Setiap cerita punya tawa yang berbeda-beda.
.
.
.
.
.
"Gia!" panggil Dastan seraya menghampiri meja gadis yang dipanggilnya itu. Laki-laki itu duduk di bangku sebelah meja Gia.
"Kenapa, Das? Skala sekarang nggak ada di sebelah gue, jadi lo udah nggak bisa apelin dia lagi," sahut Gia seraya merapikan buku-bukunya.
"Nah, itu dia! Skala tuh, pindah ke SMA Deandles!"
"Lo udah tau ternyata. Tau dari mana?" tanya Gia heran.
Pasalnya tadi malam dia cerita panjang lebar dengan Skala dan gadis itu belum mengingat tentang teman-teman di SMA. Kalau bukan dari Skala sendiri, Dastan tau dari siapa?
"Informan gue. Tadi pagi sebelum berangkat sekolah, gue mampir dulu ke rumah Skala. Tapi dia udah berangkat sekolah," curhat Dastan panjang lebar.
"Kalaupun tadi pagi Lo ketemu sama dia, emangnya apa yang Lo harepin? Dia nggak ingat sama Lo, Das," ujar Gia menatap serius wajah Dastan.
"Gue tau, Gi. Meskipun Skala nggak ingat sama gue, tapi gue mau dia menyadari keberadaan gue. Nggak masalah kalau harus mengulang kisah kami dari awal."
"Ya udah sabar aja. Gue chat Skala deh, minta ketemuan nanti sepulang sekolah. Sekalian kenalan sama lo," ucap Gia tersenyum menenangkan.
"Udah kenal kali," oceh Dastan manyun.
"Hahahahaha." Gia hanya tertawa.
*****
"La, keliling sekolahan yuk! Hari ini gue akan jadi pemandu buat lo," ajak Sava pada Skala.
"Nggak ngerepotin lo, nih?"
"Ya enggaklah, ayo!"
Mereka berdua berjalan bersama keluar kelas, menelusuri lorong-lorong kelas XI, Sava menjelaskan dengan sangat bersemangat mengenai ruangan-ruangan di bangunan utama sekolah. Kemudian tiba di lorong kelas XI IPS, anak-anak di area ini banyak yang nongkrong di depan kelas, berbeda sekali dengan lorong kelas XI IPA yang terlihat sepi dan hanya ada beberapa orang saja yang nongkrong di depan kelas. Anak-anak IPA lebih suka menghabiskan waktunya di kantin ataupun di dalam kelas.
Saat melewati ruang kelas XI IPS 2, Skala melihat sosok Binar tengah duduk di dalam kelasnya, dia sedang mengobrol dengan beberapa teman-temannya.
"Pantas aja gue nggak lihat sosoknya di area IPA, ternyata dia anak IPS," gumam Skala pelan.
Tatapannya masih tertuju ke arah Binar, bahkan Skala tak mengalihkan tatapannya saat matanya bertemu langsung dengan mata tajam Binar.
"Skala! Lo ngelihatin apa, sih?" sentak Sava karena Skala tak mengikuti langkahnya. Gadis itu hanya diam sembari menatap ke samping kiri.
"Enggak, nggak apa-apa. Lanjut yuk!" ujar Skala mengalihkan tatapannya ke arah Sava yang berdiri di depannya.
"Yuk! Gue mau kasih tau ruang perpustakaan, sama klub-klub yang ada di sekolah ini. Siapa tau lo tertarik dengan salah satu klub yang ada di sini," ceriwis Sava.
"Lo ikut klub apa?" tanya Skala. Gadis itu mencoba mengalihkan fikirannya dari sosok Binar, tatapan laki-laki itu sungguh mengganggunya.
TING!
Massage from : Gia
La, nanti sepulang sekolah kita ketemuan, ya? Di Cafe Delamor, tempat kita biasa nongkrong pas SMP. Hemh?
Setelah membaca pesan tersebut, Skala segera mengetik pesan balasan untuk sahabatnya itu.
Massage from : Skala
Oke. Ketemu di sana, ya
Skala tersenyum sembari menatap layar ponselnya. Sava yang melihat perilakunya lantas bertanya pada gadis itu.
"Lo lagi chat-an sama siapa, La?"
"Huh? Dari temen SMP gue," sahut Skala.
"Oh, gue fikir dari pacar lo," gumam Sava.
"Pacar? Gue nggak punya pacar."
Sava hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Skala barusan. Mereka berdua melanjutkan kembali untuk berkeliling sekolah.
*****
"Lo mau kemana, Das? Buru-buru banget. Nggak mau nongkrong sama kita-kita dulu?" tanya Enggar saat melihat Dastan sudah duduk di atas motor besarnya.
Biasanya saat sepulang sekolah, mereka sempatkan untuk nongkrong sebentar di parkiran sekolah. Membicarakan tentang apapun, terkadang Skala dan Gia juga ikut bergabung. Tapi hari ini, laki-laki itu sudah siap meluncur pulang.
"Gue mau ke Deandles," jawab Dastan tenang.
"Deandles? Ngapain?" tanya Enggar kaget.
"Mau ngelihat Skala, sekalian ketemuan sama Gia dan Skala di Cafe Delamor."
"Lo yakin ke sana sendirian, Das? Bahaya! Kita-kita ikut, ya?" tanya Delo, teman Dastan yang lain.
"Nggak usah, gue sendiri aja. Justru kalau kalian ikut, nanti malah mancing masalah," cegah Dastan.
"Ya udah, hati-hati lo! Kasih kabar ke kita, kalau lo ada apa-apa," balas Enggar.
"Sip. Gue cabut dulu!"
Dastan segera meluncurkan motor besarnya menuju sekolah Deandles. Dia sudah tak sabar untuk melihat Skala.
*****
"Hai, cantik!" sapa Binar kepada Skala dan Sava yang melewatinya.
Saat ini Binar tengah nongkrong di pos satpam samping gerbang sekolah. Sedangkan Sava dan Skala datang dari arah dalam sekolah, mereka mau menunggu jemputan bersama-sama.
"La, di sapa, kok diam aja, sih? Sombong banget sama gue. Lo juga Sav, jutek banget sama gue," ujar Binar setelah mendapat pelototan tajam dari Sava dan sikap tak acuh dari Skala.
"Dih, yang lo panggil tadi 'kan 'cantik', buka kita berdua," oceh Sava ketus.
"Harusnya lo seneng dong, gue katain cantik. Kok lo malah protes, sih?"
"Pujian dari cowok kayak lo itu nggak ada faedahnya," sewot Sava.
"Ya udah, gue ulang, nih. Hai Skala, hai Sava," ucap Binar kemudian.
Tingkahnya barusan justru membuat Skala maupun Sava jengah, ditinggalkannya laki-laki itu menjauh.
"Eh, mau kemana? Gue anterin, deh. Yuk!" teriak Binar tak henti-hentinya menggoda mereka berdua. Namun baik Skala maupun Sava tak mengacuhkan sikap Binar.
Dastan melihat itu semua dari jauh. Amarahnya langsung meledak saat melihat Binar dengan berani mengganggu Skala, tapi akal sehatnya mencegahnya untuk berbuat nekat, padahal dia ingin sekali menghajar lelaki itu.