Chereads / Airlangga Sang Maharaja / Chapter 8 - Bab 8

Chapter 8 - Bab 8

Airlangga memanfaatkan kuda-kudanya yang kuat untuk melontarkan diri ke samping tepat sebelum sapuan Hasin menyeruduknya. Energi yang Hasin keluarkan begitu dahsyat, hingga bumi serasa tergetar oleh derap langkah kakinya. Mengetahui serangannya meleset, Hasin mengerem. Pijakan kakinya sampai meninggalkan bekas di tanah, bukti bahwa momentum geraknya sangat sulit dihentikan.

Pria itu memasang kuda-kuda lagi, lalu menyeruduk. Airlangga cepat-cepat menghindar. Serangan Hasin lagi-lagi gagal.

"Jangan mengelak terus!" seru orang itu sembari mengerem.

Mana bisa!

Jantung Airlangga selalu bergemuruh tiap kali Hasin menyerang. Ia pasti mati kalau sampai kena hantam. Namun, ada satu kelemahan dari serangan semacam itu. Hasin selalu membuat kuda-kuda yang berat sebelum menyeruduk, sehingga Airlangga tahu kapan harus menghindar. Selain itu—

Hasin menyerang lagi.

Airlangga sukses berkelit. Kemudian ia menggunakan satu kaki sebagai poros untuk berputar. Lalu ia berlari mengejar Hasin.

Hasin butuh waktu untuk mengerem setelah melancarkan serudukan. Airlangga bermaksud menggunakan celah tersebut untuk menyerang. Jika ia menyalakan Asto Broto, lalu menikam Hasin dari belakang—

Tiba-tiba Hasin memutar tubuhnya. Kedua tangannya mengayun seperti baling-baling, akan menghantam siapapun yang berada di sekitarnya. Untungnya Airlangga belum terlalu dekat. Sang raja mengerem, lalu melompat mundur. Hanya selisih satu ruas jari antara kepalan Hasin dan hidung Airlangga.

Narotama mengeratkan geraham. Nyaris saja mimpi untuk menyatukan Medang sirna bersama Airlangga.

"Pintar," puji Hasin. "Tapi aku kuat!"

Hasin menyerang. Ia menekuk lutut, lalu melompat. Ia menyatukan kedua telapak tangannya untuk memberi bogeman dari atas. Airlangga cepat-cepat menghindar. Serangan bogem itu pun menghantam tanah, membuat kawah retak di bumi.

Napas Airlangga mulai memburu. Memperhatikan detail gerakan Hasin dan menghindar tepat waktu membuatnya cepat lelah.

Namun, ia tak bisa melakukan kesalahan yang sama seperti saat melawan Tunggadewa. Ia tak boleh menyalakan Asto Broto di saat panik, karena dengan kapasitas fisiknya sekarang ia cuma bisa menggunakan getih anget tersebut satu kali. Saat ia menyalakannya ia harus yakin bisa memberi serangan penghabisan.

Hasin memberi serangan vertikal vertikal lagi. Kemudian serangan berputar tiga ratus enam puluh derajat. Selanjutnya serudukan. Airlangga berhasil menghindari kesemuanya.

Sejujurnya serangan-serangan Hasin mudah dibaca, variasinya cuma ada tiga! Teknik bertarung macam apa itu. Asal bisa mengetahui kuda-kuda pijakan yang digunakan, siapapun bisa mengantisipasi.

Sejauh ini Hasin hanya menggunakan tiga jurus. Pertama, ia berlari seperti banteng sembari tangannya menghajar apapun yang menghalangi jalan. Kedua, ia memutar tubuhnya seperti gasing lalu menghajar siapapun yang berada di sekitar. Ketiga, ia melompat tinggi lalu menjatuhkan diri seperti meteor.

Tapi meski bisa dihindari, Airlangga tak memiliki celah untuk menyerang.

Jika Airlangga mendekat, maka Hasin akan menggunakan serangan berputar. Sebuah teknik bertahan sekaligus menyerang di saat bersamaan.

