"Pain can motivate you to progress, but it can also darken your heart...! So be wise ๐"
"Author๐ธ"
๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ
"Baiklah silahkan duduk, nenek akan membuat kopi untuk kita," ucap nenek lalu berdiri.
"Biar Achiera saja, nek!" tawar Achiera.
"Tidak perlu, temani saja boss-mu berbicara, dia sudah datang jauh-jauh jangan abaikan dia," jawab nenek tanpa melihat ke belakang.
Beberapa saat kemudian nenek datang dengan kopi di tangannya.ย
"Kopinya sudah siap seduh, silakan di minum," ucap nenek sambil meletakkan kopi itu di atas meja.
"Oh iya, ini hanyalah kopi biasa yang saya racik sendiri dengan menggunakan penggiling tua yang manual, mungkin tuan muda tidak akan suka rasanya karena ini hanyalah racikan hasil dari nenek peot ini," sambung Nenek menjelaskan.
"Nek, panggil aku Hans saja jangan tuan muda," jawab Hans lembut sambil menyesap kopinya.
"Wahhh ... rasa yang nikmat. Aku baru pertama sekali minum kopi dengan rasa yang senikmat ini. Apa ini benar di racik sendiri oleh nenek?" tanya Hans sungguh-sungguh.
"Ah ... nak Hans bercanda saja, ini hanyalah racikan tangan orang tua ini,ย tidak mungkin bisa mengalahi racikan seorang peracik hebat yang biasa anda minum," jawab nenek merendah.
"Iya, aku mengenal beberapa jenis kopi yang di racik dengan mesin dan orang-orang ahli, tapi kopi buatan nenek ini sungguh sangat khas rasanya dan nikmat, aku belum pernah merasakan kopi senikmat ini, perpaduan antara kopi ke gula nya tepat sekali," jelas Hans jujur.
"Terima kasih kalau begitu. Nenek tua ini sungguh terharu," jawab nenek.
Dan siang itu terasa hangat buat Hans karena dia sudah lama tidak merasakan kehangatan dari sebuah keluarga.
"Karena ini sudah siang, waktunya untuk makan siang. Nak Hans, apakah kamu sudah makan siang? kebetulan tadi nenek sudah masak," ucap nenek di celah-celah tawa mereka di sing hari itu.
Dengan cepat Achiera menyeka ucapan neneknya. "Nek, dia tidak terbiasa makan makanan sederhana seperti yang saat ini kita sajikan, jadi tidak perlu menawarkannya untuk makan."
"Emp benar juga, Nenek terlalu lancang. Maafkan nenek ini ya nak Hans," ucap nenek sambil sedikit menundukkan kepalanya.
Hans tercengang melihat tindakan Nenek yang menundukkan kepala terhadapnya, membuat jiwa prihatinnya keluar.ย
"Nek, apa yang anda lakukan? tidak perlu sampai menunduk begitu," ucapnya langsung melambai-lambaikan tangannya sebagai tanda penolakannya.
"Nenek tak perlu mendengarkan Achiera itu, tentunya aku ingin sekali mencicipi masakan nenek ini, lagian aku mau makan di mana lagi? kan, dari di sini ย jauh restoran, jadi aku sangat senang jika di beri makan oleh nenek," ucapnya sambil tersenyum lebar.
"Baiklah kalau begitu Achiera dan Ferisha akan mempersiapkan makanan," ucap Nenek sambil ikut tertawa.
Achiera dan Ferisha langsung pergi melangkah ke dapur dan langsung disusul oleh Kaili sambil berteriak;
"tunggu, aku juga ikut dong mempersiapkan makanan,"
Mereka menikmati makanan sederhana itu dengan penuh suka cita, rasa kekeluargaan yang terlihat jelas sekalipun dalam kesederhanaannya.
Melihat itu Hans yang telah lama tidak merasakan keintiman dan kehangatan kekeluargaan langsung teringat pada masa kecilnya yang begitu bahagia dahulu kala, di saat ada mama dan papanya yang melengkapi masa kecilnya itu.
