Chereads / Takdir Yang Ku Tulis / Chapter 27 - SEMENTARA SAJA

Chapter 27 - SEMENTARA SAJA

Saat kita memutuskan untuk melukis di atas kanvas. Jangan pernah membuat sketsa dengan pensil. Kenapa, karena, saat kita aplikasikan tinta untuk menebalinya, semuanya akan terlihat berbeda. Pensil untuk melukis di atas kertas, sedangkan kanvas dan cat membutuhkan tehnik tersendiri untuk melukisnya. Jika sudah salah, tak akan bisa dihapus. Yang bisa hanya diperbaiki dengan menunggu cat dasar kering. Itupun harus dengan sangat hati-hati agar tidak merusak warna lainnya.

Hidup kita ibarat kanvas. Bukan buku gambar. Kita tidak bisa mebuat kesalahan dan menghapusnya. Karena kanvas, hanya bisa dilukis dengan cat, maka mau tidak mau hanya bisa di perbaiki. Setiap keputusan yang kita ambil, tak peduli bagaimana resikonya, hanrus bisa dipertanggungjawabkan.

Ini sudah dua bulan berlalu. Sejak kesalahan paling fatal yang aku lakukan. Aku masih berusaha kesana-kemari untuk mendapatkan pekerjaan impianku. Jangan Tanya hasilnya, belum dapat soalnya. Semetara hidupku serasa berhenti, Jason sebaliknya. Modal pinjaman yang ia pinjam dari bank sudah cair. Dengan uang itu, ia membeli ruko di sebelah café ini. Sekarang café ini menjadi lebih besar dan ramai. Jika sebelumnya hanya satu lantai, Café Book Shop menjadi tiga lantai.

Ia mengizinkaku bekerja di sini.

"Sementara ya, ini cuma semetara" serunya mengingatkan aku. Menurutnya, aku nggak cocok kerja sebagi waitress di sini. Aku harus dapatkan pekerjaan lebih dari ini. Bukan karena menjadi pelayan itu buruk, tapi kenyataanya memang aku nggak terlalu pandai merayu pelanggan.

Contohnya,

"Mbak, kalau menu yang paling enak apa ya?".

Aku membuka-buka buku menu.

"Cream cheese bluberry roosted ice ceram cake with chocolate and cocopandan syrup" usulku.

Pelanggan ini bukanya senang malah marah. "Mbak pingin saya tambah gendut gitu?!"

Ya, apa boleh buat talenta emang nggak bisa dipaksakan. Jason setiap hari menyuruhku memasukkan lamaran ke banyak tempat. Tak peduli itu sesuai dengan bidangku atau tidak. Yang penting kerja dulu. Urusan gaji Tuhan yang atur. Sepertinya ia sudah bosan melihatku dikomplain pelanggan. Bisa jadi, doanya agar aku dapat pekerjaan adalah harapan untuk meyelamatkan cafenya ini.

"Saya mau cari buku ini ada nggak ya?" Tanya pelanggan di meja no 13. Aku mengambil bukunya. Dan meminta izin untuk mencarinya di book corner. Setelah kembali, bukanya malah senang, ia tambah marah.

"Ha?, mahal banget Mbak, saya beli di toko loakan aja harganya Cuma 20 ribu, pinjam aja boleh nggak?".

Ya begitulah kesibukanku saat ini. Tak terlalu seru. Aku bekerja mulai pagi sampai malam. Melayani banyak pelanggan yang aneh-aneh. Di saat sepi, aku mencoba untuk menulis beberapa cerita. Saat ada panggilan interview, tak peduli café ramai atau sepi, si bos selalu meyuruhku datang ke interview tersebut. Sampai suatu saat.

"Aduh ini sudah dua bulan, Kamu masih nggak ada yang terima kamu kerja?" tanya Jason. Ini sudah jam 11 malam. Kami sudah menutup café.

"Belum ada, mungkin aku ini di takdirkan jadi miskin kali" jawabku sambil menemaninya menghitung banyak bon belanjaan.

"Putus asa banget!"

Aku melepas celemek yang aku pakai dan mengambil tas ku. Aku melipatnya, dan menyimpannya di dalam tas. "Kamu enak, bisa punya ide bisnis, dapat pinjaman lunak dari bank, ada inovasi. Aku, nggak bisa kayak kamu!"

Jason mengunci laci terkhir miliknya. Dan mengambil kunci mematikan lampu. Kami berjalan keluar.

"Ini, mau coba datang ke dia nggak?" tanyanya padaku. Ia menyerahkan sebuah nomor.

"Dia nggak butuh, pekerja tetap sih, tapi, coba aja, siapa tahu dia mau terbitkan novel kamu! Kamu masih suka tulis-tulis kan kalau lagi nggak ada pelanggan?"

Aku mengamati nomor itu. "Penerbit baru?"

"Iya, temen sih, ntar dijualnya On line gitu. Tapi ya nggak besar"

"Kalau ditolak gimana?"

"Setidaknya udah coba!"

***************************************************************************

~Di sebuah ruangan~

"Perkenalkan naman saya, Bellarmus Sofianto" katanya meyalamainku

Aku tahu dari penampilannya, dia orang tua yang baik. Rapi, toleran, tapi, sedikit jadul

"Saya manager di sini" tiba-tiba ingat akan sesuatu dan meninggalkan aku di ruangan ini.

Aku sendirian dan seseorang datang lagi.

"Hallo, Hope Ya?" Tanya wanita berambut panjang. "Aku Ganita manager di sini."

Sapanya. Ada berapa manager ya ?, yang harus aku temui. "Kamu bawa naskahnya?"

Aku mengeluarkan flash disc.

"Soft Coyy aja Mbak" jawabku. Gani menerimanya. Dan langsung menancapkanya di laptop miliknya. Ia melihat isinya sekilas. Lalu ia ingat sesuatu dan pergi lagi.

Berselang lima menit Bellarmus datang lagi.

"Maaf ya, tapi ada keperluan mendadak, sampai mana tadi?"

Ia melihat laptop miliknya yang sudah menyala. "Yang ini ya naskahnya?"

Ia melihat isi tulisanku. Beberapa menit. Aku menunggu di depnnya. Setelah sekitar lima belas menit ia sadar ini tak efisien.

"Begini saja, saya akan coba baca dulu, nanti akan kami kabari. OK?"

Aku menyetujuinya. Ganita kembali masuk ke dalam ruangan. "Maaf ya, tadi saya tinggal" katanya padaku. Ia melihat Bellarmus dan terenyum padanya.

"Saya udah Tanya katanya sabaiknya naskahnya ditinggal aja dulu, nanti kita kabari" serunya pada kami.