Mengapa memulai itu mudah
Tapi mengapa mengakhiri itu sulit
Bukannya sama sama berawalan ME dan diakhiri huruf I
Mengapa mencintai itu indah
Tapi mengapa membenci itu sakit
Bukan kah mereka juga beralawan ME dan diakhiri huruf I
Mengapa yang sama tak bisa bersatu
Bukankah berbeda juga tak bisa
Aku itu untuk siapa dan Kamu itu siapa
Jika aku dan kamu pada akhirnya tidak ditakdirkan bersatu
Kenapa awalnya dipersatukan
-Yuna Resya Tirka
Author's POV
Asha menatap Yuna yang duduk di kemudi dengan bingung, tangan kirinya bersandar pada jendela mobil karena tubuhnya yang duduk menghadap Yuna. Asha begitu terkejut saat kelas Akuntansinya selesai mendapati sahabatnya sedang menunggunya di depan kelas dengan wajah sendu.
"So, ada apa?" tanya Asha yang tak sabar mendengar cerita sahabatnya itu setelah Yuna selesai menghidupkan Ac mobil. Keduanya masih berada di pelataran parkir kampus. Asha tak sabar, ia ingin mendengar sedikit cerita yang menyebabkan sahabatnya itu menemuinya saat ini juga.
Terdengar helaan napas Yuna, wajah kalutnya semakin terlihat jelas. Bibirnya terlihat ragu untuk mengatakan yang sejujurnya, namun ia sudah kepalang basah untuk berkeluh kesah langsung pada Asha. "Tadi ...," ucap Yuna menggantung.
Asha mengernyitkan alisnya, wajahnya tampak serius. "Tadi apa?" tanyanya tak sabaran. Karna Yuna tak kunjung melanjutkan ucapannya.
"Gue ketemu—"
Belum sempat Yuna melanjutkan omongannya Asha pun berteriak. Ia mengerti, tanpa harus dilanjutkan Asha tau berasal dari mana wajah sedih itu. Sudah pasti sahabatnya bertemu lelaki yang menjadi penyebab seluruh permasalahan hidupnya.
"Are you seriously? Lo ketemu sama GADHA?" teriaknya yang seakan bisa membaca pikiran sahabatnya itu.
Yuna mendesis meminta Asha untuk lebih tenang, mereka masih di pelataran parkir, Yuna takut ada orang yang mendengarkan pembicaraan mereka, walau pun itu tidak mungkin karna pintu dan jendela mobil tertutup rapat. "Berisik! Bisa tenang sedikit gak sih lu!"
Seakan tak memperdulikan peringatan dari Yuna, Asha malah semakin menodong Yuna dengan beberapa pertanyaan. Seperti, "kok bisa?"
"Di mana kalian ketemu?"
"Dia beneran sendiri?"
"Terus dia ngomong apa aja? Minta maaf gak?"
"Terus ... terus ... lo–"
"Lu diem! Gue cerita," tegas Yuna yang tak memberikan Asha kesempatan bertanya lebih lanjut. Bertemu Gadha saja sudah membuat dia pusing, ditambah ia harus mendengarkan dan menjawab rentetan pertanyaan Asha yang tak berujung.
Setelah mengatakan itu. Yuna menarik napasnya, ia mencoba menenangkan dirinya, lalu setelah siap mengalir lah cerita Yuna. Kenapa ia bisa bertemu. Apa yang ditanyakan Gadha. Semua nya ia ceritakan. Tapi, hanya satu yang tidak ia ceritakan ... tentang hatinya.
•••
Setelah berbicara singkat di mobil. Keduanya memutuskan untuk pergi ke cafe yang terletak tak jauh dari kampus. Sudah tiga jam Yuna dan Asha berada di cafe yang tak begitu ramai di jam-jam siang seperti ini. Berawal dari kembali menceritakan secara jelas tentang pertemuannya dengan Gadha yang didukung dengan beberapa pertanyaan dari Asha. Lalu setelah bosan berlanjut membicarakan topik yang lain lalu kembali lagi dengan permasalahan Gadha yang tak pernah abis. Apa pun yang bisa mereka ceritakan, mereka bicarakan. Sampai tandas atau hanya separuh, lalu berlanjut ke topik yang baru.
Bukan hanya berbincang masalah dia bertemu dengan Gadha, sampai gosip penyanyi dangdut pelantun lagu sakitnya tuh disini, yang dikabarkan putus dengan pacar barunya juga turut terlibat. Seakan sebagai penawar rasa keterkejutan Yuna bertemu dengan mantannya. Dan untuk melupakan kejadian yang tak diinginkannya itu.
