Sebenarnya hubungan gue sama Dastan itu apa, sih?_Skala.
.
.
.
.
.
"Woy! Ngelamun aja lo!" teriak sebuah suara membuyarkan lamunan Dastan. Seorang lelaki yang wajahnya hampir mirip dengan Dastan, datang mendekat ke arah kolam. Dia duduk tepat di samping Dastan, namun tak menggantungkan kakinya seperti lelaki itu. "Lagi ngelamunin apa, Dek? tanyanya kemudian.
"Nggak ada, Mas," balas Dastan tak minat.
"Halah, muka lo udah kayak tisu bekas ngelap pantat bayi gitu, masih bilang nggak mikirin sesuatu. Lo cerita kek, sama Abang lo ini," oceh lelaki itu mengejek.
"Muka Mas Raka tuh, kayak air cucian piring kotor," balas Dastan tak mau kalah.
Raka ini, kakak kandung Dastan. Mereka memang sering cerita-cerita mengenai beberapa hal, termasuk seberapa banyak mantan lelaki yang baru saja mengambil S2 di Melbourne itu. Juga dengan kisah cinta Dastan.
"Lo ada masalah sama Skala? Kalian belum putus, 'kan?"
"Belum lah, tapi...." Dastan diam sejenak. Lelaki itu tengah berfikir akan menceritakanperihal Skala atau tidak. Mas Raka memang baru tiba di Jakarta kemarin siang, dia tengah mengambil S2 di Negeri Kanguru dan ke Indonesia karena libur semester. Jadi dia tidak mengetahui perihal kecelakaan Skala kemarin. Orangtua Dastan yang ada di Surabaya, juga tidak mengetahuinya.
"Woy! Malah, diem. Tapi apa?" Mas Raka menatap adiknya penasaran. Pasalnya dia cukup tau tentang kisah cinta adiknya, dia tau kalau Skala dan Dastan saling mencintai. Lantas kenapa adiknya itu terlihat uring-uringan begini? Padahal katanya tadi tidak putus.
"Lagi berantem." Dastan memutuskan untuk tidak cerita. Toh, abangnya itu tidak akan bisa membantu apapun.
"Ya elah, berantem aja sampai bikin muka lo jadi frustasi gini. Lo tenang aja, cewek kalau lagi ngambek emang suka lama. Apalagi ini Skala. Lo kalem aja, tunggu sampai marahnya dia hilang. Biasanya juga gitu, 'kan?" celoteh mas Raka panjang lebar.
"Hehm."
Dastan memang hanya perlu menunggu. Menunggu sampai ingatan Skala kembali.
*****
Mall Kelapa Gading sore ini di penuhi oleh beberapa orang. Skala berada di antara ribuan orang yang memadati Mall, gadis itu sudah janjian dengan Gia dan juga Sava. Mereka bertiga janjian di depan bioskop karena memang ingin menonton film.
Saat melewati deretan toko baju, Skala tidak sengaja menabrak seseorang karena terlalu fokus pada ponsel di tangannya. Gadis itu tengah memberi kabar bahwa dia sudah sampai lobby Mall kepada dua temannya.
"Aduh, maaf, Mas. Saya nggak sengaja," ujar Skala meminta maaf pada orang yang dia tabrak.
"Eh, Skala. Lo sama siapa ke sini?" tanya orang yang dia tabrak itu. Orang itu malah menyapa dirinya.
"Mas... kenal sama saya?" tanya Skala hati-hati.
"Hah?" Raka menatap Skala heran.
"Saya nggak kenal sama, Mas. Tapi Mas kok tau nama saya?"
Raka semakin bingung dengan kalimat Skala barusan. "Duh, lo kalau marahan sama Dastan, jangan ngambek ke gue juga dong. Gue 'kan baru pulang dari Melbourne, lo sambut gue kek, malah pura-pura nggak kenal. Eh, gue bawa oleh-oleh buat lo. Ambil aja di rumah atau suruh Dastan anterin ke rumah lo. Gue cabut dulu ya, mau ketemu sama gebetan gue. Bye, La." Raka langsung pergi begitu saja setelah menyelesaikan kalimat panjangnya untuk Skala. Kalimat yang sama sekali tak dimengerti oleh gadis itu.
*****
Skala memainkan sedotan pada minuman mocaccino miliknya. Tak berminat untuk meminumnya dalam waktu dekat. Gadis itu tengah memikirkan semua ucapan dari orang yang di temuinya tadi. Dua orang yang duduk di hadapannya menatapa gadis itu bingung, mereka dapat menangkap raut gelisah di wajah Skala.
"Lo kenapa, La? Dari tadi kayak mikirin sesuatu?" tanya Gia pada akhirnya.
"Iya, pas nonton film tadi lo juga nggak menikmatinya. Kenapa sih?" tanya Sava ikut penasaran.
"Gi, sebenarnya hubungan gue sama Dastan tuh, apa sih?" tanya Skala menatap serius ke arah Gia.
Gadis itu langsung tersedak oleh minumannya, bahkan Sava juga ikut kaget mendengar pertanyaan Skala barusan.
"K-kok, nanyanya gitu sih," sahut Gia terbata.
"Tadi gue nggak sengaja nabrak orang pas di lobby Mall. Trus ternyata dia kenal sama gue, dia nyebut nama gue, Gi. Dia bahas tentang Dastan juga, marahan atau apalah, gue nggak ngerti. Dia emang mirip sih, sama Dastan," curhat Skala panjang lebar.
"Siapa ya?" gumam Gia pelan, supaya Skala tak mendengarnya.
"Gia, lo dengerin ucapan gue nggak sih?' tanya Skala karena Gia hanya terdiam.
"Hah? Iya, gue denger kok," sahut Gia semakin salah tingkah.
"Jadi?"
"Ehm, gue juga nggak yakin sih, tapi... mungkin orang yang lo temuin barusan itu Mas Raka. Dia kakak kandungnya Dastan."
"Hah? Kakak kandungnya Dastan," kaget Skala. "Berarti bener, kalau gue sama Dastan ada hubungan? Trus hubungan seperti apa, Gi? Lo jelasin ke gue dong," pinta Skala kemudian.
"Ehm, sebenarnya kalian itu pacaran," ucap Gia pada akhirnya.
"Apa? Pacaran?" Skala jelas kaget mendengar hal ini. "Gi, lo jangan bercanda! Maksud Lo apa gue pacaran sama Dastan? Ini nggak mungkin. Lo harus jelasin ke gue, Gi!" desaknya kemudian.
"Mending lo tanya langsung sama Dastan deh, La," ujar Sava yang sedari tadi terdiam.
Skala menoleh ke arah teman sebangkunya itu.
"Ini 'kan masalah antara lo sama Dastan, jadi mendingan lo cari tau ke orangnya langsung. Biar lebih enak dan nggak ada salah paham."
"Iya, mending lo tanya langsung sama Dastan aja," ujar Gia menyetujui ucapan Sava.
"Ya udah, gue minta nomor telfonnya dia."
"085704321180."