Tapi semua kenangan indah itu segera hilang begitu Stevanus Grey (Ayah Achiera) merebut semua kebahagiaan itu dan menggantikannya dengan penderitaan yang tiada habisnya yang dirasakan oleh Hans sejak kecilnya.
Stevanus Grey menjatuhkan perusahaan Ayahnya sehingga mengalami kerugian yang tidak bisa tertangani, mengakibatkan kebangkrutan. Karena kebangkrutan itu, ibunya Hans pergi meninggalkan Hans dan Ayahnya dalam keterpurukan dan hidup bersama pria kaya yang merupakan sahabat dari Stevanus Grey. Dan pria yang telah merebut Ibunya Hans itu, mendorong Ayahnya dari lantai 30 gedung perusahaan Ayahnya dulu yang bernama 'HM group' tepat di depan mata Hans.
Hans kecil yang saat itu hanya berusia 15 tahun hanya bisa menangis memanggil Ayahnya. Ada emosi yang tidak bisa disalurkan saat itu.ย
Sejak saat itu, Hans harus berusaha menghidupi dirinya sendiri, kehidupan sekeras apa pun telah di laluinya, bahkan berebut makanan dengan beberapa anjing pun sudah menjadi kebiasaannya yang penting dia dapat makan.
Semua penderitaannya itu bermula dari Stevanus Grey yang telah membantu pria kaya itu untuk merebut ibunya juga hartanya dan membuat perusahaan HM Group bernilai jelek di masyarakat.
Membuat hatinya keras, bahkan lebih keras dari batu dan dipenuhi oleh api dendam yang membara. Dengan usaha dan niat yang besar untuk balas dendam, dia pun bisa hidup sampai sekarang. Bahkan ketika dia berusia 20 tahun, dia berhasil membangkitkan HM group dan mengubahnya jadi "MATTHEWS GROUP" dalam waktu 3 tahun dan berhasil membawanya ke perusahaan tingkat internasional tahun ke 5 dia berbisnis.
Dia yang dipenuhi oleh api dendam saat memulai bisnisnya, tak lupa menggulung habis, bersih tidak bersisa perusahaan Stevanus Grey yang menjadi cita-citanya dan motivasi sejak kecil. Dan takdir berpihak padanya, tanpa sentuhan tangannya, Istri Stevanus Grey meninggal karena sakit-sakitan dan menurut berita yang dia dapatkan, Stevanus Grey yang sangat mencintai istrinya itu tidak sanggup menerima cerai mati dari istrinya, membuatnya mabuk-mabukan lalu meninggal.
'Tapi siapa sangka, anak dari Stevanus yang sama sekali aku tidak ada minat lagi untuk membalas dendam, malah datang sendiri dan mengacaukan kontrak kerjasama-ku yang sudah aku prepare selama 1 tahun. Membangkitkan dendam yang telah lama aku lupakan,' batinnya.
Lalu ia menatap tajam satu persatu anak dari kusuh bebuyutannya itu,ย yaituย Achiera dan Ferisha yang saat itu sedang tertawa bercanda bahagia sambil makan.
'Achiera, penderitaan yang kau alami ini belum sebanding dengan yang aku alami sejak aku berusia 15 tahun. Kau yang telah kehilangan segalanya pun masih bisa menikmati keintiman hidup hangat dari keluarga sementara aku hanya sebatang kara,' batinnya.
Dia marah dan geram, sampai-sampai sumpit yang dia pakai terbelah dua karena kebenciannya.
"Nak Hans, ada apa? sumpit itu kenapa bisa patah?" tanya Nenek yang membuyarkan pikiran Hans dari masa lalunya.
"Lihat tangan kakak berdarah," timpal Ferisha.
