"Ayolah, ikut aku. Reyhan sudah pulangkan? Kamu nggak ada janji lain lagi, 'kan?" seloroh Liam. Wajahnya terlihat memelas, semakin membuat Soraya merasa tidak enak hati.
"Masuk dulu gih, tunggu aku siap-siap." Akhirnya Soraya mengabulkan permintaan Liam. Jemarinya langsung memutar anak kunci pintu apartemennya, dia paham betul bagaimana sikap Ellie jika anaknya gagal membawanya ke rumah itu malam ini.
Liam sontak berdiri, terperangah mendengar sahutan dari Soraya yang nyatanya mau mengabulkan keinginan sederhana dari bundanya itu. "Serius?" Liam kembali memastikan.
"Iya ...." sahut Soraya sembari membuka pintu apartemen, lalu melangkah masuk dan langsung menuju ke kamar tidurnya.
Sebuah senyuman merekah di kedua sudut bibir lelaki yang selalu bermanja pada Soraya itu. Dengan hati senang, Liam langsung duduk di sofa dan memandangi punggung Soraya yang masuk ke dalam kamar, hingga bayangan wanita itu menghilang dari pandangannya.
Lelaki itu segera merogoh saku celananya, mengambil ponsel dan mengirimkan sebuah pesan singkat kepada Ellie. Ia mengatakan jika akan membawa Soraya ke rumahnya sebentar lagi, sambil bersenandung kecil.
***
Berpagarkan teralis besi yang berukir dan menjulang tinggi, menutupi kemegahan sebuah rumah di kawasan Jakarta Selatan. Rumah orang tua Liam, di mana lelaki itu juga masih tinggal bersama dengan mereka.
Lantai rumahnya beralaskan granit marmer dengan beberapa pilar tinggi yang menjulang, menjadi penyangga kokoh bangunan itu. Pintu depan serta jendela rumah terlihat mewah dengan paduan warna putih dan juga gold. Rumah tersebut bertingkat dua, lengkap dengan sebuah gazebo di halaman depan.
"Ayo, masuk!" ajak Liam sesaat sebelum keluar dari mobilnya. Soraya hanya mengangguk samar terlihat di bawah cahaya remang lampu taman rumah itu.
Mereka berdua tidak melangkah berdampingan, Liam lebih dulu lalu membukakan pintu rumahnya untuk Soraya. Begitu masuk, wanita itu langsung menarik napas panjang. Bukan karena gugup, tetapi karena dia merasakan hawa sejuk, mirip seperti hawa masuk saat ke rumah kedua orang tuanya. Hawa kekeluargaan.
Liam yang melihat tingkah wanita itu sudah tidak merasa heran lagi, ia sudah sering melihat Soraya seperti itu.
"Bunda ... Bunda ...," seru Liam memanggil Ellie sambil melangkah menuju ke dalam rumah yang begitu mewah. Soraya mengekor di belakang Liam.
Dari sudut ruangan lain muncul seorang lelaki paruh baya, melangkah mendekati Liam dan juga Soraya yang berada di tengah rumah. Menyapa mereka berdua. Lelaki paruh baya itu adalah Rudie, daddy Liam.
"Hallo hallo, apa kabar kamu? Sekarang jarang mampir ke sini ya?" Rudie menatap Soraya dengan tatapan mengintimidasinya, membuat Soraya tidak enak hati.
"Kerjaan terlalu banyak, Om. Tadi aja keburu matahari hilang baru pulang." Soraya menjawab sambil menjabat tangan Rudie dan mencium punggung tangannya.
Tidak lama berselang, Ellie keluar dari balik sebuah pintu lalu dari kejauhan sudah menyapa, "Akhirnya ... sudah lama sekali tante nggak lihat kamu, tante rindu sekali." Ellie langsung mendekap Soraya, memperlakukan wanita itu bak anak gadisnya.
Liam yang sedari tadi melihat orang tuanya yang secara bergantian menyapa Soraya, mendadak berdeham keras dan berkata, "Anaknya sendiri kalau pulang kerja mana pernah dipeluk begitu." Liam mencibir.
"Ya iyalah, kecuali kamu anak cowok umur 15 tahun. Itu pun kalau kamu pulang dengan pakaian yang bersih dan tetap wangi." Soraya selalu terang-terangan seperti itu mengejek Liam.
Begitu juga dengan Liam yang tidak malu memperlihatkan sikap manjanya kepada orang tuanya di depan Soraya, karena mereka hanya sekedar teman. Itu menurut mereka. Begitu juga yang Rudie dan Ellie ketahui.
"Ayo kita langsung makan saja. Om sudah lapar dan kamu juga pasti sudah lapar." Rudie langsung mengajak ke ruang makan dan mengambil posisi duduk masing-masing.
Ellie memulai semua itu dengan semangat, melayani mereka satu per satu dalam suasana makan malam yang terasa hangat. Penuh canda dan tawa, seolah sebuah keluarga utuh yang begitu lengkap. Apalagi dengan gelak tawa yang berhasil membaur pada setiap obrolan.
Tidak hanya Ellie dan Rudie yang senang, tetapi diam-diam anak semata wayang mereka juga turut senang melihat kedua lesung pipi gadis itu. Gadis yang sebenarnya bukan murni seorang gadis lagi. Gadis yang sebenarnya telah berhasil ia cicipi dan tanpa sadar ia sayangi sepenuh hati.
Bersambung ...