"Ajian Tapak Bumi," gumam Narotama. Ia pernah melihat ajian itu sebelumnya. Intinya ada pada kekuatan kaki yang menopang pergerakan tubuh. Sangat berguna digunakan di medan perang, saat ada banyak musuh dan kau tidak peduli harus mengenai siapa. Yang penting adalah tinjumu mengenai seseorang sehingga jumlah pasukan musuh berkurang.

Narotama mulai bersiap-siap. Ia akan langsung bergerak apabila keselamatan sang raja terancam.

"Jangan menghindar terus!" Tiba-tiba seorang anggota Laskar Hitam berteriak. "Lawan seperti pria!"

Seruan itu diikuti oleh yang lain. Mereka mulai bergemuruh, melontar ledekan demi ledekan yang memecah konsentrasi Airlangga.

"Woi jangan berisik! Dasar buaya ireng!" seru Narotama, memicu seruan dari penduduk desa.

Akhirnya mereka membuat Airlangga semakin tak bisa berpikir jernih.

Tiba-tiba Hasin melompat ke atas. Respon Airlangga agak terlambat. Ia menghindar, tapi energi tumbukan Hasin tetap menghempaskannya.

Seketika pendukung Hasin bergemuruh makin keras. Mereka melontarkan kata-kata tidak baik seperti 'Mampus' dan 'Mati saja kau'.

"Sri Raja!" teriak Narotama. "Meditasi! Meditasi!"

Ya, itu adalah hal yang dilakukan Airlangga selama tiga tahun terakhir. Namun, bagaimana caranya bermeditasi di situasi seperti ini? Ah, tapi justru di saat seperti inilah memang seharusnya ia bermeditasi. Pertapa bukan mencari tempat tenang untuk bermeditasi, tapi bermeditasi untuk menenangkan hati meski dunia bergejolak.

Airlangga pun menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya. Ia mengenyahkan suara-suara berisik di sekitar, dan fokus hanya pada Hasin. Fokus pada setiap gerakan yang digunakan pria itu.

Akhirnya ia tahu bagaimana cara mengalahkan sang raja dari antah berantah.

Airlangga segera berlari menjauh. Hasin merespon dengan mengejarnya. Airlangga pun berhenti, lalu berbalik menghadapi Hasin. Jarak mereka tidak terlalu dekat. Hasin langsung melompat tinggi untuk melancarkan tinju meteor. Airlangga menghindar.

Usai melakukan serangan meteor, seperti biasa Hasin berlutut di tanah. Ia butuh waktu untuk mengembalikan keseimbangan. Namun, jika Airlangga mendekat, Hasin akan langsung melakukan serangan berputar. Serangan itu terlalu cepat hingga Airlangga tak yakin bisa menyerang meski menyalakan Asto Broto. Maka Airlangga memanfaatkan kesempatan untuk melompat beberapa tombak ke belakang.

Hasin yang melihat segera memasang kuda-kuda untuk menyeruduk—seperti yang Airlangga duga. Hasin selalu menggunakan serangan itu jika lawannya berada cukup jauh. Dan Hasin bertolak.

Sekaranglah saatnya.

Airlangga menyalakan Asto Broto. Relativitas waktu segera bergolak. Hasin melambat tepat di hadapan Airlangga.

Sambil menyeruduk, tinju kanan Hasin akan ditarik ke belakang lalu dilesatkan ke lawan. Kemudian tangan kiri yang tadinya melindungi dada ganti ditarik ke belakang. Karena Airlangga memperlambat Hasin sesaat sebelum tinju kanannya melesat, maka bagian dadanya jadi tidak terlindung.

Airlangga pun maju. Sekarang pertanyaannya adalah bagian tubuh mana yang akan melumpuhkan Hasin dengan sekali pukul? Sebab seluruh tubuh pria itu dilapisi oleh otot tebal.

