Chereads / Wanita dititik Terendah / Chapter 25 - Ke pasar.

Chapter 25 - Ke pasar.

"Kebencian hanya akan menutupi cahaya terang dalam hatimu yang membuat kamu bahkan tidak mengenalimu sendiri.!"

-Wanita di titik Terendah-

"Kamu kenapa ngelakuin ini semua?" tanya Achiera begitu duduk di mobil dengan cemberut.

"Ngelakuin apa?" tanya Hans sambil menyalakan mobilnya.

"Datang kesini, dekat dengan nenek dan bahkan mau ke pasar untuk berbelanja!" ucap Achiera masih dengan cemberut dan melipatkan kedua tangannya di dadanya.

"Hans pasar di sini itu bukan seperti dalam bayanganmu, pasar di sini itu banyak polusi, panas, dan becek kalau hujan. Pokoknya sumpek lah, kau tidak akan merasa nyaman," Lanjut Achiera menjelaskan.

"Oh jadi ini bisa di bilang kau mengkhawatirkan aku?" jawab Hans sambil tersenyum melihat kearah Achiera. "Tidak perlu khawatir, bagaimanapun panas dan baunya pasar, itu bukan hal baru lagi buatku. Dulu untuk mengisi perut pun ketika aku masih kecil, aku ke pasar bekerja mengangkat barang belanja orang-orang dan atau sekedar mencuci piring di warung nasi, pekerjaan kasar seperti itu sudah biasa bagiku!" ucap Hans serius, lalu menatap ke arah Achiera tajam.  'Dan itu semua karena Ayahmu!!' lanjutnya dalam hati.

Achiera tercengang mendengar perkataan Hans, dia tidak percaya bahwa pria yang di sampingnya ini telah melewati kerasnya hidup sebelum bangkit. Matanya bertemu secara  intens dengan mata biru Hans, membuatnya pipinya merona malu karna saling kontak mata.

Untuk menutupi rasa malunya dia memalingkan mukanya menatap ke luar jendela kaca mobil. 

"Gak usah ditutup-tutupi, kau itu seperti tumbuhan putri malu yang kalau disentuh sedikit langsung meredupkan daunnya, tidak ada bedanya denganmu yang kalau di puji atau ditatap sedikit langsung memerah pipinya apalagi kalau aku sentuh," ucap Hans sengaja menggantungkan perkataan nya lalu mendekatkan lehernya ke arah telinga Achiera,

"Akan selalu merona walau sudah berkali-kali aku masuki!" lanjutnya dengan senyuman nakal khas-nya.

Sontak Achiera tersentak dan malu mendengar perkataan vulgar Hans itu yang tanpa rasa malu di ucapkan Hans. Seketika Achiera menoleh kearah Hans, siapa sangka Hans masih tetap mendekatkan lehernya ke arah Achiera sengaja menunggu Achiera berbalik muka menghadapnya dan 'Cup' bibir mereka saling bertemu. Dengan ahli Hans segera mematikan mesin mobilnya yang memang sedari tadi sudah berjalan ke tepi jalan. Tanpa membuang waktu dan kesempatan Hans segera menyesap dalam bibir Achiera itu.

Awalnya memang sebuah sentuhan tanpa kesengajaan yang dibuat oleh Achiera, tapi Hans memang sudah merindukan rasa dari Achiera. Tak ingin membuang waktu dan kesempatan dia terus mendalamkan ciumannya dengan sangat rakusnya sampai-sampai Achiera tidak bernafas.

"Fiuhh...."

Hal pertama kali yang di lakukan Achiera ketika Hans melepaskan ciumannya yaitu membuang nafas dan menghirupnya lagi.

"Kau itu masih saja tidak tau teknik berciuman, tapi rasanya masih manis sama seperti dulu saat kau berkata aku merebut ciuman pertamamu," ucap Hans tertawa geli.

Achiera terdiam lama mendengar ucapan vulgar Hans tanpa rasa malunya, menenangkan jantungnya yang berdetak kencang sekali.

"Jadi ini alasanmu mengajak ku ke luar?" ucap Achiera akhirnya, "lakukanlah cepat, nanti nenek khawatir kalau kita kelamaan," lanjut Achiera tapi tetap tak ingin melihat ke arah Hans karena malunya.

