Chereads / Beautiful Doctor VS The Cyber Police / Chapter 70 - Vee Jazz Cafe

Chapter 70 - Vee Jazz Cafe

# Flash back off

Hari semakin sore, Matahari yang berwarna orange di langit itu kini akan masuk di peraduannya pada balik gunung. Laudia mengahapus air mata yang masih membasahi pipinya, lalu kemudian bergegas untuk meninggalkan tempat peristirahatan terakhir Edward.

"Aku pamit pulang ya." Ujar wanita itu sebelum akhirnya ia melangkahkan kaki untuk pergi dari situ.

Dalam perjalanan pulangnya, ia mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya lalu kemudian menghubungi seseorang.

"Apa kau sibuk sebentar malam?" Tanya Laudia ketika orang di seberang telah mengangkat ponselnya.

"Ada apa?" Orang di seberang malah balik bertanya.

" Aku butuh teman." Jawab Laudia.

"Kau butuh teman, atau kau merindukanku?" Tanya suara di seberang jahil.

"Yang benar saja, untuk apa aku merindukan orang konyol sepertimu?"

"Siapa tahu saja..."

"Aku butuh tempat curhat." Suara Laudia melemah.

"Hmp... Baiklah, sebentar malam jam 7, di Vee Jazz Cafe." Jawab suara itu.

"Oke, baiklah. Siapkan telingamu untuk mendengar keluh kesah ku ya."

"Sudah kuduga. Jangan terlambat datang ya nenek lampir." Canda suara di seberang.

"Iya... Iya. Sampai jumpa." Ujar Laudia manja, lalu ponsel pun dimatikannya.

...

Suasana malam hari ini cukup bersahabat, dengan ditemani bulan purnama dan bintang-bintang, Laudia sedang asik duduk menanti kehadiran seseorang yang tadi mengatakan di ponsel agar 'jangan terlambat datang' tapi malah dirinya yang melanggar hal tersebut.

Laudia menyesap green coffee miliknya yang sudah mulai dingin, ia lalu memandangi langit terbuka yang saat ini menampilkan pemandangan indah bukti Kebesaran Yang Maha Kuasa, kemudian ia menghela napas panjang.

Vee Jazz Cafe merupakan Cafe di pinggiran pantai yang menyajikan pemandangan pantai dengan pemandangan langit secara langsung. Cafe yang dirancang dengan payung-payung besar disetiap tempat untuk pengunjungnya dengan meja barista terdapat pada sebuah mini bus yang dirancang sedemikian rupa sehingga tampil menawan. Seperti namanya Jazz, cafe ini juga menyajikan live musik dengan genre musik jazz, yang menambah suasana cafe semakin hidup.

Laudia yang tampak anggun malam ini dengan balutan mini dress berwarna orange memilih duduk pada bangku tanpa ada payung diatasnya, ia memilih untuk menikmati langsung suasana langit yang menurutnya ada seseorang yang sedang mengamatinya dari sana. Seseorang yang meskipun telah 2 tahun lebih telah meninggalkannya, namun ia selalu merasa orang tersebut masih bisa berkomunikasi dengannya meski tak terlihat lagi.

"Haii..." Sapa seseorang yang sejak tadi ditungguinya itu.

"Hehh..." Laudia melengos. "Jangan terlambat datang ya! Sepertinya ada seseorang yang mengatakan hal tadi di telepon." Laudia mengejek orang tersebut dengan memonyongkan bibirnya.

"Maaf, tadi ada laporan bahwa ada kasus baru. Aku harus memeriksa nya dulu." Ujar pria yang tampak menawan dengan kemeja berwarna putih itu. Pria dengan senyum menawan yang dapat memikat hati siapa saja dalam sekejap.

"Hmp..."

"Hmp apa? Maaf, maaf. Sebagai permintaan maaf, kali ini aku yang teraktir." Ujar pria itu sambil melihat menu yang ada di atas meja.

"Sist..." Panggilnya kemudian pada seorang pelayan wanita.

"Chicken fingers 1 porsi, onion rings 1 porsi dan minumnya... Emmp...." Pria itu berpikir sejenak "Green tea hangat kayaknya baik untuk kesehatan, Green tea hangatnya 1 juga ya." Kata pria itu kemudian.