Sang raja tahu. Bagian tubuh yang tidak ada ototnya.

Airlangga melancarkan tinjunya secara vertikal ke atas. Ia menghajar dagu Hasin sekeras mungkin. Tinjunya terasa sakit, ternyata dagu Hasin juga keras. Tapi Airlangga tidak berhenti. Ia meninju dengan seluruh kekuatan yang ia miliki.

Lalu waktu berjalan kembali normal.

Tubuh Hasin menubruk Airlangga.

Keduanya menggasruk di tanah.

Laskar-Laskar Hitam pun terdiam melihat pemimpin mereka tersungkur. Penduduk desa juga khawatir setengah mati karena Airlangga terbenam di bawah tubuh besar Hasin. Narotama sudah hampir berlari untuk menolong. Laskar Hitam yang menyadari pergerakan Narotama pun ikut bereaksi, mereka mencabut goloknya.

Tapi tiba-tiba sebuah tangan tampak mengacung ke atas. Itu adalah tangan Airlangga. Ia menarik tubuhnya keluar dari tindihan Hasin, lalu berusaha berdiri. Meski lututnya agak gemetar, ia berhasil. Sementara Hasin masih tergeletak tak sadarkan diri.

Narotama tak jadi berlari. Malah, ia mengepalkan tinjunya ke udara. Ia berteriak, "Sri Raja Airlangga pemenangnya!"

Penduduk desa pun berteriak riuh. Airlangga menang. Benar-benar menang. Sementara para Laskar Hitam ternganga tidak percaya.

Perlahan Hasin membuka mata. Ia mendapati tubuhnya tergeletak, sedangkan Airlangga berdiri gagah di dekatnya.

"Aku kalah…"

"Iya!" kata Airlangga. Lalu apa? Ia berpikir sejenak. Akhirnya ia mengingatnya. "Wahai Hasin, apa kau mau melanggar janji yang sudah kau ucapkan di depan dewata?"

Pria besar itu bangkit seraya menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusir pusing. Ia menggeram. Airlangga langsung waspada. Jika tiba-tiba Hasin menyerang, maka matilah. Ia sudah kehabisan tenaga.

Namun, pria besar itu ternyata berlutut, lalu bersujud. "Sri Raja Airlangga! Saya, Hasin, bukan lagi raja dari antah berantah! Saya, Hasin, adalah abdi dari Sri Raja Airlangga, pewaris tahta Medang yang sah!"

Para Laskar Hitam segera berbaris di belakang pemimpinnya. Mereka berseru serentak. "Sri Raja Airlangga! Kami Laskar Hitam adalah abdi dari Sri Raja Airlangga, pewaris tahta Medang yang sah!"

Penduduk desa pun melakukan hal yang sama, dipimpin oleh Narotama. Mereka menyerahkan kesetiaannya yang jauh lebih berharga dari emas dan permata.

Airlangga merasakannya lagi. Lilin kecil dalam dadanya menyala, kali ini lebih besar. Ia merasakan kehangatan yang nyaman. Darah di sekujur tubuhnya mengalir deras. Inilah yang dirasakan para maharaja sebelum ia, ketika berada di kursi tahta tertinggi.

***

Hasin menjelaskan asal-usulnya. Dahulu ia adalah prajurit yang setia pada Darmawangsa. Setelah Mahapralaya, ia tak memiliki tuan. Ia juga menolak setia pada raja lain. Baginya mereka adalah raja-raja palsu. Maka ia mengangkat dirinya sendiri menjadi raja.

Namun, karena tak memiliki tanah, ia menyebut dirinya sendiri sebagai raja dari antah berantah. Lagipula tujuannya adalah melindungi penduduk Medang dari serangan Sriwijaya. Ia mulai mengumpulkan orang-orang yang tertarik dengan jalan hidupnya. Semakin lama jumlah Laskar Hitam semakin besar. Dan Hasin harus memberi mereka makan. Ia mulai mendatangi desa-desa untuk meminta makan. Para begundal pun bergabung dengannya karena mengira gerombolan Hasin adalah gerombolan perampok. Hasin sendiri perlahan menikmati kegiatannya, yang membuatnya bisa santai tanpa harus bekerja.

