, ia berpikir untuk singgah sejanak di ruang UGD tempat dia berdinas. Setidaknya ia ingin 'say hello' pada rekan-rekan nya yang lain. Setelah berada di lobby ia kemudian akan berbelok menuju ruangan UGD saat seseorang memanggilnya dari belakang.
"Dokter Alice..."
Alice membalikan tubuhnya mencari suara yang memanggilnya dari belakang. "Haii... Dokter Laudia..." Sapa Alice ketika ia melihat wajah orang yang memanggil namanya.
"Anda sudah mulai bekerja lagi? Sepertinya anda sudah sehat?" Dokter Laudia menghampiri Alice.
"Saya masih mendapat libur seminggu untuk beristirahat di rumah, dok. Saya kemari untuk menjenguk Ronald." Alice menjawab pertanyaan Laudia santai. "Dokter Laudia dinas pagi hari ini?" Tanya Alice kemudian pada sang Dokter yang asik memperhatikan Alice dari ujung kaki hingga ujung rambutnya.
"Saya dinas pagi dilanjutkan dengan dinas sore lagi." Jawab Laudia sambil memperlihatkan senyum sinisnya.
"Lho, kenapa double shift dok?" Tanya Alice lagi.
"Karena kita kekurangan dokter, ada yang keluar kota, ada yang sakit dan kau sendiri mendapat libur seminggu. Yang sudah pasti membuat beban kerjaku menjadi bertambah." Perkataan Laudia mulai tak enak didengar.
"Kita kekurangan dokter ya? Hmp... Bagaimana kalau saya kembali bekerja mulai besok. Kondisi saya juga sudah mulai membaik." Jawab Alice tanpa mempedulikan sindiran Laudia.
"Tak perlu repot-repot dokter Alice, beristirahatlah sesuai ijin yang diberikan. Jarang sekali dokter mendapatkan ijin seperti itu. Ntah mengapa direktur Rumah Sakit langsung memberikan ijin seminggu untuk dokter yang baru 2 hari bekerja di sini. Anda dengan mudah bisa memenangkan hati direktur kami." Perkataan Laudia terdengar seperti sebuah comooh bagi Alice.
"Mohon maaf dokter Laudia, apa maksud pembicaraan anda barusan?" Alice mulai tidak senang dengan arah pembicaraan Laudia yang terkesan seperti Alice lah yang meminta untuk mendapatkan ijin itu.
"Banyak pekerjaan yang harus saya lakukan dokter Alice, saya pamit dulu. Saya tidak punya waktu untuk menjelaskan itu kepada anda. Berpikirlah sendiri dengan otak anda yang pintar itu ke mana arah pembicaraan saya. Dan satu hal lagi, seharusnya anda menjaga jarak dengan dokter Reza, dia telah bertunangan. Jangan merusak hubungan orang jika Anda tak ingin mendapatkan karma atas apa yang anda lakukan." Ujar dokter Laudia seketika dan beranjak dari tempat itu.
Namun Alice yang tak terima dengan maksud Laudia yang tersirat dari perkataannya tersebut, membuat Alice tak bisa untuk menahan tangannya untuk dengan kasar menarik tangan Laudia. "Dokter Laudia, tolong jelaskan apa maksud anda?"
"Dokter Alice, lepaskan tangan saya!" Bentak Laudia seketika dengan kasarnya, membuat beberapa mata yang ada di lobby rumah sakit itu lalu memandang ke arah mereka. Alice merasa dirinyalah yang menjadi tersangka di sini, ia merasa malu karena teriakan Laudia yang cukup keras itu. Pada saat bersamaan seorang perawat dari UGD berlarian ke arah mereka.
"Dokter Laudia, ada pasien kritis di UGD. Kami menunggu anda." Ujar sang perawat yang langsung membuat Laudia memalingkan pandangan kasarnya ke arah Alice.
"Kau masih mau menahan tanganku sekarang?" Tanya Laudia tajam.
Alice lalu melepaskan tangan Laudia yang sempat ditahannya tadi.
"Pikirkan baik-baik perkataan saya tadi. Anda dokter cantik dan juga pintar kan, harusnya anda sadar apa maksud saya tadi." Ujar Laudia sebelum akhirnya meninggalkan Alice yang masih malu dengan semua mata yang masih memandang dirinya.
...