Di bawah sinar matahari, wajah kak Yang Qin terlihat lebih jelas. Kulitnya berwarna putih, matanya dan senyumnya yang menawan membuatkan terus memandangnya.
Aku tidak membuka bibirku dan memutuskan untuk mengacuhkannya.
Tidak sedikit orang yang berada di dalam bis, jika aku berbicara dengan Kak Yang Qin, orang-orang pasti mengira aku orang gila.
Sepertinya Kak Yang QIn mengetahui apa yang sedang aku pikirkan sehingga dia tidak mengajakku berbicara lagi. Kak Yang Qin duduk dengan tenang dan memejamkan matanya.
Tidak lama kemudian kami sampai di halte bis dekat sekolah. Aku membawa tasku keluar dari bus dan berjalan menuju sekolahku, Kak Yang Qin mengikutiku.
Jarak halte bis dan sekolahku tidak jauh. Saat sampai di gerbang sekolah, ada banyak mobil yang lalu lalang mengantarkan murid-murid kembali ke sekolah.
Ketika aku berjalan memasuki area sekolah, aku mendengar seseorang memanggil namaku dari belakang, suaranya terdengar seperti suara Su Rui, ketua kelasku.
Aku menghentikan langkahku dan menoleh kebelakang, aku melihat Su Rui sedang berlari ke arahku.
"Sixi, kamu kembali cukup awal ya." katanya dengan nafas terengah-engah.
"Kamu juga."
"Aku justru kembali ke sekolah lebih siang daripada biasanya. Awalnya aku berencana datang ke sekolah lebih awal lalu pergi ke perpustakaan membaca buku. Kamu mau ikut pergi ke perpustakaan denganku?"
Aku berpikir sejenak mempertimbangkan ajakannya, kemudian mengiyakan ajakannya, "Oke! Tapi aku ke kamar asrama dulu untuk meletakkan barang-barangku."
Dia kemudian tertawa dan menjawab "Oke, kita pergi bersama-sama."
Jarak asrama laki-laki dan wanita tidak jauh, kami berjalan bersama. Su Rui berjalan di sebelah kiriku sedangkan Kak Yang Qin berjalan di sebelah kananku. Kak Yang Qin memandangku yang sedang melihat ke arah Su Rui.
"Dia siapa?" tanya Kak Yang Qin kepadaku.
Aku sengaja tidak mengacuhkannya karena aku tidak mau Su Rui mengira aku gadis gila. Aku tidak memperhatikan keberadaan Kak Yang QIn.
Sepanjang perjalanan menuju ke asrama, Su Rui tidak mengatakan apa-apa, membuat suasana terasa sedikit canggung.
Saat akan tiba di asrama wanita, Su Rui berhenti kemudian melihat ke arahku seolah memiliki permohonan yang ingin diajukan kepadaku.
Su Rui berkata, "Sixi, apa kamu bisa… membiarkan aku melihat mata kirimu?"
Aku tahu dia penasaran.
Aku tertawa menjawab, "Kamu benar-benar ingin melihatnya?"
"Iya, aku ingin melihatnya. Sudah lama aku mendengar banyak rumor mengenai dirimu."
"Kamu tidak takut denganku?"
"Kenapa aku harus takut?"
Aku menganggukkan kepala, kemudian memutuskan untuk mengijinkan dia melihatnya.
Aku menaikkan tanganku dan melepas penutup mataku. Dia melihat ke arahku, memperhatikan mataku. Dalam hati sejujurnya aku takut jika setelah melihat mata kiriku dia akan takut denganku. Tapi tanpa disangka Su Rui justru berkata, "Mata yang indah!"
Aku merasa lega. Sebenarnya dia adalah orang ketiga yang mengatakan bahwa mataku indah; yang pertama adalah Sha Er, yang kedua adalah Kak Yang Qin.
"Seperti batu rubi."
Aku tersenyum dan mengenakan kembali penutup mataku.
Kami berdua melanjutkan perjalanan menuju asrama wanita. Kak Yang Qin berjalan dengan perlahan hingga dia berada di belakang kami.
Aku menoleh ke belakang melihat ke arahnya. Kak Yang Qin melihat ke arahku dengan ekspresi kesal, saat itu dia terlihat seperti anak kecil.
Aku tersenyum melihatnya seolah menyuruhnya untuk mengikutiku, setelah mengetahui Kak Yang Qin terus mengikutiku, aku merasa lebih aman. Karena bagaimanapun kami sudah berada di sekolah, aku tidak tahu kapan Xu Zixi akan muncul.
Kak Yang Qin seolah tidak memperdulikanku, dia berjalan dengan pelan di belakangku.
"Kamu sedang lihat apa?" tanya Su Rui mengikuti arah mataku memandang dengan wajah keheranan.
"Bukan apa-apa."
… Setelah kembali ke kamar asrama aku segera membereskan barang-barangku, kemudian pergi ke perpustakaan bersama Su Rui.
Hari itu perpustakaan sangat sepi, hanya ada beberapa orang saja yang pergi ke perpustakaan.
Su Rui mengambil beberapa buku bacaan dari rak buku, kemudian pergi tempat duduk yang berada di pojok perpustakaan.
Aku mengambil sebuah novel dan ikut duduk di seberangnya.
