Keesokan harinya matahari bersinar terang dan angin berhembus ringan.
Saat jam istirahat siang, seluruh siswa kembali ke asrama untuk beristirahat, sedangkan aku pergi ke ruang UKS untuk melakukan konseling.
Guru yang akan memberikan konsultasi adalah seorang laki-laki muda. Ia mengenakan kacamata dan jas putih.
Aku melihat dia tersenyum dengan hangat ke arahku.
"Kamu Ji Sixi?"
Aku menganggukkan kepala kemudian melangkah masuk ke dalam kantornya.
Di dalam UKS dia memiliki kantornya sendiri, kantornya tidak besar dan interiornya sederhana. Selain sebuah meja dan kursi di tengah ruangan, terdapat lemari tempat menyimpan berkas-berkas, masih ada sebuah meja kecil dan 2 kursi dekat jendela. Di sebelahnya terdapat sebuah lukisan berbentuk kotak berukuran sedang yang digantung di tembok.
Dia mempersilahkanku untuk duduk, kemudian berbalik badan untuk menutup gorden.
Dia tidak menarik gorden hingga menutupi seluruh jendela, sehingga sinar matahari masih dapat masuk ke dalam ruangan melalui jendela tersebut.
Aku duduk, begitu juga dengan Pak Wu.
Pak Wu itu melihatku dengan tatapan hangat, kemudian mulai berbincang-bincang denganku, kami hanya membicarakan hal-hal sederhana. Sepertinya Pak Wu dapat mengetahui bahwa aku merasa tegang sehingga ia berusaha membuatku merasa nyaman.
Setelah berbincang-bincang, perlahan Pak Wu mulai menanyaiku mengenai kondisi psikologisku. Dia juga menanyakan kejadian yang terjadi di ruang kelas kemarin.
Pak Wu bertanya kepadaku, "Apakah kamu dapat tidur dengan nyenyak akhir-akhir ini?"
Aku menganggukkan kepala, lalu menggelengkan kepalaku.
Dia tidak terlalu memahami jawabanku, sehingga ia bertanya lagi, "Apa kamu mengalami insomnia?"
Aku tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaannya, karena sebenarnya itu bukan insomnia tapi akulah yang tidak berani untuk tidur. Tapi kemarin siang aku dapat tidur dengan nyenyak dan saat malam hari pun aku dapat tidur lagi dengan nyenyak. Hari ini pun cuacanya bagus sehingga aku merasa lebih berenergi.
Aku berusaha bekerja sama dengan Pak Wu, tapi tak lama kemudian muncul seorang nenek tua, wajahnya pucat. Aku bahkan tidak tahu darimana datangnya nenek tua itu. Dia berjalan mengelilingi Pak Wu sambil bergumam, "Aku belum memberitahu kata sandi rekening bank itu untuknya, aku belum merasa tenang."
Nenek tua itu tidak memiliki bayangan, pastilah dia bukan manusia.
Aku mencuri-curi pandang melihat ke arah nenek tua itu, tak perlu waktu lama untuk nenek tua itu menyadari bahwa aku dapat melihatnya.
Pak Wu tertawa kecil dan berkata, "Kamu tidak perlu tegang, anggap saja kita hanya sedang mengobrol biasa."
Aku menganggukkan kepala namun nenek tua itu malah mendekatiku.
"Kamu bisa melihatku kan?" tanya nenek tua itu kepadaku.
Aku tidak menggubrisnya seolah aku tidak melihat ataupun mendengar nenek tua itu.
Nenek tua itu mengangkat tangannya kemudian melambaikan tangannya di depan mataku dan bertanya lagi, "Gadis kecil, kamu bisa melihatku kan? Aku yakin barusan kamu melihat kedatanganku, benar kan?"
"..."
"Jika kamu benar-benar dapat melihatku, bisakah kamu membantuku menyampaikan sesuatu kepada cucuku. Ada yang ingin aku sampaikan kepadanya."
Aku melihat ke arah Pak Wu, tapi nenek itu terus berbicara kepadaku.
Kemudian Pak Wu itu bertanya, "Apa akhir-akhir ini kamu mengalami insomnia?"
Aku menggelengkan kepala.
Lalu dia bertanya lagi, "Apa kamu bisa menceritakan kepadaku secara detail apa yang sebenarnya terjadi di ruang kelas?"
Pak Wu itu berkata dengan suara yang lembut dan hangat, tapi aku malah merasa tidak nyaman karena nenek tua itu terus berbicara di telingaku. Dan aku dapat merasakan udara dingin di sekitarku yang membuat bulu kudukku berdiri.
Aku memutuskan untuk tidak menggubris nenek tua itu, aku datang kemari untuk melakukan konseling dan setelah aku menyelesaikan konselingku, aku berencana untuk menjalani hidupku di SMP sebagai siswa normal.
"Akhir-akhir ini aku merasa bebanku cukup berat." kataku dengan suara mengeluh.
"Beban karena masalah apa?"
"Karena pelajaran sekolah." jawabku dengan asal.
Pak Wu menganggukkan kepalanya kemudian kami terus berbincang-bincang tapi tidak ada hubungannya dengan keadaan psikologisku, setelah itu dia membiarkan aku pergi.
