Chereads / Beautiful Doctor VS The Cyber Police / Chapter 69 - Laudia dan Edward

Chapter 69 - Laudia dan Edward

Laudia memasuki Blok 4C tempat yang selalu rutin ia datangi setiap bulannya, bahkan saat ia melalui masa yang menurutnya sulit dalam hidup, ia selalu mengunjungi tempat ini. Blok 4 merupakan bagian dari San Memorial Hills yang menghadap ke arah laut,

Wanita itu kini berdiri tepat di depan makam yang di tujunya itu, meski tadi Paman Bernard mengatakan bahwa mungkin rumput di blok 4C sudah agak tinggi, namun ternyata makam di blok ini masih tetap rapi, bersih dan rumputnya tak setinggi dalam pikiran Laudia sebelumnya. Di blok ini ada 6 makam dan salah satunya adalah makam yang ingin dikunjungi Laudia. Ia menatap hampa pada gundukan tanah yang ditumbuhi rumput hias itu, pada bagian atas makam terdapat batu nisan dengan tulisan *Edward Michaels - Lahir Valencia, 20 Maret 1988 - Wafat Grazia, 28 Desember 2017*

"Edward, aku rindu!" Ujar wanita itu dalam tatapan hampanya yang sudah pasti tak akan ada jawaban dari yang diajaknya berbicara.

Laudia yang sejak tadi berdiri berhadapan dengan makam itu, kini melangkah ke arah samping makam dan duduk berjongkok dengan lututnya bersimpuh pada samping gundukan itu.

"Maaf aku tak membawa bunga" Laudia kembali bercakap dengan makam itu sambil mengelus batu nisannya. "Aku lelah Edward. Aku tak tahu harus bagaimana lagi?!"

Ia lalu mulai menitikan air matanya. "Aku dan Reza bertengkar, entah mengapa aku mulai merasa cemburu saat ia menatap dokter baru itu. Mungkinkah aku sudah mencintainya, Edward?" Laudia bertanya pada gundukan itu.

"Aku tak mungkin melupakanmu secepatnya itu kan? Mereka mengatakan kalau Reza mencintaiku dengan tulus, tapi tetap saja aku belum bisa menerima semua kenyataan ini. Aku masih tetap menganggap Reza hanya sebagai teman walaupun pada kenyataannya kami telah berpacaran. Selama 8 Bulan ini aku berusaha untuk mencintainya, tapi aku belum bisa melupakan setiap kenangan manis bersamamu. Apa yang harus aku perbuat Edward? Apakah aku terlalu egois untuk menuntut pada Tuhan agar kita bisa kembali bersama? Bahkan masih banyak mimpi kita yang belum terwujud." Laudia meluapkan semua kekesalannya dengan mengadu pada gundukan tanah yang tak bernyawa itu.

"Aku mohon maafkan aku, Edward...." Tangis wanita itu kembali pecah. Ia kembali mengingat kejadian yang terjadi malam itu, malam yang begitu ingin ia lupakan dalam hidupnya, namun semakin ia berusaha melupakannya, malah semakin ia merasa bersalah untuk setiap hal yang terjadi dalam kehidupannya. Sejak saat itu Laudia sering mengutuki dirinya sendiri, ia bahkan tak rela ketika para dokter spesialis memintanya untuk melepas semua alat bantu yang terpasang pada tubuh Edward.

"Nona Laudia, anda juga seorang dokter. Tuan Edward mengalami mati batang otak, ia hanya bertahan dengan bantuan alat-alat ini, ia sama sekali sudah tidak merespon. Anda mau mempertahankannya berapa lama lagi? Ini sama saja anda menyiksa dirinya. Anda harus mengikhlaskannya!" Ujar seorang dokter di ruangan ICU rumah sakit tempatnya kini bekerja.

Laudia mengingat kembali masa-masa dimana akhirnya ia harus dengan rela mengikhlaskan kepergian Edward untuk selamanya. Ia tak menyangka jika usahanya mempertahankan Edward untuk tetap hidup selama 2 tahun 10 bulan menjadi sia-sia ketika dengan jujur seorang dokter mengatakan jika orang yang dicintainya itu mengalami mati otak.

Semua kisah mereka berawal dari Edward yang adalah seorang dokter muda yang kemudian lulus menjadi seorang perwira polisi dan mengikuti pendidikan, pelatihan serta penempatan tugas di kota Orlanda, sebuah kota yang merupakan tempat pendidikan para Calon Perwira polisi. Edward yang begitu rajin dan ramah akhirnya menarik perhatian seorang Jendral karena sikapnya tersebut. Jendral itu kemudian mengenalkan Edward dengan anak perempuannya. Pada pertemuan pertama mereka, sang anak yang adalah dokter Laudia langsung jatuh hati pada sosok Edward, yang ternyata cintanya itu tidak bertepuk sebelah tangan. Edward pun merasakan hal yang sama, akhirnya mereka berkomitmen untuk serius pada sebuah hubungan.