"Kamu mau pesan apa lagi?" Tanyanya pada Laudia.

"Roti bakar coklat kejunya 1 porsi ya, sist." Ujar Laudia kemudian pada sang pelayan wanita tersebut.

Setelah menyebutkan kembali pesanan yang mereka minta tadi, sang pelayan lalu undur diri dari hadapan keduanya.

"Ada apa denganmu? Kau dan Reza bertengkar lagi?" Tanya pria itu.

"Sepertinya kami tidak berjodoh. Selalu saja ada hal yang membuat kami selalu bertengkar." Jawab Laudia.

"Kau yang terlalu egois." Omong sang pria seenaknya yang tentu saja membuat Laudia mulai murka.

"Egois katamu? Enak saja asal ngomong kamu."

"Kenyataannya memang seperti itu kan. Reza terlalu sabar menghadapimu, kalau aku jadi Reza sedah sejak dulu kau aku tinggalkan."

"Azka...!!" Pekik Laudia kesal.

"Hahahaa.... Sudah egois, galak lagi." Kekeh sang pria selanjutnya.

"Jahat!!" Laudia cemberut.

Pria itu kemudian tersenyum memperhatikan tingkah Laudia, senyum menawan milik seorang Azka Camerlo. Iya, benar sekali... lelaki tampan yang berada di hadapan Laudia kini adalah seorang komandan Cyber Police, pria yang sebenarnya menyimpan teka-teki besar juga dalam kehidupannya.

"Kalian ada masalah apa?" Tanya Azka akhirnya.

"Entahlah, mungkin memang bukan kami yang bermasalah. Tapi akulah masalahnya." Jawab Laudia kemudian.

"Kau baru sadar kalau kau itu biang masalah?" Canda Azka kemudian yang dibubuhi dengan tawanya.

"Ayolah Azka, aku sedang tak ingin bercanda." Laudia kembali cemberut.

"Okay, okay... Baiklah... I'm sorry." Azka memohon maaf sambil mengatupkan kedua tangannya. "Sekarang ceritakan padaku apa yang terjadi!" Kini ia kembali serius.

"Apa kau tidak merindukan Celia?" Laudia bukannya bercerita, ia malah mengatakan pertanyaan yang tentu saja dalam sekejap langsung mengiris batin Azka.

"Laudia, aku mohon jangan bicarakan itu saat ini." Pinta Azka kemudian.

"Aku hampir setiap waktu selalu merindukan Edward, kenapa kau tidak merindukan Celia?" Tanya Laudia lagi tanpa menghiraukan permintaan Azka barusan.

"Laudia aku tidak ingin membicarakan hal ini. Jika kau memanggilku kemari hanya untuk hal konyol seperti ini, maka aku akan pergi sekarang!!" Azka tampak kesal dan akan beranjak dari bangku duduknya untuk meninggalkan Laudia.

"Jangan pergi!" Pinta Laudia sambil memegang pergelangan tangan Azka, yang diikuti dengan tangisannya yang meledak.

"Hiks...hiks...hiks..."

Azka yang melihat hal itu lalu mengurungkan niatnya untuk pergi, ia kemudian kembali mendudukkan pantatnya.

Disaat bersamaan, pelayan cafe datang membawakan pesanan mereka.

"Permisi Tuan, Nyonya." Kata sang pelayan.

"Owh iya silahkan." Ujar Azka kemudian, lalu sang pelayan menyajikan pesanan yang tadi mereka minta.

"Selamat menikmati." Ujarnya lalu kemudian meninggalkan Azka dan Laudia.

"Apa kau begitu membenci Edward hingga saat ini?" Tanya Laudia kemudian setelah sang pelayan pergi.

"Laudia, ayolah aku sungguh tak ingin membicarakan hal ini." Azka kembali tampak kesal.

"Aku tahu kau pasti sudah bosan mendengarkan pemohonan maafku, tapi aku mohon tolong maafkan Edwardku, dia juga menjadi korban dalam kecelakaan itu. Setidaknya, pergilah sekali saja ke makamnya. Kau merupakan teman terbaiknya, masakan sampai saat ini kau masih belum memaafkannya." Pinta Laudia kemudian.

