Seusai makan malam, semua yang merapikan dan mencuci piring serta alat makan yang mereka gunakan tadi dilakukan oleh asisten rumah tangga. Tidak hanya ada satu tetapi empat asisten rumah tangga sekaligus. Namun bagi Soraya, dia sudah terbiasa melihat pemandangan itu, karena ini bukan pertama kalinya dia makan bersama dengan keluarga Liam.
Bahkan di beberapa kesempatan, orang tua Liam selalu mengajak Soraya di berbagai acara perusahaan untuk menemani anak lelaki mereka. Awalnya Liam memang risih, tapi lama kelamaan, Liam terbiasa akan hadir Soraya.
Kini kedua orang tua Liam mengajak Soraya untuk duduk bersantai sejenak di halaman belakang rumah. Di sana terdapat satu set sofa empuk lengkap dengan beberapa bantal kecil dan selimut di atas sofanya.
Terdapat kolam renang juga, lengkap dengan beberapa kursi jemur di pinggirannya serta dua buah pancuran air untuk berbilas. Kolam renang itu juga terlihat terang bersinar, karena adanya beberapa lampu yang terdapat dari dalam kolam tersebut. Begitu indah.
"Gimana pekerjaan kamu? Katanya Liam kamu sibuk banget," tanya Ellie begitu mereka baru saja duduk di atas sofa.
Hanya ada mereka bertiga di sana, Ellie, Soraya dan Rudie. Batang hidung Liam tidak terlihat, sebab Liam langsung meminta waktu untuk membersihkan diri sebentar.
"Iya, Tante. Di kantor kerjaan menumpuk, andaikan boleh dibawa pulang, pasti akan aku selesaikan." Soraya menjelaskan.
"Lebih baik kamu pindah kerja ke perusahaan Daddy-nya Liam. Di sana kamu bisa lebih santai. Iya 'kan, Dad?" Ellie merayu Soraya agar mau pindah bekerja ke perusahaan Rudie.
Bukan tanpa alasan, Ellie merasa kasihan melihat anak gadis itu, bekerja membanting tulang sendirian di ibu kota. Hal itu bukan perkara mudah baginya. Ditambah lagi dengan Soraya yang hanya memiliki sebuah motor sekuter yang menjadi transportasinya.
Namun Ellie juga tidak ingin gadis itu merasa tersinggung, padahal bisa saja dia membelikan Soraya sebuah mobil. Hanya Rudie, suaminya, selalu melarangnya karena takut jika Soraya akan berpikiran lain kepada mereka berdua.
Semenjak Liam mengenalkan Soraya pada Ellie dan Rudie, semenjak itu pula, Ellie merasa sayang dengan gadis itu. Dahulu Ellie ingin sekali memiliki anak seorang gadis agar bisa dia dandani layaknya model. Apalagi setelah Liam lahir, dia dan Rudie berusaha sekuat tenaga agar bisa mendapatkan anak perempuan.
Tetapi takdir berkata lain. Bukannya mendapatkan benih anak lagi, malah sebaliknya, Ellie sulit untuk kembali mendapatkan keturunan. Berbagai cara sudah mereka lakukan, hingga akhirnya mereka putus asa dan menerima jika hanya bisa mendapatkan Liam saja.
"Kalau Aya mau, daddy bisa siapkan kursi untuknya. Semua kembali lagi pada Aya, mau atau enggak?" Rudie memberi pilihan.
Soraya tersenyum dan berkata, "Nanti aja, Om, Tante, kalau aku sudah bosan jadi editor di perusahaan itu."
Mereka bertiga terlihat harmonis, memperbincangkan banyak hal tentang kehidupan. Sesekali Ellie menanyai bagaimana cara Soraya melewati hidupnya seorang diri di kota ini. Karena sebelum-sebelumnya Ellie tidak berani menanyakannya, khawatir akan menyinggung perasaan teman anaknya.
Tidak berapa lama setelah itu, Liam datang menghampiri. Lelaki itu sudah terlihat rapi, walaupun hanya mengenakan celana jeans dan juga baju kaos. Wangi parfumnya juga sudah menyebar ke udara, merasuki lubang hidung Soraya yang diam-diam menyukai aromanya.
"Ayo ... aku antar kamu pulang. Sudah jam sepuluh." Liam langsung mengajak Soraya untuk diantarkan pulang ke apartemennya.
Soraya langsung berpamitan satu per satu kepada Ellie dan Rudi. Mengucapkan rasa terima kasihnya karena sudah diundang makan malam bersama. Ellie mendekapnya lalu berkata, "Ke sini lagi kalau ada waktu dan jangan menunggu Liam ada. Anggap rumah ini juga rumah kamu."
"Iya, kalau mau ke sini, datang saja." Rudie menimpali.
Dalam perjalanan mereka berdua diam seribu bahasa, hanya suara alunan musik pada audio mobil yang menemani perjalanan itu. Serta lampu jalanan yang silih beganti menerangi.
"Gak mau naik ke atas dulu?" tawar Soraya begitu mobil Liam sudah berhasil parkir di dalam basemen gedung apartemennya.
Liam menatap intens bola mata Soraya. "Aku mau kamu," tambah Soraya lagi. Dia memang merasa letih, tetapi entah mengapa dia juga merasakan gairahnya yang membuncah terhadap lelaki di sampingnya itu.
Liam tidak berkata apa-apa, ia hanya menegakkan tubuhnya lalu memutar anak kunci mobil. Mematikan mesin dan keluar dari mobilnya. Soraya tersenyum, lalu segera ikut keluar dari mobil itu.
Tidak ada satu kalimat lagi yang keluar dari mulut Soraya, dia langsung melangkahkan kakinya menuju lift untuk ke kamarnya. Dan Liam juga hanya terdiam, mengikuti langkah Soraya di belakang.