Itulah mereka kalau sudah bertemu dan menghabiskan waktu berdua. Serasa waktu tak pernah cukup untuk mereka. Mungkin jika Yuna disuruh tinggal disebuah pulau dan diizinkan membawa satu teman, ya mungkin orang itu Asha. Begitu juga sebaliknya.
Terkadang persahabatan bukan seberapa lama kenal tapi seberapa kenal lama. Kenal lama dalam artian kenal tentang dirinya saat ini maupun kenal dia yang dahulu walaupun saat itu belum bertemu dan bersahabat. Apaan sih gua? Kagak jelas.
"Eh Sha, gua ada pertanyaan buat lo." Yuna memikirkan sesuatu yang tiba-tiba saja terlintas di dalam pikirannya yang tidak nyambung dengan topik mereka sebelumnya.
Asha yang menyuruput jus terakhinya tanpak penasaran "Apaaa?" tanyanya dengan rasa ingin tahu yang tinggi.
Yuna menelan ludahnya, setengah pikirannya berkata ini pertanyaan konyol namun pikirannya yang lain berkata ini bisa dijadikan sebuah pertimbangan jika benar terjadi. "Kalau misalnya jodoh lu. Duda gimana?" tanya Yuna.
Asha diam sejenak, berpikir jawaban apa yang pas atas pertanyaan Yuna yang begitu tinggi. Wajahnya tampak serius, jari telunjuknya mengetuk-ngetuk gelas kaca di hadapannya yang isinya telah tandas.
"Tergantung. Kalau memang saat gua sholat istikharah jawabannya dia. Yaudah gak apa apa," ucapnya santai setelah cukup lama berpikir jawaban yang bijak.
"Kalau lu?" tanya Asha balik. Ia juga jadi penasaran jika ini terjadi pada Yuna. Karena seringkali kedua sahabat ini berbeda pikiran; prinsip; keputusan. Bisa dikatakan Yuna lebih ekstrim untuk mengambil sebuah resiko dan terkadang diluar nalar dan logika manusia normal. Contohnya, pertanyaan yang tak terbayangkan yang baru saja di pertanyakannya.
Namun, tampaknya sang pemberi pertanyaan juga belum siap untuk menjawab. Buktinya kini berganti, saat ini malah Yuna yang terdiam cukup lama memikirkan jawaban dari pertanyaannya sendiri yang ditanya balik oleh Asha.
"Sebenarnya ... gue udah mikirin ini. Kalau emang jodoh gue gitu ... yaudem. But, keluarga gue. Masalahnya ya keluarga. Gue gak yakin deh sama keluarga gue. Yah you know lah. Pasti ada bisik-bisik tetangga. Apa lagi kalau kita sukses pasti diomongin dah pasti. Udah sukses cantik masa dapat duda. Oh god I dont know what do they think," curhat Yuna panjang lebar. Tanpa diduga kali ini jawaban Yuna terlihat manusiawi.
"Tapi kalau jodoh lu mantan guaa?" tanya Asha dengan tersenyum jahil. Dan sepertinya mereka sedang bertukar pikiran, terlihat dari pertanyaan Asha yang bukan sekali dirinya.
•••
Rembulan malam tampak indah saat ini terlihat ia menerangi langit bersama dengan bintang. Tak seperti seseorang yang sedang menatapnya, Yuna, terlihat kesepian dan menyedihkan. Sebuah pertanyaan terbisit di dalam pikirannya, 'Kenapa bintang dan bulan selalu bersama? Padahal ... mereka tak juga bersatu. Apa itu seperti aku? Dulu selalu bersama, tapi akhirnya tak bersatu.'
Kejadian tadi siang masih terasa jelas di dalam pikirannya. Ia mulai mempertanyakan reaksi dirinya sendiri setelah bertemu dengan mantannya itu. 'Kenapa hatiku masih deg-degan ya, kalau ketemu Gadha? Padahalkan aku yakin-seyakin ... yakinnya. Kalau aku ... udah fix move on dari Gadha. Apa karna aku ... sudah lama tak bertemu dengan dia berdua saja? Atau malah sebenarnya aku takut, sesuatu menyakitkan kembali terulang lagi? Ah tapi, gak tau lah! Aku pun sendiri tak mengert sama ni hati. Seharusnya aku ceritakan saja sama si Asha juga tadi. Tentang hatiku ....'
Ponselnya berdering, sebuah pesan masuk. Yuna menoleh dengan tak minat. Walau pun begitu ia tetap mengambil ponselnya dan membuka pesan dari nomor yang tak dikenalnya itu.
Drrt ... drrt ....
+6281234859505
Temuin gua besok. Di perpus. Gua perlu bicara.
Siapa ini lagi ini? Gadha kah?
•••