"Tidak, kan kau yang menempelkan bibirmu tepat di bibirku kenapa malah menyalahkan aku. Tapi jika kau meminta kenapa tidak," jawab Hans langsung beranjak tak lupa membuka seat belt-nya terlebih dulu.

Ditariknya leher Achiera supaya menghadap ke arahnya, diciumnya Achiera tanpa aba-aba. "Achiera, kan aku sudah bilang kalau aku tidak akan memaksamu, dan sekarang kau yang memintanya maka akan aku turuti, karena memang aku tak bisa menahannya. Kau tau sendiri setiap kali berada di dekatmu aku tak bisa menahannya," ungkap Hans memindahkan ciumannya ke leher Achiera dan dengan sangat ahli tapi perlahan membuka setiap kancing baju Achiera sehingga wanita itu telah telanjang dada.

Beberapa saat kemudian...

"Kita sudah menghabiskan waktu sangat lama, mungkin seperti katamu nenek akan khawatir dengan kita," ucapnya sambil memasangkan bajunya. "Mungkin dia akan berpikir sesuatu hal buruk terjadi pada kita, padahal sebenarnya kita melakukan sesuatu hal yang kita inginkan dan yang sangat menyenangkan, bukan kah begitu Achiera?" lanjutnya sambil membantu Achiera mengaitkan Bra nya.

"Hans, jangan mulai lagi deh," jerit Achiera malu.

"Kenapa? atau kau akan merasa mau lagi?" tanya Hans terus menggoda Achiera.

"Sudahlah, kau tidak lupa kan kalau kita harus ke pasar membeli bahan makanan?" tanya Achiera, "dasar tidak tau malu, kau sudah membuat semua badanku dan pinggangku sakit tapi masih bisa berbicara seakan akan tidak terjadi apa-apa," lanjut Achiera.

"Tentu, aku ingin memasak makanan yang spesial malam ini." jawab Hans santai lalu menyalakan mobilnya kembali.

"Dan kita harus membeli bahan-bahannya untuk itu" lanjutnya lagi sambil menginjak pedal gas mobilnya dan melaju.

"Kita beli beberapa kg daging segar dan beberapa kentang, wortel, buncis, mentega dan-" ucapan Hans dihentikan oleh Achiera.

"Memangnya kau ingin masak apa?" tanya Achiera heran.

"Steak," jawab Hans santai, "dan kita juga perlu membeli beberapa bahan makanan untuk stok buat Nenek juga Felisha nantinya. Hitung-hitung menghemat biaya pengeluaran mereka,"lanjut Hans.

Achiera tidak menjawab Hans, dia hanya terdiam tetapi menatap lurus ke arah Hans yang dengan sangat telaten memilih beberapa daging potong itu. Achiera tersenyum melihat keseriusan Hans.

Hans yang sudah selesai dengan dagingnya menangkap Achiera yang tersenyum kecil dan bertanya dengan penasaran,

"Kenapa?" tanya Hans?

"Ah tidak aku cuma tidak menyangka seorang CEO sepertimu bisa membeli dan memilih daging yang segar dengan sangat serius. Siapa yang menyangka Hans yang berbelanja sambil memegang keranjang seperti ini masih sama dengan Hans seorang ceo yang galak di kantor," ejek Achiera.

"Apa pun yang membuatmu bahagia akan aku lakukan," ucap Hans sambil tersenyum manis.

Seketika Achiera tersentuh dengan ucapan manis Hans juga sangat terpana dengan senyuman manis Hans. Jantung Achiera berdetak sangat kuatnya sampai-sampai Achiera memegang ke arah jantungnya agar tidak copot. "Sepertinya aku harus pergi ke dokter untuk konsultasi jantung," ucap Achiera pelan dan memang Hans tidak mendengarnya.

***

"Kalian kok baru datang, apa yang terjadi?" tanya Nenek yang keluar begitu mendengar bunyi suara mobil.

"Nek, kami-"

Belum sempat Achiera berbicara, sang Nenek malah memotong pembicaraannya dengan berkata, "Astaga kalian lama karna beli belanja sebanyak ini? Tapi untuk apa?" tanya nenek lagi.

"Ini sebagai ucapan terima kasih buat nenek, karna nenek sudah menerima dan menyambutku dengan hangat," jawab Hans.

"Ya ampun nak Hans tidak perlu repot-repot tadi, ini terlalu banyak dan nenek jadi tak enak sama nak Hans," balas nenek.

