Pagi ini Viona bangun cukup pagi, ia sungguh merasa kesal karena Alice belum juga pulang sejak kemarin, Viona yang memang sering pulang larut malam, semalam tiba di apartemen mereka pukul 21.30, setelah pulang kantor ia ada rapat dahulu dengan klien yang mau berinvestasi untuk kantor cabangnya. Setibanya di apartemen, wanita itu mendapati ruangan apartemen yang masih gelap dan tirai kamar mereka masih terbuka lebar yang menandakan Alice juga belum pulang. Viona mengirim pesan dan mencoba menghubungi Alice beberapa kali, tapi nomor yang dituju sedang berada di luar jangkauan. Ia pun menghubungi Ronald karena berpikir mungkin sahabatnya itu sedang bersama-sama dengannya, namun sekali lagi ia tak mendapatkan jawaban apapun karena ponsel Ronald juga tak dapat dihubungi.
Sesungguhnya rasa kesal dan khawatir bercampur aduk di dalam pikirannya, namun Viona berusaha tenang, Alice sahabatnya itu bukan pertama kalinya seperti itu. Tak ada gunanya khawatir karena percuma, Alice pasti akan baik-baik saja. Kini rasa kesalnya jelas lebih terasa besar dari rasa khawatirnya, 'Setidaknya kalaupun ada sesuatu kau harusnya memberitahukanku lebih dulu, setidaknya kirimkan pesan singkat atau telepon aku sebentar saja jika kau tak pulang malam ini.' Ia bolak-balik melihat ponselnya namun tak kunjung ada kabar juga dari sahabatnya itu. Ia pun memutuskan untuk tidur.
Viona telah siap untuk berangkat bekerja, waktu di ponselnya menunjukan pukul 06.30, ia masih mengamati ponselnya tersebut, berharap mendapatkan kabar dari sang sahabat. Namun nihil, harapannya pupus ketika sekali lagi ia menghubungi Alice, namun ponselnya belum juga aktif. 'Kau ada di mana sebenarnya, bebh?' Tanya Viona kesal di dalam hati. Ia pun memutuskan untuk lebih dulu pergi ke Rumah Sakit tempat kerja Alice, 'siapa tahu Alice sedang lembur dan tak ada waktu untuk memperhatikan ponsel miliknya'. Hibur Viona pada dirinya sendiri.
...
Alice pun bangun cukup pagi, ia bisa tidur dengan baik semalam setelah perawat memberikan obat penenang padanya, ia kemudian bangun dan membersihkan tubuhnya lebih dulu di kamar mandi ruangan itu, ia sudah merasa gerah dengan pakaian dalam yang ia kenakan, ia pun berniat untuk menghubungi Viona dan mau meminta tolong agar Viona membawakannya pakaian ganti untuknya, disaat itulah ia baru mengingat jika dirinya belum menghubungi sahabatnya itu sejak kemarin. Sebenarnya karena panik, ia sampai tak sempat untuk memikirkan yang lainnya, bahkan batrei ponselnya yang sejak kemarin pagi tidak pernah di casnya, mungkin batrei ponselnya telah habis. Dan benar saja setelah mengecek tas miliknya dan mengambil ponsel benar saja ponselnya tersebut telah lowbat.
"Maafkan aku, Viona!!" Alice dengan wajah kesal berujar sambil menghempaskan ponselnya itu.
"Ada apa?" Tanya suara yang tiba-tiba datang dari luar ruangan.
"Azka..." Sapa Alice.
"Kau sudah bangun? Apa tidurmu nyenyak?"
"Bagaimana keadaan Ronald?" Alice malah balik bertanya tanpa lebih dulu menjawab pertanyaan Azka.
Azka tersenyum sambil berjalan masuk ke dalam ruangan kamar tempat Alice dan Elsa di rawat.
"Haii... Selamat pagi suster Elsa" Sapa Azka lebih dulu ketika melihat Elsa yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Selamat pagi." Jawab Elsa singkat sambil tersenyum, ia pun sebenarnya penasaran dengan keadaan Ronald saat ini.
"Bagaimana keadaan Ronald?" Alice mengulang kembali pertanyaannya.
"Ronald sudah lebih baik, panasnya sudah turun. Sebentar lagi dokter akan visit untuk pemeriksaan, berdoalah agar ia segera siuman." Ujar Azka tenang.
Alice menghela napas panjang.
"Ponsel saya lowbat, boleh saya meminjam ponsel anda untuk menghubungi Viona?" Tanya Alice kemudian pada pria itu.
"Dengan senang hati." Pria itu lalu memberikan ponsel miliknya pada Alice.
Alice mengambil ponsel itu, lalu mulai menekan nomer ponsel Viona yang telah dihafalnya diluar kepala.
"Hallo... Selamat pagi." Sapa suara di seberang.
"Bebh..." Sapa Alice.
"Alice..." Viona langsung mengenal suara Alice hanya dengan mendengar satu kata yang baru terucap dari bibir sahabatnya itu.
"Iya bebh... Maaf!!" Balas Alice kemudian.
"Kau dari mana saja? Apa yang terjadi denganmu? Ini nomor siapa?" Tanya Viona kemudian dengan kesalnya.
"Bebh, aku akan menjelaskannya nanti. Untuk saat ini boleh kah aku meminta pertolonganmu?" Pinta Alice dengan suara manjanya.