Selama proses pendidikan dan ikatan dinas Edward selama 2 tahun itu, Laudia selalu setia mendampingi sang kekasih. Laudia yang ramah dan penuh kasih sayang serta peka terhadap lingkungannya membuat Edward semakin menyanyangi wanita itu. Edward bahkan telah membawa Laudia ke kota Valencia untuk menemui kedua orang tuanya dan keduanya melakukan pesta pertunangan mereka di sana.. Namun entah bagaimana sehingga suatu waktu hubungan harmonis antara mereka berdua menjadi kacau ketika Edward melakukan perjalanan dinasnya selama sehari di kota Grazia, ada sesuatu yang disembunyikan rapat oleh lelaki itu, sampai akhirnya setelah beberapa bulan berlalu akhirnya Edward mengakui kesalahannya.

"Aku melakukan kesalahan Laudia. Aku tak tahu harus menjelaskan semuanya dari mana. Tapi sepertinya kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Aku tidak bisa menikahimu, Laudia!" Ucap Edward pada malam itu.

"Apa maksud perkataanmu, Edward?" Tanya Laudia tak mengerti.

"Aku menghamili seorang gadis. Aku harus bertanggung jawab atas perbuatanku." Jawab Edward sambil tertunduk.

"Apa maksudmu? Aku tahu kalau kau suka bercanda, Edward. Tapi kali ini leluconmu ini sungguh tidak lucu." Laudia mulai kesal.

"Aku tidak bercanda, Laudia. Kali ini aku sedang tidak berbohong!! Aku mohon maaf, Laudia. Aku menghamili wanita lain!!" Kalimat yang keluar dari mulut Edward itu sungguh menusuk jantung Laudia, seakan seluruh dunianya runtuh saat itu juga. Dan kali ini Laudia tahu, jika Edward mengatakan kebenaran yang sesungguhnya.

"Sejak kapan kau menjalin hubungan dengan wanita lain, Edward? Apa diriku tidak cukup bagimu sehingga kau harus tertarik dengan wanita lain, bahkan sekarang kau mengatakan jika kau telah menghamilinya?" Wajah Laudia kini memerah karena marah juga karena ia berusaha menahan tangisnya.

"Maafkan aku, Laudia..."

"Aku tidak bisa menerima ini, Edwar!! AKU TIDAK BISA!!" Laudia mulai histeris.

"Laudia, tenanglah!!" Bujuk Edward.

"Siapa wanita itu? Siapa dia? Wanita seperti apa yang mau merusak hubungan seseorang dengan memberikan dirinya untuk ditiduri? Perempuan jalang, aku akan memberikan dia pelajaran!!" Untuk pertama kalinya Laudia begitu marah dan mulai mengumpat seperti itu.

"Ladia cukup! Jangan berbicara seperti itu lagi!" Pinta Edward tenang.

"Kau membelanya? Apa dia memberikan kesan yang tak bisa kau lupakan? Apakah kau menikmati bercinta dengan perempuan murahan itu, hingga kau lebih memilihnya dan akan membatalkan pernikahan kita hanya karena perempuan sampah itu? Hahhh?"

"CUKUP LAUDIA!!" Sarkas Edward seketika penuh emosi.

Laudia begitu terkejut dengan bentakan yang keluar dari mulut Edward, pasalnya selama mereka menjalin hubungan selama 2 tahun ini, tak pernah sekalipun sang kekasih membentaknya seperti itu. Laudia melotot penuh tanya ke arah Edward tanpa mampu membalas perkataan sang kekasih. Edward menghela napas panjang lalu kemudian berusaha tenang untuk menjelaskan semua dengan baik kepada Laudia.

"Jangan salahkan dia. Dia wanita baik-baik yang pernah ku kenal, hanya saja mungkin keberuntungan tidak berpihak padanya. Semua adalah kesalahanku Laudia, aku tidak ingin membela diri. Aku akan menceritakan semuanya secara langsung dengan papa dan mamamu, sekarang aku ingin kau melepaskan ku, Laudia." Edward berbicara dengan tenang pada Laudia.

"Kau ingin aku melepaskanmu? Hahahahaa.... Tidak, aku tidak akan melakukan itu!" Jawab Laudia santai sambil memperlihatkan tawanya.

"Kau bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik dariku, Laudia. Aku meminta ini untuk wanita yang sekarang telah mengandung anakku, aku mohon!! Tidakkah kau memikirkan keadaannya sebagai sesama wanita?" Edward memohon.

"Tidak! Aku bukan wanita yang kuat dan tegar, yang bisa dengan sukarela memberikan milikku kepada orang lain. Aku tidak bisa!!"

"Laudia, aku mohon padamu!" Pinta Edward sepenuh hati.

"Beritahu aku siapa wanita itu? Aku akan memintanya untuk menggugurkan kandungannya!" Laudia tetap pada pendiriannya.

"Aku akan menceritakan semua kejadiannya secara langsung saat bertemu papa dan mamamu, aku tidak ingin mengulang cerita ini dua kali. Besabarlah sampai besok! Dan aku mohon, jangan pernah merendahkan dia, karena dia sedang mengandung anakku. Aku mencintainya, Laudia."

