Chereads / Mata Ketiga / Chapter 23 - Hari libur 3

Chapter 23 - Hari libur 3

Aku berbalik badan dan berlari masuk ke dalam rumah. Saat aku ingin menyampaikan bahwa aku melihat hantu bayi yang menempel pada Lin Xiao, tante Ji Li justru bertanya lebih dahulu, "Kamu melihat hantu bayi itu?"

Aku terdiam dan menganggukkan kepalaku dengan perlahan.

"Bagaimana bentuknya?"

Aku memberikan gambaran tentang penampakan bayi hantu itu. Tante Ji Li menghela nafas dan dengan ekspresi pahit berkata, "Hantu bayi ini belum tentu bisa diantar pulang dengan berhasil. Kebenciannya terlalu dalam."

Mendengar perkataan tante Ji Li membuat jantungku bergedup dengan kencang.

"Lalu bagaimana?"

"Jika tidak berhasil kita hanya bisa meminta bantuan kepada Shang Yi."

Menyuruh laki-laki itu datang membantu sama saja dengan memberikan ladang uang untuk Shang Yi.

Sepengetahuanku, keadaan ekonomi keluarga Lin Xiao tidak terlalu bagus, sedangkan Shang Yi selalu meminta harga yang mahal sebelum menolong orang tanpa mempedulikan kondisi ekonomi orang tersebut.

Aku juga tidak tahu kapan Lin Xiao mengganggu hantu bayi itu hingga terjadi hal seperti ini. Di sekolah aku tidak pernah mendengar berita apapun mengenai dirinya dan dia juga pulang lebih awal daripada aku.

Malam ini aku kembali bermimpi buruk, Xu Zixi dan bayi hantu itu muncul di mimpiku. Membuatku terbangun berkali-kali, hingga akhirnya aku memutuskan untuk tidak tidur lagi di sisa malam itu.

Aku mengira jika aku pulang ke rumah, Xu Zixi tidak akan mendatangiku dalam mimpi lagi. Siapa yang tahu dia justru mendatangiku dalam mimpi secara bergiliran dengan bayi hantu untuk menakutiku.

Semuanya akan terselesaikan jika kak Yang Qin ada disni.

Jika dia ada disini, aku dapat tidur dengan nyenyak.

Saat langit mulai terang aku mulai mengantuk.

Aku tertidur hingga siang hari. Aku terbangun karena aku mendengar suara ayah Lin Xiao dari arah ruang tamu.

Aku sudah menyiapkan segalanya dan malam ini aku akan mengantar hantu itu pulang."

"Hm. Jangan sampai lupa waktu dan tempatnya, tidak boleh ada kesalahan. Ada lagi, semua yang kamu siapkan untuk kamu berikan kepada hantu itu tidak boleh dibawa pulang dan saat pergi meninggalkan tempat terakhir jangan pernah menoleh ke belakang apapun yang terjadi. Walaupun kamu mendengar suara jangan pernah menoleh!" Kata tante Ji Li dengan sangat serius memperingatkan ayah Lin Xiao.

Aku sangat jarang mendengar tante Ji Li berbicara dengan nada seserius ini, tapi tentu saja itu karena hantu bayi ini bukan hantu baik. Aku tiba-tiba teringat dengan wajah hantu bayi yang duduk di atas leher Lin Xiao, seketika tubuhku merinding.

Semoga ini semua dapat terlewati dengan baik.

Setelah ayah Lin Xiao pulang, aku berdiri dan keluar dari kamar. Aku menuju meja makan untuk sarapan sambil mengerjakan pekerjaan rumah.

Si gendut dan Ziyang datang mencariku, mereka berdua masuk ke dalam rumah sambil membahas mengenai keadaan Lin Xiao.

"Kamu bilang Lin Xiao bolos kelas dan buang air kecil di sumur belakang sekolah?" Kata si gendut dengan nada suara khawatir. Suara mereka menarik perhatianku.

Mereka sudah masuk ke dalam rumah.

Ziyang masih sama seperti dulu saat menyapaku, wajahnya terlihat marah. Kemudian Ziyang melanjutkan perkataan si gendut, "Minggu lalu aku mencarinya karena sekolahku tidak jauh dari sekolahnya. Aku mengajaknya bermain ke warnet, saat kembali dia tidak dapat menahan buang air kecil. Akhirnya dia buang air kecil di sumur itu."

Buang air kecil di sumur?

Aku tiba-tiba teringat tante Ji Li pernah berkata bahwa Lin Xiao buang air kecil di atas tubuh hantu bayi itu sehingga hantu bayi itu marah dan menempel padanya hingga sekarang. Itu juga berarti hantu bayi itu meninggal di dalam sumur.

Aku tidak dapat menahan diri dan bertanya, "Sumur yang di sebelah mana?"

Kedua orang itu melihat ke arahku, kemudian Ziyang berkata: "Tidak jauh dari belakang sekolah kalian, tempatnya cukup suram."

"Kamu masih ingat tempatnya?"

"Masih."

 Aku tidak berbicara lagi, tapi aku dapat merasakan bahwa cara yang diberikan tante Ji Li tidak akan bisa mengantarkan hantu bayi itu pulang. Jika hantu bayi itu dipenuhi dengan kebencian, aku khawatir nyawa Lin Xiao dalam bahaya. Mungkin memang lebih baik mencari bantuan Shang Yi.