"Laudia, aku bilang cukup! Aku benar-benar bosan sekarang mendengarkan hal bodoh itu dari mulutmu. Yang aku inginkan permintaan maaf itu keluar dari mulutnya sendiri, selama bertahun-tahun aku berharap dia akan sadar dari tidurnya yang panjang. Tapi apa yang aku dapat, aku kehilangan semua orang yang aku sayang. Anak dan istriku pergi untuk selamanya, lalu sahabatku koma dalam waktu panjang, sampai akhirnya dia meninggal." Azka tampak larut dalam kesedihan yang tak bisa diungkapakan lagi. "Aku mohon Laudia, jangan pernah bicarakan ini lagi!" Pinta Azka di ujung kalimatnya.

"Aku sangat merindukannya, jika saja malam itu kami tidak bertengkar dan jika saja malam itu aku mengijinkannya untuk menikahi wanita itu, mungkin semua kejadian buruk itu tak akan merenggut nyawa dari orang-orang yang kita cintai." Sesal Laudia.

"Laudia, apa maksud perkataanmu?" Tanya Azka seketika.

"Selama hampir 5 tahun ini tak ada satu orang pun yang tahu pertengkaran apa yang terjadi diantara kami berdua malam itu. Tapi aku rasa mungkin ada baiknya jika aku berbagi hal ini kepada seseorang. Karena kau temanku dan juga teman dari Edward dan Reza, jadi aku pikir tidak masalah jika kau mengetahuinya." Laudia mulai bercerita.

"Edward memintaku untuk membatalkan pernikahan kami, ia memintaku untuk melepaskannya karena ia telah menghamili seorang wanita dan dia ingin bertanggung jawab atas perbuatannya pada wanita itu." Lanjut Laudia.

"Apa? Dia menghamili seseorang?" Azka tampak terkejut, ia tak menyangka temannya itu telah melakukan hal bodoh seperti itu. Pasalnya selama 2 tahun ia mulai mengenal Edward karena bertugas di Divisi yang sama di kota Orlanda, Edward bukanlah sosok yang bergonta-ganti pasangan. Apalagi ia selalu menghabiskan waktu di kantor dengan pekerjaan yang menumpuk, jika ada waktu luang ia lebih banyak mengisi waktu luangnya itu bersama Laudia. Jadi kemungkinan untuk Edward berselingkuh sangatlah tidak mungkin.

"Iya..." Jawab Laudia.

"Siapa wanita itu?" Tanya Azka penasaran.

Laudia menggelengkan kepalanya.

"Ia mengatakan agar aku menunggu sampai besok, dia berniat untuk menceritakan semuanya secara langsung dengan orang tuaku.Tapi nasib naas itu tak memberikannya kesempatan untuk menceritakan semuanya kepada kami." Laudia tampak sangat menyesal.

"Lalu bagaimana dengan wanita itu? Apa dia tahu akan hal yang menimpa Edward?" Azka kembali penasaran.

"Aku tak pernah menceritakan hal ini pada siapapun, tapi aku secara diam-diam menunggu jika ada orang yang datang untuk melaporkan dirinya di kantor Polisi Orlanda. Tapi sampai detik ini, tak ada laporan apapun yang datang untuk Edward. Mungkin wanita itu telah menggugurkan kandungannya setelah mengetahui keadaan Edward saat itu." Jawab Laudia.

Azka mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti, tangannya mengambil beberapa chicken fingers dan memasukannya ke dalam mulutnya.

"Minggu depan aku akan mengunjungi Edward, apa kau ingin ikut bersamaku?" Tanya Laudia kemudian.

"Andai malam itu aku tak mempertanyakan tetang sekolah spesialis Celia, andai malam itu tanganku tak menampar pipinya, andai saja aku bisa mengulang kembali waktu. Hahhh.... Aku sungguh sangat menyesali segalanya." Azka memegang dadanya yang terasa sesak.

"Mungkin memang takdir tak berpihak pada kita untuk hidup lama bersama mereka." Ujar Laudia.

"Baiklah, aku akan ikut denganmu minggu depan." Jawab Azka kemudian yang dibalas dengan senyum manis Laudia.

...