"Apa kau bilang, kau mencintainya? Lalu apa arti diriku bagimu? Pernikahan kita? Kau sendiri yang menentukan tanggal pernikahan kita bulan depan? Lalu mengapa kau berubah pikiran sekarang, Edward? Semudah itu kau melupakanku?" Laudia mulai menangis.

"Maafkan aku, Laudia...." Hanya itu yang keluar dari bibir Edward.

"Kau harus menjawab pertanyaan ku? Apa arti aku untuk dirimu? Apa kau tidak mencintaiku lagi, Edward?" Tangis pilu Laudia.

"Aku masih sangat mencintaimu, Laudia. Aku sangat mencintaimu. Justru itu aku harus meninggalkanmu, kau tidak pantas untuk mendapatkan lelaki seburuk diriku." Edward mulai menundukan kepalanya dan menangis pilu.

"Aku bisa menerima semua ini Edward, aku tahu kalau kau khilaf dengan wanita itu. Mari kita menemui dia bersama, ijinkan aku untuk mengasuh anakmu sebagai anak kita setelah dia melahirkan, aku mohon jangan batalkan pernikahan kita, Edward!!" Kini Laudia seperti seseorang yang sedang mengemis pada sang kekasih.

"Laudia, ini tidak akan semudah itu. Aku hanya menginginkan yang terbaik untukmu, tolonglah lepaskankan aku. Jika kau tahu kisah yang sebenarnya kau akan sangat membenciku, aku telah banyak menutupi kebenaran darimu. Aku mohon, ikhlaskan aku untuk menikahinya."

"Tidak Edward. Jika itu yang kau inginkan, maka kau juga menginginkan kematian ku!" Ancam Laudia seketika.

"Laudia, apa yang kau pikirkan?" Sarkas Edward.

"Aku lebih baik mati dari pada harus melihatmu menikahi wanita lain!!" Laudia tak mau kalah.

"Laudia, aku bukan orang baik untukmu, sungguh kau tidak akan rugi dengan melepaskan ku. Aku mohon lepaskanlah aku, iklaskan aku untuk pergi!!"

"Kau sungguh tidak mengindahkan perkataanku, kau kira perkataan ini hanya sekedar ancaman?" Laudia menatap dalam pada mata Edward.

"Aku akan membuktikannya sekarang! Aku lebih baik mati, dari pada harus melihatmu bersama wanita lain!!!"

Laudia lalu mengambil kunci mobil miliknya, lalu bergegas keluar dari rumah kontrakan milik Edward.

"Laudia... Laudia, dengarkan aku!" Panggil Edward.

Tapi wanita itu tidak lagi berbalik untuk melihat Edward, ia lalu masuk ke dalam mobilnya itu dan menyalakan mesin mobilnya. Edward menggedor-gedor kaca mobil dengan telapak tangannya agar Laudia segera membuka pintu mobil atau sekedar menurunkan kaca mobil tersebut, namun upaya Edward tidak berhasil, wanita itu malah tancap gas seketika dan melaju pergi dengan kecepatan tinggi dari halaman rumah kontrakan Edward.

Edward yang begitu khawatir dengan apa yang akan dilakukan sang kekasih, lalu mengambil kunci mobilnya, mengeluarkannya dari garasi dan bergegas menyusul sang kekasih. Hanya sekitar selang 5 menit dari saat Laudia pergi lebih dahulu, namun dengan kecepatan yang lumayan tinggi Edward belum juga bisa menyusul mobil sang kekasih. Edward lalu menambah kecepatannya, ia mendapati mobil Laudia menyusuri jalanan licin karena hujan yang turun sejak tadi. Wanita itu melihat dari kaca spion samar-samar karena hujan menghalangi pandangannya, sebuah mobil yang adalah milik sang kekasih sedang mengikuti mobilnya, ia pun tak mau kalah, ia semakin menancap gas mobil yang dikendarainya itu. Baru sekitar 10 menit sejak Edward berkendara, tepat pukul 21.40. Di sebuah perempatan jalan yang sunyi, sebuah mobil di seberang kanan yang harusnya berhenti karena lampu merah di sana malah menerobos lampu merah itu dengan kecepatan tinggi, mobil Edward yang melihat tanda hijau dari jauh dan melihat mobil Laudia yang telah lolos ke seberang tak sempat pula untuk memberhentikan mobilnya yang sedang dalam kecepatan tinggi.

Akhirnya kejadian naas itu tak dapat dihindarkan.

Dan... Brakkkk....

Prak...prak..

Mobil Edward menabrak mobil sedan berwarna merah. Hantaman yang kuat karena sama-sama dalam kecepatan tinggi, membuat mobil Edward terpental ke udara dan terguling hingga 2 kali, sementara mobil yang ia tabrak tersebut pun mengalami hal yang tak kalah fatal.

Cittzz...

Laudia yang melihat kejadian itu dari kaca spionnya, lalu menghentikan mobilnya secara mendadak. Sesuatu yang buruk telah terjadi di belakangnya, dan sang kekasih menjadi salah satu korban dalam tragedi itu.

"Edward...." Pekiknya seketika.

....