Tidak terasa sudah lima hari berlalu dan proses syuting sudah berakhir. Setelah aksi kabur Rein tiga hari yang lalu, Lean selalu siap sedia di sebelah Rein. Bahkan dia tidak segan menunjukkan perhatiannya.
Sejak Lean menasihati maminya, maminya tidak lagi datang ke lokasi syuting. Hanya mama Rein yang sering menemani gadis itu. Beruntung sampai akhir proses syuting tidak ada kendala apapun. Yah, hanya beberapa kali gadis itu telat karena harus syuting di tempat lain. Tapi bagi Lean itu tidak berarti. Dia memahami kesibukan Rein.
Malam ini Rein dan Lean di studio untuk melihat hasil dari proses syuting. Malam ini juga diadakan makan-makan sebagai rasa syukur karena berhasil menyelesaikan pembuatan video clip itu.
Drtt!!
Ponsel Rein yang dia letakkan di atas meja bergetar. Dia melihat nama Miko muncul di layar. Rein lalu menoleh dan mendapati Lean menatapnya.
"Angkat aja siapa tahu penting," ucap Lean.
Rein lalu mengangkat panggilan itu. "Halo, Mik. Ada apa?"
"Halo, Rein. Kamu masih di studio? Aku jemput, ya?"
Rein terdiam sejenak. "Iya, Mik."
"Oke, Sayang. Tunggu aku, ya." Setelah itu sambungan terputus.
Rein memasukkan ponsel ke dalam tas dan kembali menatap layar LCD. Dia melihat saat adegan di pantai. Rasa getir itu kembali terasa, apalagi kalau bukan tuduhan mami Lean.
Di sebelah gadis itu, Lean tidak fokus dengan tayangan di depannya. Dia lebih memilih menatap Rein yang tersenyum kecut itu. Tidak kuasa melihat kesedihan itu, Lean menggenggam tangan Rein erat. "Rein. Masih inget, ya?"
Perhatian Rein sekarang tertuju ke Lean. Dia mendapati tatapan lembut dari mata cokelat gelap itu. Rein mengangguk lantas memaksakan sebuah senyuman.
"Maafin mami, ya," ucap Lean sambil mengeratkan genggaman tangannya.
Rein mengalihkan pandang. Ada rasa seakan dilindungi yang muncul dalam dirinya saat Lean bertindak seperti ini. Selama ini Rein suka dengan sikap Lean yang lembut. Tidak seperti awal saat mereka bertemu.
Terkadang Rein bingung dengan perasaannya sendiri. Dia sangat merasa nyaman bersama Lean. Bahkan rasa nyaman itu sedikit melebihi rasa saat dia bersama Miko. Masa gue suka Lean?
Buru-buru Rein menghilangkan pikiran itu. Dia masih pacar Miko. Tidak seharusnya dia merasa nyaman dengan lelaki lain. Tidak lama Rein merasa remasan lembut di tangannya. Dia menunduk dan melihat tangannya berada di genggaman Lean. Buru-buru Rein melepas genggaman tangan itu.
Tindakan Rein, membuat Lean kaget. Dia menatap Rein tajam seolah tidak terima. Tapi dia sadar tidak berhak memarahi gadis itu. Lean lalu tersenyum getir. Rein bukan pacar lo! Ngapain lo marah gara-gara tadi!!
"Fokus, Le!"
Kalimat itu membuat Lean menoleh. Dia tersenyum kecil ke Dru. Bukannya menurut, dia malah kembali menatap Rein. "Rein..."
Panggilan itu membuat Rein melirik sekilas. Setelah itu dia memilih mematap ke depan. Sekarang video clip telah berakhir, menyisakan video beberapa kru saat bekerja.
Lean diam mengamati wajah Rein dari samping. Saat dilihat seperti ini wajah gadis itu sangat lembut, dengan raut kalem. Tapi entah kenapa wajah itu bisa berubah cepat saat harus berperan antagonis. Lean terkekeh saat ingat aksi pertengkarannya dengan Rein.
Satu alis Rein terangkat mendengar Lean yang terkekeh sendiri itu. Perlahan dia menoleh, membuat tawa itu terhenti. "Lo ngetawain apa?"