Melihat darah yang bercecer dari tangan Hans dengan derasnya, spontan Achiera langsung bangkit dan berlari mengambil kotak P3K yang ada di seberang mereka di dekat lemari laci.
"Apa yang kau lakukan? makan saja pun, sumpit bisa patah.!" ucap Achiera dan langsung membalut luka Hans.
"Aku pun tidak tau, aku terlalu menikmati makanannya, mungkin," ucapnya sambil menyipitkan sebelah matanya.
"Kamu....!" ucap Achiera pipinya memerah, matanya bertemu dengan mata biru tajam Hans yang berkedip sebelah.
"Sebenarnya, tadi aku lagi mengenang masa laluku. Aku sudah lama tidak merasakan kehangatan keluarga seperti yang tadi aku lihat dan rasakan, aku sangat iri samamu achiera, dan kamu sangat beruntung," jawab Hans sambil memasang ekspresi sedihnya.
Achiera terdiam mendengar pengakuan Hans, sebagai wanita yang juga mencintainya kepedihan hati Hans sangat dapat dirasakannya.
๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น๐น
"Ekhemm kak, lagi melamunkan apa?" deham Ferisha yang baru saja masuk ke kamar Achiera
"Kau masuk masuk sudah menggodaku saja," cemberut Achiera.
"Kau pasti sedang melamunkan Hans itu, kan?"
Kaili yang baru datang itu pun langsung menimpali.
"Apaan sih kalian berdua ini, cepat pergi ayo....!" usir Achiera.
"Sepertinya kakak sangat mencintai tuan muda itu, lihat aksi kakak tadi yang langsung mengambil kotak P3K itu, terlihat jelas..!" goda Ferisha sambil menjatuhkan dirinya ke kasur.
"Anak kecil tidak perlu sok tau begitu, sekolah yang benar," ucap Achiera menghindar dari topik pimbicaraan.
"Lho kau kenapa malah menghindari perkataan kami? jawab aja susah!" ucap Kaili sambil duduk di tepi ranjang.
"Heiii.... apaan kalian berdua ini, bisanya menggoda ku saja!" jerit Achiera sambil melempar bantal kearah kedua perempuan yang menggodanya ini.
"Aih aihh malu.... lihat Ferisha, pipi kakakmu memerah," sambung Kaili terbahak.
"kalian berduaa.... buruan keluar..!"jerit Achiera sambil menutupi mukanya dengan bantal.
Hans yang sedari tadi mendengar dan menyaksikan candaan dari ketiga wanita muda itu tertawa sinis, hatinya puas melihat tanggapan Achiera.
"Segala rencanaku akan berjalan lancar. Achiera..., malangnya nasibmu, jangan salahkan aku tetapi salahkan dirimu yang terlalu naif!" ucapnya pelan dan puas.
Ditengah-tengah pergulatan para mereka, Hans datang lalu mengetok pintu. Seketika mereka bertiga berhenti dan kompak melihat ke arah pintu.
"Maaf mengganggu, tapi itu ... nenek memanggilmu, Achiera."
"Oh baiklah, aku segera ke sana," ucap Achiera langsung beranjak, tidak lupa dia mengejek sahabat juga adiknya itu dengan menjulurkan lidahnya.
๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ๐ฅ
"Nek, Hans bilang nenek memanggilku? ada apa?" tanya Achiera begitu sampai di ruang keluarga di mana neneknya duduk.
"Iya, kamu tolong pergi ke pasar temani nak Hans untuk membeli beberapa bahan makanan, karna Nak Hans katanya mau memasak sesuatu untuk kita malam ini."
"Ha...? Kau mau memasak?" tanya Hans heran.
"Apa kau keberatan??" tanya Hans melirik Achiera.
"Aku di sini menumpang, kan aku gak mungkin makan gratis saja di sini, aku itu merasa tidak enak," lanjut Hans lagi.
"Ya terserah kau, kau paling benar," jawab Achiera, "Ya sudah ayo," lanjut Achiera lalu pergi.