"Akh.....Alice kau sungguh membuatku kesal dan khawatir disaat yang bersamaan."
"Maafkan aku, Vio..." Rengek Alice manja.
"Pertolongan apa sekarang?" Tanya Viona akhirnya.
"Tolong bawakan aku pakaian ganti, bebh..."
"Kau ada di mana sekarang? Dan ponsel siapa yang kau pakai, aku menghubungi Ronald tapi ponselnya juga di luar jangkauan." Jelas Viona kesal.
"Aku di Rumah Sakit, tempatku bekerja. Tapi datanglah ke bangsal rawat inap wanita ruang Mawar kamar 03. Dan ini adalah nomor ponsel Azka." Jawab Alice.
"Apa? Apa yang sebenarnya terjadi Alice?" Tanya Viona lagi.
"Aku akan menjelaskannya nanti bebh, sekarang datanglah dulu. Aku hanya membutuhkan pakaian ganti, bebh! Okey... Aku baik-baik saja!!" Terang Alice kemudian.
" Baiklah bebh, aku segera kesana!"
"Thank you, bebh... Miss you" Kata Alice di ujung pembicaraannya.
"Miss you too..." Jawab Viona dan ponsel pun dimatikan.
"Terimakasih" Ujar Alice sambil mengembalikan ponsel yang dipinjamnya tadi.
"You are welcome!" Jawab pria itu.
"Sepertinya kalian berdua sudah lebih baik sekarang. Kalau begitu saya pamit untuk melihat keadaan Ronald lagi." Ujar Azka sambil melihat bergantian Elsa dan Alice yang sedang duduk di atas tempat tidur masing-masing.
"Tunggu." Kata Alice kemudian, saat Azka akan meninggalkan kamar itu.
"Ada yang ingin saya tanyakan pada anda." Kata Alice kemudian.
"Apa itu dokter Alice?" Tanya Azka.
"Tidak masalah jika kita mengorbankan hanya satu nyawa!!" Alice mengulang kata-kata yang semalam Azka katakan. Azka lalu menatap dalam kedua mata Alice yang kini tampak ada kebencian di dalamnya ketika mengucapkan kalimat tersebut.
"Aku ingin tahu apakah maksud dari pernyataan anda semalam. Itu sungguh dari dasar hati anda atau kah hanya sebuah settingan semata agar bisa mengelabui para penjahat?" Tanya Alice selanjutnya.
Azka menarik napas panjang. Ia belum menjawab juga pertanyaan Alice, ia hanya menatap ke arah kedua mata Alice yang masih memandangnya dengan benci. Elsa yang mendengarkan percakapan mereka sontak menjadi terkaget karena tak mengerti arah pembicaraan mereka, namun dilihat dari ekspresi kedua orang tersebut ada suatu masalah yang terjadi semalam di tempat kejadian yang tak ada dirinya di sana.
"Saya sedang bertanya pada anda Tuan Azka? Kenapa anda tidak menjawabnya? Ataukah memang anda berniat untuk mengorbankan saya demi menangkap penjahat-penjahat itu?" Tanya Alice lagi, kini dengan suara yang lebih keras, ada pancaran kemarahan dari kedua matanya.
"Saya minta maaf!!" Hanya itu yang keluar dari bibir pria itu.
"Saya tidak menginginkan permintaan maaf anda Tuan, saya ingin tahu apakah yang sebenarnya anda pikirkan ketika mengatakan itu semua?" Alice masih terlihat marah.
"Saya tidak tahu harus melakukan apa! Anda ada diantara hidup dan mati, Ronald datang dengan membawa emosi, sementara saya bagaikan seorang komandan yang tak bisa apa-apa disaat genting seperti itu. Yang saya bisa lakukan hanya mengulur waktu dan membuat fokus para penjahat itu menjadi buyar. Dan Ronald jelas termakan emosi dengan perkataan saya, dan kata-kata itu sejujurnya saya keluarkan untuk mengetahui respon Ronald selanjutnya." Jelas Azka seketika.
"Maksud anda apa? Mengetahui respon Ronald?" Tanya Alice lagi.
"Saya ingin tahu apa yang akan dia lakukan selanjutnya setelah mendengarkan apa yang saya katakan. Dan akhirnya saya sadar bahwa dia benar-benar mencintai anda dengan tulus. Dia bahkan tak mengingat lagi siapa dirinya, ia tak mengingat jika saya adalah komandannya, yang ia pikirkan saat itu bagaimana caranya menghabisi orang yang berbuat jahat kepadamu. Dan dia menyangka sayalah yang telah membuat anda dalam masalah seperti itu, sehingga dia langsung menyerbu ke arah saya tanpa mempertimbangkan apapun hasilnya. Dia sungguh-sungguh mencintai anda, dokter Alice Valencia." Alice tertegun mendengar penjelasan Azka. Sementara Elsa, ada rasa sakit tersendiri saat mendengarkan perbincangan keduanya, ia sadar bahwa Ronald sepenuhnya telah melupakannya.
...
*mau mengingatkan kembali, jangan lupa follow Ig BDCP❤️ @vee_ernawaty ya...
Jarang ada yg koment ya sekarang, mau komentarnya dong my reader... 🤗🥰