Lean menggeleng sambil membuang muka. Pandangannya menerawang ke kejadian yang membuatnya bisa dekat dengan Rein. "Gue inget aja pernah dilabrak cewek waktu pagi. Terus dia nabrak gue dan marah-marah nggak jelas."
Mendengar cerita itu, Rein cemberut. Dia ingat dengan kejadian memalukan itu. Apalagi saat dirinya mabuk dan berciuman dengan Lean, memalukan
"Tapi kalau nggak ada kejadian itu, mungkin sampai sekarang kita nggak pernah tegur sapa," lanjut Lean sambil menatap Rein. Dia tersenyum melihat anggukan samar dari Rein. "Nggak nyangka kita bisa temenan bahkan menjalankan misi mendamaikan mama kita."
Rein tersenyum. Dia juga membayangkan jika tidak karena gosip itu mungkin dia tidak kenal dengan Lean. "Mungkin ini jalan Tuhan. Mungkin juga kita diutus Tuhan buat damaiin dua orang yang belum akur."
"Bener." Lean mengangguk setuju.
Lean berbalik hingga tubuhnya menghadap Rein. Satu tangannya menyentuh rambut di dekat telinga, merapikan rambut itu ke belakang dan mengusapnya pelan. "Mau kan jalanin misi lagi?"
Rein mengangguk mantap. Dia sudah merenungkan ini jauh-jauh hari. Dia bertekad akan mendamaikan mamanya dengan mami Lean. Apapun yang terjadi.
Drrt!!
Samar-samar Rein merasakan getar di ponselnya. Dia buru-buru membuka tas dan mendapati menyala, dengan gerakan samar. Rein mengambil benda itu dan mengangkat panggilan dari Miko. "Halo, Mik. Gimana?"
Lean mengalihkan pandal. Dia mulai sebal melihat Rein yang sedang mengangkat telepon dari Miko. Selama syuting video clip, beruntung Miko tidak datang menemani Rein.
"Le. Gue balik dulu nggak apa-apa kan?"
"Nggak apa-apa kok," jawab Lean sambil tersenyum kecut.
Setelah mendapat persetujuan, Rein berdiri. "Guys, gue balik dulu. Gue seneng kerja sama sama kalian. Semoga dilain kesempatan bisa kerja sama lagi," pamitnya.
Lean melihat ada raut tidak rela dari beberapa kru saat Rein memilih pulang lebih dulu. Lean menghela napas lalu berdiri dari posisi duduknya. "Gue anter ke depan, yuk!"
Rein menoleh lalu mengangguk. Dia melambaikan tangan, setelah itu keluar dari ruangan. "Sebenarnya gue bisa sendiri kok, Le."
Lean menyejajarkan langkah dengan langkah Rein. "Parkiran sepi, Rein. Mana tega gue biarin gadis secantik lo ke sana sendirian."
Mendengar gombalan itu, Rein mendengus. Dia merasa Lean kumat menggombal setelah beberapa hari sangat perhatian. "Gue kira lo bakal berhenti ngegombal, Le."
"Haha..." Lean terkekeh. "Kok gombal, sih? Gue serius."
"Terserah lo, deh, Le," jawab Rein tanpa menoleh.
Tak lama mereka sampai di ujung lorong yang menghubungkan dengan area parkir. Rein seketika menghentikan langkah, dan memutar menghadap Lean. "Makasih, ya, Le udah ngasih gue kesempatan buat jadi model video clip. Pengalaman ini berarti banget buat gue."
Lean tersenyum, senang karena usul spontannya ini membuat Rein senang. "Sama-sama, Rein. Gue seneng kerja sama sama lo. Ternyata lo orangnya nggak judes."
Seketika Rein melotot. "Enak aja lo ngatain gue judes!! Gue judes cuma sama orang yang nyebelin. Kayak lo!"
"Gue bercanda, Rein," ucap Lean sambil mengusap puncak kepala Rein.
"Ya udah gue balik dulu, ya." Rein mendekat, memeluk Lean sebagai tanda terima kasih.