Kak Yang Qin duduk di meja sebelah, melihat ke arah kami sambil menggumamkan sesuatu.
"Kenapa kamu melihat ke arah situ?" tanya Su Rui tiba-tiba. Aku tidak menjawabnya.
Dia menutup buku yang dibacanya, kemudian melihatku dengan rasa tertarik dan berkata, "Kamu benar-benar bisa melihat hantu?"
Aku menggoyangkan tangan dan menjawab, "Mana mungkin, di dunia ini tidak ada hantu."
Aku tidak ingin membahas hal ini, tapi Su Rui sepertinya semakin tertarik dengan topik ini dan bertanya lagi, "Lalu kenapa mata kirimu bisa berwarna merah?"
"Ini.. penyakit mata, penyakit mata yang langka. Mataku tidak bisa terkena angin, makanya aku selalu menggunakan penutup mata. Jangan dengarkan rumor-rumor itu, semuanya tidak benar."
"Benarkah?" tanyanya seolah masih ragu.
Aku tertawa kecut lalu menundukkan kepala dan melanjutkan membaca novel yang aku pegang.
Tiba-tiba aku merasakan sepasang tangan dingin menyentuh pinggangku kemudian perlahan bergerak menuju ke dadaku.
"Kamu tumbuh dengan baik, aku menyukainya." kak Yang Qin berbicara di telingaku.
Aku dapat merasakan dagunya bersandar pada pundak kananku dan rambutnya bergerak-gerak di dekat telingaku membuatku geli.
Aku tidak tahu sejak kapan Kak Yang Qin pindah tempat duduk, benar-benar membuat orang harus selalu waspada.
Aku sangat ingin menghentikan tindakan Kak Yang Qin, tapi Su Rui duduk di depanku. Aku tidak mungkin berbicara dengan hantu yang tidak bisa dia lihat, bisa-bisa Su Rui mengira aku gila.
Saat Su Rui sedang fokus membaca bukunya aku segera melepaskan tangan Kak Yang Qin dan melihat ke arahnya dengan tatapan tidak suka. Tapi peringatan yang aku berikan melalui tatapan mata seolah tidak berpengaruh baginya. Dia malah meletakkan kedua tangannya di pinggangku dan memelukku dengan erat. Kak Yang Qin juga menggigit telingaku dengan lembut.
Aku mengeluarkan suara isakan.
Perpustakaan terlalu sunyi, saat itu hanya ada aku, Su Rui ,dan penjaga perpustakaan.
Saat mendengar suara isakan, Su Rui memandangku beberapa saat kemudian mengerutkan alisnya dan bertanya, "Kamu tidak enak badan? Wajahmu terlihat pucat."
"Aku tidak apa-apa, aku hanya merasa kedinginan… hahaha…"
"Dingin?"
Su Rui melihat ke arah jendela. Sinar matahari masuk melalui kaca jendela dan menyinari tubuhku. Su Rui tidak percaya dengan ucapanku
"Hari ini sangat cerah, matahari bersinar dengan terang, tapi kamu merasa kedinginan? Apa kamu sedang tidak enak badan?"
Dia bangkit berdiri dan mengulurkan tanganya berusaha menyentuh dahiku, tapi sebelum dia dapat menyentuh dahiku, Kak Yang Qin menepis tangan Su Rui.
Terdengar suara "plak" yang membuatku kaget hingga jantungku berhenti sesaat.
Wajah Su Rui terlihat panik, dia merasakan tangannya ditepis, tapi bukan tanganku yang menepis tangannya.
Dia dengan tegang berkata: "Barusan… barusan… seperti ada yang menepis tanganku…"
"Mana mungkin, itu hanya perasaanmu saja." aku menjawab dengan panik.
Saat itu Kak Yang Qin kembali menggigit telingaku dan berkata: "Wanitaku, hanya aku yang boleh menyentuhnya, bilang ke anak kecil itu untuk menjauhimu."
Aku dengan suara amat pelan dengan penekanan berkata: "Kamu lepaskan aku dulu."
Aku sebenarnya mengatakan itu kepada Kak Yang Qin, tapi Su Rui mendengarku dan salah paham, "Lepaskan kamu? Aku… aku bahkan belum menyentuhmu."
"Aku bukan bilang kamu… hmm… bukan… aku… bicara sendiri."
Celaka! Penjelasanku kacau sekali.
Kak Yang Qin tertawa puas melihat situasi kacau ini. Bukannya dia melepaskan pelukannya di pinggangku, Kak Yang Qin malah memelukku semakin erat.
Aku berpikir tidak memiliki pilihan lain selain menjelaskannya kepada Su Rui, tapi sebelum aku dapat berkata apapun, dia kembali duduk dengan tenang.
Su Rui berkata, "Mungkin memang perasaanku saja."
"Iya, itu hanya perasaanmu saja."
Aku menjawab dengan suara pelan, tapi dalam hati aku belum merasa tenang. Aku merasa Su Rui mengetahui sesuatu, dan ini semua karena Kak Yang Qin. Kenapa dia harus menakuti Su Rui dengan menepis tangannya?!
Aku merasa bahwa Su Rui adalah orang yang baik, dia menolongku saat Cheng Fengfeng dan Bai Xiaomeng mengerjaiku.