Pertengkaran antara keduanya siang tadi masih berlanjut hingga saat mereka menyelesaikan dinas mereka di rumah sakit hari ini.
"Laudia, ada apa denganmu? Kau mencemburui sesuatu yang tidak jelas. Tanpa alasan!!" Reza membuka suaranya ketika mereka berdua telah berada di dalam mobil untuk pulang.
"Apa, kau bilang tanpa alasan?" Sarkas Laudia seketika.
Reza yang akan segera menjalankan mobilnya, akhirnya mengurungkan niatnya itu, ia lalu mengembalikan persneling mobilnya ke normal.
"Aku hanya menganggap Alice seperti dokter yang lainnya, dia baru bergabung dengan rumah sakit ini, apa salahnya jika aku memberi perhatian seperti itu. Lagi pula itu hanya perhatian biasa, kau yang terlalu berlebihan menyikapi sesuatu." Reza tampak mulai kesal dengan tingkah sang kekasih.
"Tidak Reza ini bukan hal biasa. Kau menyembunyikan sesuatu dariku." Laudia mengalihkan pandangannya pada Reza dengan sorot mata yang meminta Reza untuk menjelaskan sesuatu yang disembunyikan oleh lelaki itu.
''Maksudmu, menyembunyikan apa?"
"Aku tak ingin menerkanya, seharusnya kau yang menjelaskan itu padaku!"
"Tak ada yang aku sembunyikan, percayalah!"
"Bagaimana aku bisa mempercayaimu, Reza. Jelas-jelas kau menyembunyikan sesuatu dari diriku." Laudia melemah, ia berharap Reza segera memberi tahu dirinya apa yang ia sembunyikan, tetapi lelaki itu malah pura-pura tak mengerti.
"Aku sungguh tak mengerti apa yang kau pikirkan, Laudia? Beritahu aku apa yang sebenarnya engkau pikirkan?" Reza juga tak tahu sebenarnya kemana arah pembicaraan Laudia yang berpikir bahwa dirinya menyembunyikan sesuatu.
"Bagaimana kau bisa mengenal dokter Alice? Wanita itu menyapamu lebih dulu ketika ia baru pertama kali menginjakan kaki di lobby rumah sakit pada hari pertamanya bekerja?" Laudia membuka kunci pertanyaannya.
Reza yang mendengar pertanyaan sang kekasih malah tertawa dan kemudian kembali menjalankan mobilnya, merekapun keluar dari parkiran itu.
"Kenapa kau tidak menjawabnya?" Tanya Laudia lagi, karena merasa Reza mempermainkannya dengan menjawab pertanyaannya tadi dengan tertawa.
"Laudia... Ayolah, kau tahu kalau ayahku direktur rumah sakit ini, bukan? Sehari sebelum dokter Alice bekerja, ayah memperkenalkan kami berdua. Dan dari situlah kami saling mengenal satu sama lain." Jawab Reza santai.
"Hanya itu?" Tanya Laudia lagi.
"Iya sayang. Hanya itu!" Jawab Reza singkat.
"Hahahaaa...." Kali ini Laudia yang tertawa. "Kau berbohong, Reza." Mata Laudia memancarkan kemarahan.
"Apa lagi sekarang, Laudia." Reza tampak kembali kesal.
"Lalu kamu dimana selama 1 jam sebelum akhirnya kau terlambat menjemputku hari itu?" Pertanyaan Laudia memukul telak Reza yang akhirnya dengan tiba-tiba mengerem mendadak mobil yang dikendarainya.
"Laudia...." Panggil Reza pelan.
Senyum sinis terpancar pada wajah wanita itu. Ia kemudian melepaskan safebeltnya dan membuka pintu mobil lalu keluar dari mobil itu tanpa sepatah katapun.
"Laudia.... Laudia!!" Teriak Reza, namun sang kekasih tak lagi menghiraukan panggilannya.
...
Laudia berjalan di sepanjang terotoar dengan gontai, ia merasa kesal pada Reza. Ia pikir Reza akan segera menceritakan tentang siapa Alice kepadanya sesegera mungkin, sebenarnya ia tak ingin untuk menanyakan itu lebih dulu, tapi selama 3 hari ini, Reza sama sekali tak berniat untuk menceritakannya, itu membuat Laudia berpikir ada sesuatu yang disembunyikan oleh kekasihnya itu dari dirinya. Wanita itu lalu memberhentikan sebuah taksi.
"San Memorial Hills, Pak..." Laudia menyebutkan nama tempat yang ingin ia datangi.
Sopir itu lalu melajukan mobilnya menuju tempat yang tadi disebutkan penumpangnya.
Laudia tak banyak bicara selama perjalanan yang memakan waktu hampir 1 jam itu, beberapa kali sang sopir mengajaknya berbicara tapi Laudia memilih pura-pura tak mendengarkan apa yang dikatakan oleh sopir dengan bersikap seolah-olah dia sedang tertidur di bangku belakang.
"Nona, kita telah sampai!" Kata sang sopir ketika mereka telah tiba di sebuah gerbang utama tempat yang di tuju Laudia.
Laudia lalu membuka matanya yang sejak tadi ia pejamkan, ia kemudian mengambil kaca kecil dari dalam tas miliknya dan memperbaiki make-upnya, kemudian menata kembali rambutnya.