Saat aku pergi meninggalkan UKS nenek tua itu berjalan mengikutiku.
"Gadis kecil, kenapa kamu tidak berbicara apapun. Kamu bisa melihatku kan?"
Aku terus berjalan tapi tiba-tiba nenek tua itu muncul di depanku. Kemunculannya di depanku yang tiba-tiba membuatku berhenti mendadak tapi detik berikutnya aku melanjutkan langkahku berjalan menembusnya seolah aku tidak melihatnya.
Nenek tua itu tetap saja mengikutiku.
Aku telah kembali kamar asrama, tapi nenek tua itu terus berbicara tanpa henti.
"Aku sangat menyayangi cucuku, sejak kecil dia selalu mengikutiku kemana-mana karena orang tuanya pergi ke luar negeri sejak dia masih kecil. Aku sudah merawatnya hingga dia dewasa. Seluruh uang yang dikirimkan oleh anakku, aku menyimpan semuanya di sebuah rekening bank. Aku berencana untuk menggunakannya untuk biaya pernikahannya nanti, tapi karena aku sudah tua dan tubuhku semakin lemah. Tiba-tiba aku meninggal, aku ingin memberikan uang itu untuknya…"
Aku berbaring di atas kasurku menutup mataku dan sambil terus mendengarkan ucapan nenek tua itu.
Akhirnya aku mendengar nenek tua itu menghela nafas, saat aku membuka mataku nenek tua itu sudah menghilang. Mungkin karena dia melihatku tidak memperhatikannya sehingga dia menyerah dan pergi.
Aku tidur sebentar kemudian kembali mengikuti pelajaran seperti biasa.
Hari kedua, aku kembali lagi ke ruang UKS untuk konseling. Pak Wu sudah menungguku di kantornya, tapi aku tidak melihat keberadaan nenek tua kemarin.
Seperti biasanya, Pak Wu menyambutku dengan hangat, kami duduk di dalam kantornya dan berbincang-bincang.
Aku ingin mengatakan tentang keinginan nenek tua itu, tapi aku tidak dapat mengatakannya. Jika aku mengatakannya pasti aku akan dikira gadis gila. Bisa-bisa sebelum aku menyelesaikan sekolahku di sini, mereka akan mengirimku ke rumah sakit jiwa. Aku mengatakan bahwa aku memiliki beban karena pelajaran di sekolah, padahal nilaiku bagus dan aku tidak merasa kesulitan mengikuti pelajaran yang ada.
Setelah konseling hari ini selesai dia mengantarkan aku hingga ke pintu keluar.
DI dalam ruang UKS tidak ada orang lain, tiba-tiba aku teringat dengan nenek tua itu dan ada dorongan dalam hatiku untuk membantunya.
"Kamu kembali saja ke asrama istirahat sebentar, lalu baru kembali ke sekolah untuk mengikuti pelajaran." kata Pak Wu dengan suara lembut dan hangat.
Aku menganggukkan kepala dan berjalan meninggalkan ruang UKS, setelah berjalan 2 langkah aku tidak dapat menahan diriku untuk menoleh kebelakang. Pak Wu masih ada di belakangku dan melihat ke arahku, kemudian melambaikan tangan kepadaku.
"Pak Wu, di rumah anda apa ada anggota keluarga yang baru saja meninggal?" tanyaku.
Pak Wu tertegun mendengar pertanyaanku lalu tersenyum kecil sambil menjawab, "Ada."
Aku berbalik badan kemudian berjalan menghampirinya dan berhenti tepat di depannya. Aku bertanya dengan nada serius, "Bapak percaya di dunia ini ada hantu?"
Ekspresinya begitu tenang, tapi bukannya menjawab pertanyaanku dia malah balik bertanya kepadaku, "Apakah kamu percaya?"
Aku tidak ingin menjawab pertanyaan ini, aku kembali bertanya tentang masa lalunya, "Orang tua bapak saat bapak masih kecil pergi ke luar negeri dan bapak dirawat oleh nenek bapak yang baru saja meninggal. Benar kan?"
Setelah mendengar perkataanku raut wajahnya berubah, terlihat seperti tidak percaya dengan apa yang dia dengar baru saja.
Aku terus berbicara, "Aku tahu ini mungkin cukup sulit diterima, tapi nenek bapak menyimpan uang yang selama ini untuk biaya bapak menikah kelak, tapi karena tubuhnya yang semakin lemah akhirnya dia meninggal dunia sebelum sempat memberikan uang tersebut ke bapak."
Pak Wu terdiam, tapi tidak lama kemudian terlihat senyum kecil di wajahnya dan dia berkata, "Aku tidak tahu darimana kamu mendengar semua itu, tapi semua yang kamu katakan benar."
"Nenek bapak yang memberitahuku."
Terlihat ekspresi kaget di wajahnya, lalu dengan nada cemas berkata, "Bagaimana mungkin, nenek bapak sudah meninggal."
"Pak di dunia ini ada hal-hal yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, hari ini aku hanya akan menyampaikan ini, besok aku akan datang lagi."
Saat Pak Wu masih kaget dan syok, aku segera pergi meninggalkannya.
Aku tidak tahu apakah aku akan dikira memiliki kelainan mental, tapi yang jelas setelah mengatakan semuanya aku merasa lebih lega.