Chereads / Love or Lust / Chapter 33 - Rencana yang Gagal

Chapter 33 - Rencana yang Gagal

Soraya mengakali Farrel, teman kantornya yang setengah tiang, untuk membelikannya sepasang pakaian. Kemudian mengantarkan pakaian itu ke tempat kejadian perkata antara dirinya dengan Reyhan. Sebab pakaiannya telah hancur, tercabik akibat kebrutalan lelaki biadab itu.

Tidak ingin berlama-lama di tempat terkutuk itu, dengan sisa tenaganya yang ada. Soraya menahan sakit saat bangkit dari tempat tidur. Bukan hanya terasa perih karena lecet, tetapi dia juga merasakan pegal yang teramat sangat pada tubuhnya. Sekujur tubuhnya. Sudah seperti dipukuli oleh orang sekampung.

Tokk tokk tokk!

"Nona, paketan Anda saya letakkan di sini!" seru seseorang dari balik pintu kamar, yang tidak lain adalah suara Farrel.

Sebenarnya Farrel penasaran siapa wanita di dalam kamar tersebut, sebab jujur saja Soraya memintanya untuk membelikan sebuah sweater big size lengkap dengan celana jeans tapi dengan ukuran normal wanita. Bukankah setelan itu kurang cocok dengan ukuran yang berbeda?

Namun Farrel menyimpan rasa penasarannya itu untuk dirinya sendiri. Setelah beberapa saat kemudian barulah ia memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu. Mungkin nanti ia bisa menanyakannya langsung pada Soraya bila bertemu di kantor.

Sedangkan Soraya yang sedari tadi mengintip dari lubang pintu, menunggu hingga Farrel benar-benar pergi dan menghilang dari pandangan matanya. Tetapi bukannya langsung mengambil paketan itu, Soraya malah memilih untuk melangkah lagi menuju kamar mandi, membersihkan dirinya.

Setelah penuh perjuangan untuk mandi, akhirnya barulah Soraya membuka pintu depan kamar. Alangkah terkejutnya dia begitu mendapati sesosok pria berumur tengah berdiri memegang paketan paper bag-nya. Dia melangkah mundur dengan kedua tangan sibuk memegangi handuk yang menutupi tubuhnya.

"Om Rudie?" Soraya salah tingkah, shock melihat salah satu orang tua Liam berdiri membeku di sana.

Begitu pula dengan Rudie yang tidak kalah terkejutnya melihat pemandangan itu. Bagaikan melihat hamparan langit yang bersih, putih, dan mulus tanpa adanya ke'burikan'.

Keduanya saling memandang dalam keheningan yang cukup lama, dengan pemikiran yang saling melayang pula entah ke mana. Namun, Soraya yang sadar dirinya terlihat tidak pantas di mata lelaki berumur itu, segera menarik paper bag-nya, lalu serta-merta menutup pintu kamar.

Braak!

Soraya langsung menyandarkan dahinya ke dinding pintu, memejamkan mata sambil merutuki dirinya sendiri dalam hati. Penampilannya sangatlah tidak pantas dan jauh dari kata sopan. Lantas, bagaimana bisa Rudie berada di depan pintu kamar hotel itu?

Sementara waktu, Soraya mencoba menepis pemikirannya lalu segera berlari masuk untuk mengenakan pakaian yang telah ada dalam paper bag di tangannya. Otaknya sudah tidak bisa berpikir apa-apa lagi selain merutuki kecerobohannya.

Padahal, sebelum dia membuka pintu, bisa saja sekali lagi dia mengintip dari lubang pintu untuk sekedar memastikan, ada orangkah di sana atau tidak. Tapi sayangnya itu tidak dia lakukan. Dia terlalu terburu-buru.

Rudie kembali terkejut untuk kedua kalinya, melihat respon Soraya yang menutup pintu untuknya. Akan tetapi Rudie dapat memaklumi respon itu. Baginya sangat wajar. Tanpa berpikir dua kali, ia segera melangkah pergi dari tempat itu. Meninggalkan beribu tanya dalam benaknya.

Sedangkan dari kejauhan, ada sepasang mata yang mengintai sedari beberapa jam yang lalu. Sejak Soraya melangkah keluar dari apartemennya, hingga kemunculan Reyhan yang membuat pemilik mata itu speechless. Sebegitu sempitnyakah dunia ini?

Pemilik sepasang mata itu mencoba menutup mulutnya dengan menggunakan salah satu telapak tangannya, menahan suara akibat keterkejutannya dengan apa saja yang matanya lihat. Sungguh benar-benar di luar dugaannya. Padahal niat awalnya hanya ingin membuntuti Soraya pagi itu.

Tetapi tidak disangka-sangka, dia malah mendapatkan suatu hal yang mengerikan. Apalagi setelah melihat lelaki berumur yang menghampiri Soraya hingga ke depan pintu kamar hotel itu. Belum lagi dengan penampilan Soraya yang sekilas dia lihat saat wanita itu membuka pintu kamar hotelnya.