"Maafkan saya, Sri Raja, saya telah tersesat!" ucap Hasin.

"Iya, iya," jawab Airlangga. "Tapi kau juga harus minta maaf pada penduduk desa."

Narotama menganjurkan Airlangga untuk menyuruh Hasin membayar perlakuannya selama ini pada penduduk desa. Ia dan Laskar Hitamnya harus membantu penduduk bercocok tanam. Bukan hanya di desa ini, tapi juga di seluruh desa yang selama ini mereka rampas hasil buminya, meliputi daerah Kahuripan dan Pasuruan.

Selain itu, Narotama menyarankan Airlangga ikut mengunjungi desa-desa tersebut. Airlangga harus mendeklarasikan dirinya sebagai Sri Raja yang kembali untuk menyatukan Medang, yang berhasil menjinakkan Hasin. Dengan begitu penduduk akan berterima kasih sekaligus menyerahkan kesetiaan mereka.

"Sekali dayung dua-tiga pulau terlampaui."

"Sambil berenang minum air."

"Setali tiga uang."

"Narotama pintar sekali."

Airlangga tidak berani memotong monolog abdinya itu. Ia biarkan Narotama memuji dirinya sendiri sampai puas.

Terakhir, Pandita Terep menawarkan desanya untuk dijadikan ibukota baru Kemaharajaan Medang. Lokasinya strategis, dan tentunya itu adalah tempat bersejarah karena di sanalah Airlangga bangkit setelah Mahapralaya. Ibukota baru itu dinamai Watan Mas, mengikuti nama ibukota lama yang dihancurkan Aji Wurawi.

Panji-panji Airlangga pun dikibarkan.

Berita tentangnya menyebar ke penjuru tanah Jawa.

Sang Sri Raja telah kembali untuk membalas dendam wangsa Isyana.

Sri Raja yang menyelamatkan desa dari raksasa bengis yang memiliki seribu prajurit.

Sri Raja yang kesaktiannya melampaui akal sehat.

Narotama benar-benar memainkan perannya dalam menyajikan propaganda-propaganda tersebut. Tapi Hasin tidak keberatan dirinya disebut sebagai raksasa, sebab menurutnya raksasa itu sangat perkasa.

Dan akhirnya berita kebangkitan Airlangga sampai juga di telinga Aji Wurawi serta para raja yang membagi-bagi kekuasaan selepas runtuhnya Medang. Saat ini mereka dikenal sebagai lima raja tanah Jawa. Mereka berjanji untuk tidak mengusik satu sama lain, dan memiliki kebebasan sepenuhnya atas daerah yang dikuasai. Mereka tidak punya ikatan langsung terhadap Sriwijaya, selain memberi upeti dan tidak ikut campur dalam kegiatan pelayaran di laut Jawa yang saat ini dikuasai Sriwijaya.

Aji Wurawi memang mengetahui Airlangga berhasil melarikan diri, sebab itu terjadi di depan kedua mata kepalanya sendiri. Yang membuatnya kaget adalah anak lemah yang tak punya percaya diri itu bisa bangkit dari keterpurukan. Padahal ia bermaksud membiarkan saja apabila Airlangga tidak macam-macam. Tapi rupa-rupanya anak itu ingin membalas dendam. Maka ia tak bisa membiarkan ketenangannya diusik.

Utusan pun disebar pada raja-raja tanah Jawa, agar mereka berkumpul di Lwaram membicarakan masa depan kerajaan mereka. Saat ombak menggulung, bukan hanya Aji Wurawi yang terhempas. Orang-orang yang berdiri bersamanya juga akan ikut terseret arus. Jadi mereka harus bekerja sama untuk bertahan. Bahkan kalau bisa, menghancurkan ombak itu sendiri.