Sang gadis pelayan tertawa manis, "Itu berarti tak ada lagi fortune cookies yang sangat, sangat, sangat kamu sukai."
"Akan kubeli toko ini dengan bantuan mafia!" Derry setengah bercanda.
Dengan gesit sang gadis pelayan menangkis, "Silahkan saja kalo bisa…. Tapi, langkahi dulu abu buku resep dapurku. Mendapatkan bangunannya saja bukan berarti bisa mendapatkan makanannya kan?"
Derry tercenung sesaat, lalu berkompromi, "Gak ada franchise-nya?"
"Orang terakhir yang mencari franchise di sini langsung terkapar pas dengar harganya. Padahal orang itu sudah membuka Tujuh McGober. Bagaimana Derry Susanto, apakah Anda ingin melamar franchise di sini?" Anima menatapnya dengan tajam, "Karena Anda..., ya, kurang lebih sudah bisa disebut family, so... kami bisa memberikan diskon satu persen."
Derry sudah pernah mendengar harga franchise Po Chi Lam yang fantastis itu, atau semata-mata cara sopan untuk menyatakan bahwa kedai ini TAK MEMBUKA CABANG atau DIJUAL atau DIWARALABAKAN dengan ancaman apa pun. Keheningan mengambang di antara mereka berdua, sebelum mata mereka melembut dalam ledakan tawa.
"Selamat, Der! Hari pertama boleh naik motor ke sekolah."
Anima adalah sahabat terdekat Derry di luar lingkungan teman-teman sekolahnya. Gadis kepala pelayan, sekaligus anak pemilik Café Po Chi Lam ini pertama kali dikenalnya sejak saat ia duduk di bangku SMP. Persahabatan langsung tumbuh dengan alami di antara mereka. Resep persahabatan ini rahasianya cuma satu: keduanya sama-sama menyukai fortune cookies. Hidup mereka sama-sama berubah oleh fortune cookies. Satu-satunya yang membedakan adalah Derry lebih pada menjadi penggemarnya, sementara Anima telah menjadi pembuat fortune cookies yang handal.
Mereka pun larut dalam obrolan "ringan" di pagi hari itu. Sambil membicarakan headline harian Suara Pembangunan bertajuk "Terungkapnya Skandal Korupsi Menteri Perumahan Rakyat"—tepatnya menggelapkan uang hasil tender pembangunan tiga ribu unit rumah RSSS sebesar enam puluh miliar rupiah—di antara pembicaraan mereka mengenai politik, ekonomi, perumahan, dan peluangnya, Derry mengamati senyuman cerah yang selalu muncul di wajah pelayan manis ini.
Tak banyak orang yang tahu dibalik senyuman manis, ramah-tamah, kerendahhatian, dan kecekatan gadis ini, ia juga seorang yang handal dalam urusan masak-memasak. Bisa dikatakan Anima genius dalam segala hal. Tidak saja yang menuntut keterampilan semata, tapi juga dalam urusan yang mengharuskan "memeras" otak.
Anima memang tidak lulus SMP, Derry melihatnya sebagai sosok terpintar dan terajin yang pernah dikenalnya. Anima mampu berdiskusi hampir semua topik pembahasan, tanpa perlu menunjukkan kepintarannya. Kalaupun ingin ditunjukkan pasti tidak terlihat mencolok. Tak heran jika metode kerja Derry sama dengan Anima, brilian, alami, dan efektif.
Kemampuan Anima dalam berhubungan antarmanusia pun menakjubkan. Ia memiliki pemahaman yang mendalam tentang sifat–sifat manusia dan bagaimana cara yang tepat untuk "berkomunikasi" dengan mereka. Dibantu memorinya yang luar biasa, Anima praktis dapat dekat dengan siapa saja meski baru sepuluh menit ngobrol. Bukankah dikatakan bahwa untuk connect dengan seseorang, mereka harus disukai dan dapat dipercaya? Nah, Anima adalah salah satu dari orang yang telah menguasai skill (keterampilan) ini.
Pada mulanya, Derry, seperti sebagian besar pengunjung dan sahabat Anima yang lain, mengira tatapan mata yang ramah, hangat, dan bahkan tampak polos itu tak mengandung makna. Padahal, tatapan mata yang menjadi senjata andalannya itu mengandung sejuta makna. Hanya orang-orang tertentu yang mengenalnya lebih dalam saja yang mampu menyadari kalau tatapan mata jernih itu sebenarnya dapat melihat ke dalam lubuk hati yang dalam. Sangat dalam. Keunikannya inilah yang merupakan aset tak ternilai bagi Café Po Chi Lam.
Setiap kali bersama Derry, Anima akan lebih sering bicara, lebih cerewet, lebih aktif. Sementara Derry hanya menjadi pendengar setia, layaknya murid yang memerhatikan gurunya dengan cermat. Pagi ini merupakan salah satunya.