***

Rudie masih merasa syok, di sepanjang perjalanan menuju ke kantornya. Ia tidak habis pikir begitu melihat dengan mata kepalanya sendiri, seberani itu gaya hidup Soraya yang ia kenal sebagai teman anaknya.

Wajah Soraya terlihat lugu dan juga polos. Seperti anak perempuan yang begitu penurut. Namun siapa sangka jika anak itu benar-benar menginjakkan kakinya di hotel dan melakukan itu. Pikiran Rudie melayang, membayangkan hal yang tidak-tidak.

Dengan rasa kekacauan itu, Rudie segera merogoh saku celananya, mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang. "Hallo?" Rudie menyapa begitu panggilan itu tersambung.

"Tolong kamu ikuti terus, dan cari tahu dengan siapa dia di kamar tadi." Rudie memberikan perintah, lalu segera mememutuskan sambungan teleponnya.

Kali ini Rudie menghela napas panjang, bukan karena rasa syoknya tetapi lebih karena kilasan ingatannya pada tubuh Soraya tadi. Begitu putih dan juga terlihat lembut. 'Sekenyal apa kulit itu?' batinnya.

Tiba-tiba saja Rudie menampar pipinya sendiri dengan salah satu telapak tangannya. "Sadar, Rud! Dia lebih cocok jadi menantu!" pekiknya. Rudie menggeleng pelan. Pikirannya kini sudah tercemar.

Awalnya, Rudie memang menyuruh anak buahnya untuk membuntuti Soraya. Bukan untuk berniat jahat, melainkan sebaliknya, untuk menjaga wanita itu dari serangan lelaki muda kemarin. Alhasil, Rudie malah mendapati Soraya dalam sebuah kamar hotel.

'Apa Liam benar-benar tahu wanita itu? Dia terlihat sopan setiap kali berkunjung ke rumah.' Lagi-lagi batin Rudie mencoba menerka-nerka segala kemungkinan.

***

Langit berubah menjadi gelap, angin sejuk mulai berembus menyibak tirai yang menutupi jendela kamar Reyhan. Sejak ia menutup telepon, ia hanya berbaring di ranjangnya, malas untuk bergerak. Sementara itu, dalam otaknya, pikirannya makin tidak terkendali, teringat akan kejadian hari ini yang dialaminya. Namun ia harus segera bangkit untuk membersihkan diri, lalu pergi menepati janjinya.

Sesampainya di lounge, Reyhan langsung menuju bar dan memesan minumnya sembari menunggu teman wanitanya.

"Hei!" sapa seorang wanita sambil menyentuh pundak Reyhan, tidak berapa lama setelah Reyhan menikmati segelas minumannya. "Katanya enggak minum-minum?"

Reyhan menoleh, lalu meringis. "Sialan! Lama banget sih!"

"Sorry, tadi gue istirahat dulu, seharian ini gua keliling Jakarta soalnya." Wanita itu langsung menyambar segelas minuman yang berada dalam jangkauan tangan Reyhan lalu menengaknya hingga tandas.

"Kebiasaan banget sih, Fi!" tegur Reyhan sambil membiarkan temannya itu.

"Tambah segelas lagi!" pinta wanita itu pada sang bartender sambil menyodorkan gelas kecil dalam genggamannya.

Yap, wanita itu adalah Sofia. Dunia sepertinya memang sempit dan berputar. Reyhan mengenal Sofia dengan baik, tetapi ia tidak mengetahui jika Sofia juga berteman dengan Liam. Itulah sebabnya mengapa Sofia mengajak Reyhan untuk bertemu malam ini. Dia memiliki sebuah rencana.

"Elu masih sama Soraya?" tanya Sofia to the point.

Reyhan yang merasa ditodong mendapatkan pertanyaan itu sontak terkejut menatap temannya. "Itu pertanyaan penting yang mau elu tanyain ke gue?"

Sofia tertawa terbahak-bahak, lalu mengangguk pelan. "Sialan lu, Fi!" Reyhan mencibir, merasa itu adalah pertanyaan terkonyol. "Perasaan tiap kali ketemu elu selalu nanya itu, dan sejak kapan itu jadi pertanyaan penting bagi lu? Hah?"

Sekali lagi Sofia tertawa lepas, dia tidak peduli dengan orang lain yang berada di sana. Apalagi dengan beberapa pasang mata yang menoleh melihatnya saat itu.

"Gue punya sesuatu yang berhubungan dengan pertanyaan itu. Jadi otomatis juga berhubungan sama cewek lu!"

"Beberapa hari yang lalu gue udahan sama dia! Jadi mulai sekarang elu nggak usah nanya-nanya dia lagi." Reyhan sedikit menjelaskan sambil menatap gelas minumannya.

Sofia tercengang, kedua matanya terbelalak lebar menatap Reyhan yang terlihat lemas. Rencana yang tadinya sudah dia susun rapi untuk ditawarkan pada Reyhan menjadi buyar. Bukankah sudah tidak mungkin lagi menawarkan rencana jahatnya untuk melecehkan Soraya di depan mata Liam? Agar Liam berhenti mengejar Soraya dan berpaling untuk melihat keberadaan dirinya.