Lean yang mendapat pelukan itu balas memeluk Rein. Setelah beberapa detik berpelukan, Rein mengurai pelukannya. Lean tidak serta merta melepas pelukannya itu. Kedua tangannya masih melingkar di pinggang Rein. Lalu Lean mengecup pipi Rein bergantian.
"Sebagai ucapan terima kasih."
Rein tidak tahu harus bereaksi apa. Dia pernah berciuman dengan Lean, tapi rekasinya tidak seperti ini. Dia merasa salah tingkah. "Ya udah gue balik dulu," ucapnya setelah kesadarannya kembali. Rein balik lalu berjalan ke arah parkiran.
Sedangkan Lean masih berdiri di posisinya. Ada perasaan tidak rela melepas Rein pulang. Tapi Lean bisa apa? Dia tidak ada hak sama sekali.
***
"Ini dia artis yang sibuk banget."
Sapaan itu Rein dapat saat dia turun dari mobil. Arah pandangnya tertuju ke lokasi syuting yang tampak ramai itu. Rein berjalan mendekat lalu berdiri di sebelah Oliv. "Apaan sih, Liv."
"Habisnya lo sibuk banget syuting."
"Lo ada take nggak? Ke dalem, yuk!"
"Wah gue ada take."
Bibir Rein maju beberapa centi, pura-pura kecewa. Sedangkan Oliv terkekeh. Dia menepuk bibir Rein dengan tangan. "Udah masuk sana. Miko di dalem."
Mendengar nama pacarnya disebut, Rein tersenyum. Sebenarnya Miko tahu hari ini Rein datang lebih pagi, tapi dia tetap ingin memberi kejutan. Rein lalu buru-buru berjalan masuk.
Sesampainya di ruang tengah Rein melihat Miko sedang duduk di sofa sambil membaca script. "Miko!"
Teriakan itu membuat Miko mengalihkan perhatiannya. Dia tersenyum melihat kehadiran Rein. "Sini, Rein!"
"Kamu belum take?" tanya Rein setelah duduk di samping Miko.
"Bentar lagi setelah Oliv."
Bibir Rein terbuka hendak menanggapi, tapi ada suara yang menginterupsi. Hingga membuat Rein menoleh ke sumber suara.
"Rein. Ambil scriptnya di Mbak Boni. Bentar lagi take."
"Oke siap." Rein tersenyum kecut padahal dia masih ingin berbincang dengan Miko.
"Semangat, Sayang," ucap Miko sambil mengepalkan tangan.
Rein mengangguk dengan senyum lebar. Dia melepas tas slempangnya lalu berdiri. "Titip tas bentar, ya." Setelah itu dia pergi ke ruangan lain.
Drttt!!
Tring!!
Tidak lama setelah Rein pergi, Miko mendengar suara ponsel. Tatapannya tertuju ke tas hitam yang tergeletak di sampingnya. Miko mengambil tas itu dan mendengar suara makin kencang.
Miko menoleh ke tempat di mana Rein pergi, tapi belum ada tanda-tanda kedatangan gadis itu. Akhirnya Miko memutuskan membuka tas itu, karena suara ponsel tidak kunjung berhenti.
Leander.
Saat ponsel sudah di tangan, rahang Miko mengeras. Dia melihat nama Lean muncul. Ngapain dia telepon Rein?
Akhirnya Miko memilih tidak mengangkat panggilan itu. Sekarang dia mulai penasaran apa yang membuat Lean menghubungi Rein. Miko mengedarkan pandang dan tidak mendapati kehadiran Rein. Seketika dia membuka ponsel yang tidak dikunci itu dan membuka aplikasi Whatsapp.
Chat tertulis nama Lean. Satu tangan Miko terkepal di atas pangkuan. Dia membuka chat itu hingga dia bisa membaca obrolan Rein dengan Lean. Seketika Miko meradang. Sialan! Lean deketin Rein!
"Mik..."
Miko mendongak dan menatap Rein yang berdiri kebingungan itu. Dia lalu menghadapkan ponsel ke arah Rein. "Jadi kamu mau kencan sama Lean?"