Ia melihat argo pada mobil dan mengeluarkan uang dari dalam dompetnya kemudian memberikan uang itu pada sang sopir.
"Terimakasih banyak, Pak." Kata Laudia lalu kemudian turun dari mobil.
"Nona, uang kembaliannya?" Tanya sang sopir ketika Laudia akan segera beranjak.
"Simpan buat Bapak saja, sekali lagi terimakasih Pak. Mohon maaf tadi saya tidak menggubris omongan Bapak." Laudia tersenyum tulus sambil setengah membungkukan tubuhnya, lalu kemudian pergi dari situ.
"Terimakasih nona." Laudia masih sempat mendengarkan Bapak sopir itu mengucapkannya sebelum ia benar-benar pergi.
Di hadapan Laudia kini tampak gerbang yang begitu mewah dengan ada sekitar 4 orang penjaga di gerbang itu. Suasana perbukitan yang begitu nyaman dan tenang membuat sore itu menjadi lebih indah. Laudia melangkahkan kakinya memasuki gerbang itu.
"Selamat sore, Nona. Ada yang bisa kami bantu?" Tanya seorang penjaga kepada Laudia.
"Saya ingin mengunjungi Blok 4C" Jawab Laudia.
"Mohon maaf, atas nama siapa yang ingin anda kunjungi?" Tanya penjaga itu lagi.
"Tuan Edward Michaels" Jawab Laudia kemudian.
"Baiklah... Kalau begitu tolong anda mengisi daftar tamu ini lebih dulu!!" Penjaga itu memberikan sebuah buku panjang untuk diisikan oleh Laudia. Setelah Laudia mengisi buku itu, ia lalu bergegas untuk pergi.
"Nona, apakah anda ingin kami anterkan kesana? Atau anda mungkin mau menggunakan sepeda?" Tanya sang penjaga lagi sambil memperlihatkan jejeran sepeda yang ada di sebelah kiri pos penjagaan mereka, ada sekitar 30 an sepeda yang berjejer di situ.
"Terimakasih, tidak usah Pak. Saya ingin berjalan kaki saja dengan santai ke sana." Jawab Laudia sopan, lalu segera berlalu dari hadapan mereka.
Wanita itu lalu berjalan di sepanjang paving blok yang tertata rapi menyusuri jalanan yang ada di perbukitan itu. Pemandangan sore hari yang begitu indah, dengan mekarnya bunga Kamboja putih dan pink yang tertata beraturan menghiasi sepanjang jalanan itu, dengan rumput hijau yang terurus dengan baik. Matahari sore yang tidak terlalu panas itu kini berada tepat di atas puncak gunung yang menjulang disisi sebelah kanan perbukitan itu, sedangkan di sisi kiri terhampar lautan yang membiru, membuat perbukitan itu menjadi tempat yang nyaman untuk menjadi tempat peristirahatan terakhir.
San Memorial Hills, merupakan sebuah pemakaman indah yang di rancang dengan begitu megah, bahkan itu tidak tampak sebagai sebuah pemakaman. Rumput hijau yang terhampar sepanjang perbukitan itu, membuat pemakaman itu lebih mirip lapangan golf atau taman bermain anak. Laudia terus berjalan menikmati angin yang bertiup sepoi-sepoi itu sambil sesekali menghela napas panjang, ia akan berbelok menuju blok 4C tempat yang ingin dia datangi, tatkala seseorang menegur dirinya.
"Hallo Nona Calista, apa kabar anda?" Sebuah suara berat yang dikenal oleh wanita itu menegurnya dari arah belakang.
Laudia lalu membalikan tubuhnya ke arah suara itu. Seorang lelaki tua ada di sana menampilkan sebuah senyum tulus. Ia baru saja keluar dari blok 4B
"Hallo paman Bernard, lama tidak berjumpa. Saya sehat, anda apa kabar, Paman?" Viona lalu menghampiri lelaki itu.
"Seperti yang anda lihat, saya sehat." Jawab lelaki itu. "Saya baru saja membersihkan blok 4B, besok baru giliran blok 4C. Rumputnya mungkin agak sedikit tinggi." Lanjut pria itu.
"Anda sangat menikmati pekerjaan anda, Paman."
"Sama sepertimu, kau juga pasti menikmati profesimu sebagai doker." Ujar pria itu bangga.
"Mau mengunjungi Edward?" Tanya pria itu lagi.
Laudia hanya mengangguk sambil menunjukan wajah murungnya.
"Akhirnya kau merindukannya juga! Sudahlah, tidak perlu menyesalinya begitu lama. Kau harus segera melupakannya, cobalah untuk menerima cinta dari teman doktermu itu dengan tulus." Ujar Paman Bernard yang adalah seorang pekerja di situ, khusus untuk membersihkan dan menata pemakaman. Pria itu menepuk-nepuk bahu Laudia.
"Saya sudah berusaha, Paman. Tapi tetap saja saya kalah." Laudia tampak mengadu pada pria itu.
"Kau pasti bisa!! Sudahlah, sekarang pergilah temui Edward. Hari sudah semakin sore." Pria itu mengingatkan Laudia.
"Baiklah Paman." Ujar Laudia, lalu berlalu menuju blok 4C, pria itu menatap iba pada punggung Laudia.
...