"Jika aja korupsi dilegalkan, maka tentu tidak akan ada berita macam ini di koran…," ujar Anima menyentak lamunan Derry.
"Mana bisa korupsi dilegalkan?" jawab Derry agak kaget.
Anima mengangkat bahunya, "Kenapa tidak? Lebih baik dilegalkan agar kita bisa mengawasi jumlahnya daripada sembunyi-sembunyi tapi besar sekali jumlah yang dikorupsi."
"Terus? Semua orang korupsi gitu?"
"Ya, bisa dibilang gitu. Kenyataannya…, kita semua, di Indonesia sudah terbiasa dengan korupsi. Bahkan ada yang bilang budaya kita dibangun dari korupsi. Jadi, masalahnya kalau sudah jadi budaya kenapa tidak diproklamirkan? Malah kalau dilihat dari skalanya, korupsi bisa dikurangi sampai 75% kalau saja ada saluran resminya…."
"..."
Anima kemudian menjelaskan dengan santai bagaimana legalisasi perjudian di beberapa negara justru berhasil mengurangi jumlah perjudian gelap dan kriminalitas.
"Legalisasi penggunaan obat terlarang bahkan mampu mengurangi jumlah pecandu dan arus perdagangan obat bius, bahkan lokasi resmi pemadatan dilengkapi pula dengan rehabilitasi sehingga korban jiwa akibat penyalahgunaan narkoba berkurang. Pelegalan suatu aktivitas yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dalam masyarakat, ironisnya, membuat pemerintah mampu mengawasi individu-individu agar melakukan perbuatan "gelap" ini secara lebih terkontrol dan lebih ringan-risiko. Juga mengurangi rasa dan sensasi cool, 'berani', 'funky', dan 'petualangan' yang jadi pendorong kenapa sebagian remaja melakukan aktivitas 'terlarang' ini hanya demi sekadar mengekspresikan pemberontakan jiwa mereka. Pada jangka panjangnya, tingkat perbuatan "gelap" justru anehnya menurun. Sangat mungkin juga korupsi akan menurun jika itu dilegalkan dengan sistem yang smart tentunya."
Derry tercenung mendengar uraian ini, "Kamu lebih cocok jadi politikus... eh politisi…."
Anima tersenyum, "Nah…, cukup ngomongin korupsi. Hari ini kamu semangat sekali, ada apa ya?"
"Wah! Masa sebegitu kelihatannya? Wah wah! Payah nih…! Pasti karena motor itu." Derry membalas, mulai waspada juga dengan kehebatan Anima.
Anima menggelengkan kepala. Tatapan matanya semakin tajam, "Bukan. Ada lagi. Sesuatu yang lebih besar dari motor…, di dalam pikiranmu…. " Ia tersenyum sebentar sebelum melanjutkan,
"Jangan bilang…, 'Derry dan rencana-rencana besarnya lagi'?" Sang gadis sahabat itu bertanya dengan antusias.
Derry melipat tangan di depan dadanya sembari mengerutkan kening. Ia manggut-manggut dengan mata tertutup, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu yang sangat berat. Ia membuka mulutnya hendak mengucapkan sesuatu, tapi tidak jadi.
Anima mengucapkan sesuatu, "Radusiharasia?"
"Rabesitul, Rasasiyangranya...." Derry berbisik.
"Rahasitidu."
"Ramasikarasih."
Tepat saat itu, jam tangan Derry berbunyi singkat memberitahukan pukul tujuh lewat lima belas telah tiba. Anima berdiri, tetapi matanya sejenak berkilat kecewa. Derry melihat hal itu, sayangnya ia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri.
Anima berkata lagi pada Derry, "Semoga sukses dengan semua rencanamu…."
Dengan serius sekali, Derry menjawab, "Anima…, hanya kamu yang bisa tahu sampai tahap ini."
Anima memegang kedua tangan Derry dengan lembut dan berkata, "Terus apa kata fortune cookies soal ini?"
Derry menjawab, "Kue itu bilang: 'Senin adalah permulaan semua keberhasilan unikmu minggu ini.'"
Sambil masih memegang tangan Derry, Anima berkata, "Kalau 'gitu aku doakan semoga itu benar."
Derry menunduk, ikut berdoa singkat. Selesai berdoa, mereka saling membuka telapak tangan dan..., PLOKK!! Kedua pasang telapak tangan saling tos di udara. Demikian cara mereka saling menyemangati setiap hari.
"Thanks for today." Lalu Derry melompat ke atas motornya dan setelah memasang helmnya, ia melambai, "Ketemu sore nanti ya!"
Anima melambai balik ke satu-satunya pelanggan setia yang ia layani sambil duduk bersama setiap pagi dan sore. Seorang sahabat karib yang selalu datang di kala suka dan duka. Sosok pria yang begitu dikaguminya karena kedalaman semangat jiwanya. Lelaki yang diam-diam ia cintai....