"Untuk apa kamu bertanya hal itu? Kamu tidak akan mendatangi sumur itu kan?" tanya Ziyang dengan wajah keheranan menatapku.

Aku melihatnya kemudian dengan perlahan aku berkata, "Mana mungkin aku melakukan itu."

Lin Xiao, dia membolos kelas, melompati tembok, dan pergi ke warnet, semua itu sudah melanggar peraturan sekolah. Lin Xiao, anak ini bukannya sekolah dengan benar malah membolos sekolah dan pergi ke warnet bermain...

Aku mengalihkan perhatianku kembali ke bukuku dan kembali mengerjakan pekerjaan rumahku.

Si gendut dan Ziyang duduk di atas kasurku, Ziyang menatapku dengan tatapan penasaran dan berkata, "Tidak mungkin ada orang yang pernah meninggal di sumur itu kan?"

"Bagaimana kamu bisa yakin ada yang tidak beres dengan sumur itu?"

"Ayah Lin Xiao juga bilang bahwa Lin Xiao buang air kecil di atas tubuh hantu dan itu membuat hantu tersebut marah."

Tapi si gendut tidak berpikiran sama, "Belum tentu ada hubungannya dengan sumur itu."

...

Mereka berdua membicarakan ini tanpa henti, membuatku tidak dapat berkonsentrasi mengerjakan pekerjaan rumahku.

 Aku menoleh ke arah mereka dengan tidak sabar dan berteriak ke arah mereka, "Kalian berdua sebenarnya untuk apa datang kemari? Tidak lihat aku sedang mengerjakan PR? Berisik sekali."

Mereka berdua menutup mulutnya dan aku kembali fokus mengerjakan pekerjaan rumahku. Melihat soal Bahasa Inggris membuat kepalaku seperti akan pecah.

Aku melepas penutup mataku dan merasa pandanganku menjadi lebih terang. Aku selalu merasa mengenakan penutup mata ini tidak praktis, tidak mudah untuk melihat tulisan di papan tulis.

Tidak mudah mengumpulkan niat untuk mengerjakan pekerjaan rumahku. Aku bahkan belum selesai menjawab 3 pertanyaan ketika si gendut dan Ziyang mulai berbisik-bisik di belakangku

"Ayo kita pergi melihat keadaan Lin Xiao."

"Apa yang ingin kamu lihat? Kalian ingin hantu itu melihat ke arah kita?"

"Apa yang kamu takutkan? Saat melihat hantu kamu hanya perlu menghindarinya."

Mereka berdua terus berbicara di belakangku. Walaupun mereka berbicara dengan suara pelan tapi kamarku sangat sunyi hingga aku dapat mendengar suara mereka dengan sangat jelas dan tidak dapat berkonsentrasi mengerjakan tugasku.

Aku meletakkan pensilku dan menoleh ke arah mereka dengan tatapan marah. Aku sudah berencana untuk mengusir kedua orang ini, tapi sebelum aku membuka mulut untuk mengusir mereka, aku menyadari ada orang lain di ruangan ini.

Dia mengenakan pakaian hitam, tubuhnya terlihat tinggi dan sedang bersandar di kasurku. Sebelah tangannya menyangga pipinya dan tersenyum melihat ke arahku.

Aku tidak tahu sudah berapa lama tidak melihat wajahnya. Jantungku berdegup kencang dan tanpa sadar aku bangkit berdiri karena kegirangan.

Si gendut dan Ziyang melihatku dengan tatapan bingung.

"Kamu sedang apa?" tanya si gendut.

"Kamu membuatku kaget saja." sambung Ziyang.

"Kalian berdua keluar dari sini."

"Apa?"

"Keluar sekarang!"

Kedua orang itu saling bertukar pandang, kemudian melihat ke arahku dan memutuskan untuk keluar.

Terdengar suara tertawa dari atas kasur, sorot matanya terlihat lembut.

Dia bangkit duduk dan melihat ke arahku, kemudian membuka mulutnya dan berkata, "Aku dengar kau sedang merindukanku?"

"Hm."

Aku sangat merindukannya hingga serasa akan gila.

Aku hampir saja berlari dan memeluknya.

"Kak Yang Qin akhirnya kakak datang juga." Kataku dengan gembira.

"Kemarilah." Panggilnya dengan lembut.

Aku menurutinya dan berjalan mendekat. Aku pergi ke kasur dan memeluknya.

Meskipun pelukannya terasa sangat dingin, namun justru dapat membuat hatiku merasa tenang dan damai.

Aku dapat merasakan tubuhnya menjadi sedikit canggung. Aku rasa Yang Qin tidak mengira aku akan melakukan ini.

Aku memeluknya dengan erat untuk beberapa saat. Kemudian tangannya menepuk-nepuk pundakku dengan lembut, seperti sedang menidurkan bayi.

Tiba-tiba aku teringat dengan perkataan Lu Xi dan tidak bisa menahan diriku untuk mengajukan pertanyaan: "Kak, tunggu aku beberapa tahun lagi. Dalam 5 tahun aku akan segera tumbuh dewasa dan aku akan menjadi milikmu. Apakah kakak keberatan?"