"Nek jangan sungkan begitu, aku inikan ngasihnya iklas," ucap Hans sambil membawa barang-barang belanjaannya.

"Kalau gitu terima kasih Nak Hans, biar nenek bantu angkat," tawar nenek.

"Nek, tidak perlu biar aku saja, aku ini kuat. Nenek masuklah dan duduk saja, biar aku memasak," ucap Hans sambil tersenyum sangat manis.

***

"Ok makan malam sudah siap!!!!" ucap Hans sambil membawa hasil masakannya dan meletakkannya di meja. "Karena semuanya sudah di persiapkan jadi ayo kita makan bersama," lanjut Hans lagi.

Secara psikologis sebenarnya Hans sangat menikmati harinya bersama keluarga Achiera, karena kebersamaannya itu membuka ruang hampa yang sudah lama tertutup hanya saja bencinya lebih dalam dan dia memilih untuk mengabaikan kerinduan hatinya.

"Kak Hans, masakan kakak enak bangat, kakak hebat sekali. Aku pikir kakak bercanda tadi saat bilang mau masak, eh ternyata memang benar dan enak," puji Ferisha sungguh-sungguh.

"Kamu terlalu berlebihan, tapi sih setidaknya aku sedikit pintar dibandingkan seseorang yang ngakunya perempuan tapi bisanya hanya masak omlet doang," sindir Hans sambil melirik ke arah Achiera.

Seketika Achiera tersendak begitu mendengar perkataan Hans yang menyinggungnya, dengan geram dia menatap ke arah Hans dan Hans pun mengedipkan matanya sebelah.

"Oh ya nak Hans, ini sudah malam nak Hans tidur di mana?" ucap Nenek yang membuat Hans dan Achiera menghentikan kontak mata di antara mereka.

"Sebenarnya aku tidak tau mau tidur di mana Nek, tadi aku cari hotel di dekat sini tidak ada, eh dapat hotel yang jauh dari sini itu pun malah penuh," jelas Hans sejenak dia berhenti. "Apa boleh, kalau Nenek mengizinkan aku menginap di sini untuk satu malam ini?" tanya Hans dengan sendu.

"Ya tentu boleh lah, di sini masih cukup kamar, Achiera dulu punya adik laki-laki, jadi kamu boleh tidur sana," jawab nenek lembut.

"Tapi nek itu kamar Steven sudah lama tidak di pakai dan belum aku bersihkan, apa gak kenapa-napa kalau Kak Hans tidur di sana?" tanya Ferisha menyela.

"Nanti Hans tidur di kamar ku saja, biar aku di kamar Steven," ucap Achiera mengambil titik tengah persoalan.

"Ok, mana baiknya saja," ucap Nenek mengalah.

"Nanti kak Kaili masih tidur di kamar Ferisha ya kak, Ferisha masih ingin cerita," bujuk Ferisha kepada Kaili yang sedari tadi hanya pendengar saja.

"Apa pun untuk kamu!" jawab Kaili tersenyum.

***

"Ini kamar aku, maaf tidak secantik, seluas dan senyaman kamarmu. Kalau kau butuh apa-apa, aku ada di kamar sebelah," ucap Achiera lalu beranjak ingin pergi namun Hans menahannya dengan memegang tangannya.

"Hans, ada apa?" tanya Achiera panik.

"Apa kau tidak berencana menemaniku tidur di sini?" jawab Hans sambil mendorong Achiera ke dinding.

"Hans, tolong jangan begini. Di sini ada nenek. Aku janji, begitu sampai di rumahmu, aku akan melakukan  apa pun yang kau minta, tapi jangan di rumahku," ucap Achiera sedih.

"Achiera, apa kau memohon? Apa yang kau lakukan? Kau sangat ketakutan seperti itu? Apa kau pikir aku akan membuat mu dalam bahaya? Aku akan selalu menjaga nama baikmu, tolong jangan sepeti ini lagi," ucap Hans sambil memeluk Achiera.

Pelukan Hans yang hangat menenangkan hati Achiera, disandarkannya sepenuhnya kepalanya ke dada bidang Hans dan di balasnya pelukan Hans itu.

"Terima kasih sudah mengerti aku," ucap Achiera lirih.

"Apa pun untuk mu," jawab Hans semakin mendalamkan pelukannya.

"Aku permisi dulu, mau tidur. Good night!" ucap Achiera tak lupa dikecupnya pipi Hans itu.