Belum sempat Soraya menyambut, menyentuh wadah itu, tangan Reyhan langsung spontan menghalangi dan mendorong tempat makan yang bermerek itu. Apalagi jika bukan tempat makan sejuta umat yang setiap keluarga pasti memilikinya. Benar, Taperwer, wadah plastik makanan yang diprodiksi dengan bahan berkualitas.
"Enggak enggak, Soraya sudah dinner sama gue barusan. Dia masih kenyang." Reyhan maju selangkah.
Liam yang tercengang diperlakukan seperti itu oleh kekasih temannya merasa tidak senang. Bukankah itu terlalu kasar dan tidak sopan?
"Ini nyokap gue yang nyuruh nganterin buat Aya." Liam membela diri.
"Heh! Siapa elu panggil-panggil pacar gue pake nama rumahnya? Yang sopan dong!" hardik Reyhan sambil menghentakkan kakinya. Sudah seperti memburu seekor ayam yang akan segera mundur jika mendengar suara hentakan kaki.
"Eh, elu jangan nyolot dong! Dia mau makan apa enggak itu hak dia, ngapain elu yang ribet sih! Lagian hargain nyokap gue sedikit kenapa sih? Jadi manusia kagak usah songong!" Liam membalas Reyhan dengan satu tarikan napas.
Soraya yang tadinya hanya menonton kedua lelaki itu beradu mulut, akhirnya melangkah menengahi perdebatan yang berpotensi pada bogem mentah itu. Soraya langsung meraih kotak makan Taperwer merah hati itu dari tangan Liam lalu berkata, "Sudah deh! Ini aku terima, kasih tahu sama tante Ellie, makasih sudah masakin. Kamu juga makasih sudah mau nganterin." Soraya memberikan senyumannya sambil menatap kedua mata teman akrabnya itu.
Kemudian, menoleh lagi ke arah sebaliknya, menatap Reyhan lalu berkata, "Dan kamu, makasih sudah anterin aku. Sekarang kamu boleh pulang."
"Mampus!!" celetuk Liam yang mendengar Soraya mengusir halus kekasihnya untuk segera pergi dari hadapannya.
Wajah Liam terlihat seperti mengejek Reyhan. Sedangkan wajah Reyhan terlihat geram. Namun tiba-tiba, hanya selang beberapa detik setelah Liam terkekeh merendahkan, Soraya kembali menoleh pada teman lawan jenisnya dan berkata, "Kamu juga pulang. Ini sudah malam."
Mendengarkan kalimat itu seketika terlontar dari mulut Soraya, Liam langsung memasang wajah kesal, seakan tidak percaya jika ia juga ternyata diusir secara halus. Sedangkan Reyhan tertawa puas karena melihat Liam bernasib sama dengannya, diusir.
Soraya langsung melangkah pergi meninggalkan kedua pria itu. Tidak perduli dengan apa yang akan dilakukan oleh mereka berdua nantinya.
Sejak saat itu Reyhan selalu kesal jika mendengar nama Liam disebutkan oleh Soraya. Apalagi jika bertemu tidak sengaja. Begitu pula dengan Liam, ia akan sekuat tenaga berusaha untuk menghindari teman wanitanya itu jika bercerita tentang kekasihnya.
Dan tepat malam ini selepas Reyhan mengantarkan Soraya pulang hingga ke depan gedung apartemennya, betapa terkejutnya dia saat melintasi parkiran basemen, melihat sebuah mobil yang terparkir rapi. Mobil siapa lagi jika bukan mobil Liam.
Soraya benar-benar dibuat tercengang, tubuhnya membeku seketika dengan mulutnya yang menganga tidak percaya. Dan segera kembali melangkah cepat memasuki lift. Dengan tergesa-gesa dia menekan tombol lift, lalu sekali lagi dia tertegun begitu melihat Liam yang duduk berjongkok dan bersandar pada pintu kamarnya. Sejak kapan ia di sana?
Soraya segera menghampiri dengan rasa bersalahnya. "Kamu sudah lama di sini?" Tepat di depan Liam.
Perlahan Liam mengangkat wajahnya, mereka saling bertukar pandangan. Ada rasa kasihan dalam benak Soraya, begitu melihat Liam yang entah sejak kapan berada di depan pintu kamarnya.
Bersambung ...