Chapter 54 - Sepakat

"Dua tahun menghilang kau banyak berubah." kata Alfon memecahkan keheningan.

Aku hanya tersenyum mendengar kata-katanya.

"Apa pun yang terjadi, aku turut senang Kau kembali."

Alfon berdiri dan menyalamiku. Ia pergi bergabung bersama yang lain ke ruangaan pesta.

"Nyonya, Tuan Fianka ada di sini.", kata seorang pelayan yang baru saja datang.

Pelayan itu sempat berpapasan dengan Alfon. Di belakang pelayan itu ada tuan Fianka. Ia sempat tersenyum kepada Alfon.

"Reveline, selamat datang kembali.", kata Tuan Fianka menyalamiku. Aku berdiri dan menyambut tangannya.

"Dua tahun berlalu. Semua orang nampak berubah." kataku meniru gaya Alfon bicara beberapa waktu lalu.

"Benar, aku semakin tua dan kau semakin cantik." sahutnya. "Ini semua dokumen tentang sekolah yang kau butuhkan. Sesuai janjiku padamu, aku akan kembalikan kepadamu."

Aku mengambil dokumen-dokumen itu. Aku membuka beberapa halaman. "Tuan Fianka, Anda membuat sekolah ini semakin laris diminati masyarakat."

Tuan Fianka tertawa. "Anggaplah itu sebagai bentuk permintaan maafku kepadamu atas apa yang mantan istriku lakukan."

Jawaban Fianka membuatku terkejut.

"Oh, aku turut menyesal"

"Tidak apa-apa. Kami berpisah baik-baik. Rose menemukan tambatan hatinya. Jadi, aku memilih melepaskannya. Aku sangat berharap mereka bisa bahagia."

"Anda menginvetsasikan banyak uang untuk sekolah ini.", kataku mengalihkan pembicaaran.

"Seperti yang kau tahu, setiap perusahaan wajib menyumbangkan sekian persen untuk pendidikan di Indonesia. Aku hanya menjalakan atauran itu. Lagi pula, aku juga berharap kelak akan ada banyak orang-orang baik dan cerdas sepertimu. Karena sekolah adalah jalan satu-satunya mengubah masa depan. Dan itu hak setiap anak bukan?"

Aku membenarkan pernyataannya. Tuan Fianka tampak lelah dan tidak bahagia seperti terakhir kali aku bertemu dengannya.

"Pengacaraku akan menyiapakan semua dokumen yang diperlukan besuk. Ku harap kau tidak keberatan aku tetap menjadi sponsor. Aku sudah lelah mendengar banyak laporan setiap hari. Selanjutnya, kaulah yang harus bertanggung jawab atas semua hal."

Aku membolak balikkan dokumen. Aku melihat, beberapa dokumen yang menyebutkan pembangunan sekolah di daerah terpencil.

"Jangan tersinggung, aku meminta beberapa temanku membantu membuka sekolah murah di pedalaman. Memang tak akan menghasilkan uang, tapi setidaknya bisa membantu banyak anak mendapatkan pendidikan bertaraf internasional secara gratis bagi mereka yang layak."

"Terima kasih" jawabku singkat. "Alfon lebih pantas memimpin dari pada aku, besuk silahkan selesaikan semuanya dengan Alfon."

Fianka tertawa. "Sudah ku duga kau akan berkata seperti itu.

"Apa kau keberatan dengan cara ia bekerja selama ini?"

"Tidak, dia bekerja dengan sangat baik. Hanya saja saat kau kembali aku pikir kita bisa menghabiskan waktu bersama untuk saling mengenal melalui pekerjaan ini."

Aku membeku tanpa ekspresi. "Tenanglah, aku tahu posisimu sekarang. Aku tak akan mengejarmu. Selamat kau sudah mendapatkan orang yang tepat. Maaf, entah mengapa saat aku mendengar kau kembali aku merasa senang. Bahkan sempat berharap bisa mengenal lebih dekat."

Fianka menghela nafas sebelum melanjutkan pebicaraannya.

"Tapi aku sadar, aku sudah terlambat. Entah apa yang terjadi, kau sudah memiliki seorang anak dan seorang suami. Kau harus mengumumkan pernikahan kalian. Jika tidak, akan membuat banyak orang patah hati dan kecewa."

Aku tertawa kecil mendengar ucapannya yang terdengar tak masuk akal di telingaku.

"Aku serius! Sangat kecewa saat mendangar pelayan itu memanggilmu Nyonya", Aku berhenti tertawa dan melihat wajah serius Fianka.

Aku meletakkan kembali dokumen-dokumen yang ia bawa.

"Aku minta maaf."

Tuan Fianka mengambil gelas di depannya dan meneguknya sampai habis layaknya orang yang kesal. "Tidak apa-apa, aku pantas menerimanya."

Fianka beridiri. Ia mengulurkan tangannya padaku. Dengan ragu aku menyambut tangannya itu.

"Jika suatu saat kau membutuhkan bantuanku, datanglah. Aku akan membantu dengan senang hati. Tak peduli apa pun masalah yang kau hadapi. Bahkan jika suamimu itu menyakitimu, aku dengan senang hati membantumu. "

Setelah menyalamiku Tuan Fianka berjalan meninggalkan ku. Berbeda dengan Alfon, ia memilih arah sebaliknya dari ruangan pesta. Artinya ia pergi dan meninggalkan rumah ini.

Aku berdiri mematung mengamati Fianka yang berjalan menjauh. Aku bertanya-tanya. Sebenarnya cinta itu seperti apa?

Bukankah Tuan Fianka mengorbankan banyak hal untuk Rose. Dan mengapa pria sepertinya tiba-tiba tertarik dengan orang sepertiku?

Belum lama lamunanku, Gold sudah disampingku dan berbisik.

"Kita harus bicara."