Chereads / Mata Ketiga / Chapter 38 - Membuat kesepakatan

Chapter 38 - Membuat kesepakatan

Saat jam istirahat sekolah sangat sunyi, karena baik guru maupun para siswanya sedang tidur siang. 

Matahari sedang berada tepat di atas kepala, membuat siapa saja yang berdiri di bawah sinar matahari memiliki bayangan yang kecil.

Aku berjalan dengan mengendap-endap memasuki kamar asrama karena khawatir akan membuat Cheng Fengfeng dan Bai Xiaomeng terbangun, tapi siapa sangka ternyata mereka tidak tidur.

Melihatku kembali, Cheng Fenfeng tertawa melihatku seolah aku ketahuan sedang melakukan hal buruk. Dia menunjukkan sebuah gelang giok hijau yang sedang dia kenakan.

"Ini pemberian dari ibuku, ibuku baru saja pergi ke sebuah pasar antik. Harganya tidak murah loh."

Aku melihat ke arah gelang batu giok yang ada di tangannya, warna batu giok itu tembus pandang yang berarti itu adalah batu giok yang bagus. Keluarga Cheng Fengfeng memang kaya raya, mereka bisa menghabiskan uang ribuan yuan untuk sebuah gelang untuk dikenakan anak berusia belasan tahun.

Saat itu Bai Xiaomeng berkata, "Coba lepaskan sebentar, aku juga ingin mencoba mengenakannya."

Cheng Fengfeng kemudian berusaha melepaskan gelang itu tapi gelang itu tidak dapat terlepas bahkan setelah tangan Cheng Fengfeng menjadi merah.

Wajahnya pun ikut menjadi merah karena dia mengeluarkan banyak tenaga untuk melepaskan gelang itu lalu bergumam, "Kenapa tidak bisa dilepas, padahal saat mengenakannya sangat mudah."

Aku duduk di atas kasurku sambil melihat ke arahnya. Cheng Fengfeng masih berusaha melepaskan gelang giok itu.

Bai Xiaomeng terlihat sedikit kesal dan berkata, "Sudahlah, jika aku tidak boleh pinjam tidak apa-apa."

Raut wajah Cheng Fengfeng berubah dan berkata, "Apa maksudmu? Maksudmu aku tidak mengijinkanmu mengenakanya? Jika kamu hanya menggunakannya sebentar juga tidak akan terjadi apa-apa kenapa aku harus melarangmu untuk mengenakannya. Aku benar-benar tidak bisa melepasnya."

Aku melihat wajah Cheng Fengfeng, dia tidak sedang berpura-pura. Tangannya begitu merah dan melihat lingkar gelang giok itu cukup kecil membuatku bertanya-tanya bagaimana mungkin dia dapat menggunakan gelang itu dengan mudah.

"Jika tidak bisa dilepas ya sudah." kata Bai Xiaomeng sambil melambaikan tangan kemudian membalikkan badan berpura-pura tidur.

Cheng Fenfeng merasa sedikit jengkel. Dia menggertakan gigi dan berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan gelang giok itu tapi tetap tidak dapat terlepas.

"Wah, jika gelang ini benar-benar tidak bisa dilepas bagaimana? Itu berarti aku harus menggunakannya seumur hidupku?" gerutu Cheng Fengfeng.

Aku tertawa dan berkata, "Kalau gitu pakai saja, toh itu gelang giok mahal. Sayang jika tidak digunakan."

Aku hanya bercanda tapi Cheng Fengfeng sepertinya menganggap serius omonganku. Dia terus berusaha melepaskan gelang itu tapi seberapa kuat dia memaksa melepaskan gelang itu tetap melekat di tangannya.

"Sudahlah tidur saja, nanti kita masih ada kelas"

Dia berbaring membelakangiku, kemudian aku juga berbaring tapi aku tidak bisa tidur.

Aku berpikir mengenai reaksi pak guru itu setelah mendengar ucapanku mengenai neneknya, apa mungkin dia akan mengatakan aku memiliki masalah mental kepada wali kelasku?

Aku benar-benar gegabah, kenapa aku harus ikut campur dengan hal yang tidak ada hubungannya denganku?

Bukankah akan lebih baik jika aku tidak ikut campur dengan urusan orang lain?

Aku menghela nafas kemudian menutup mataku dan berusaha tidur, tapi aku tidak dapat tertidur.

Waktu berjalan dengan lambat, bel pelajaran tak kunjung berbunyi. Aku melihat ke arah jamku dan ternyata waktu baru berlalu beberapa menit padahal aku mengira beberapa puluh menit telah lewat. Tiba-tiba aku teringat dengan Xu Zixi yang masih berada di atap sekolah sehingga akhirnya aku menyelinap keluar asrama dan pergi ke gedung sekolah.

Aku menaiki tangga menuju ke atap sekolah. Sesampainya di atap aku sudah tidak marah lagi dengan Xu Zixi.

Aku melepaskan penutup mataku sehingga aku dapat melihat Xu Zixi yang masih berada di pinggir atap. Aku menghampirinya dan Xu Zixi menyadari kehadiranku. Dia menarik nafas panjang kemudian berkata, "Sebenarnya kapan kamu akan memanggil orang hebat itu untuk membantuku reinkarnasi?"

"Tunggu hingga akhir minggu ini, aku tidak punya telepon genggam jadi aku tidak bisa menghubunginya."

"Kenapa kamu tidak meminta ayah ibumu untuk membelikan kamu telepon genggam? Jika ada hal mendesak bagaimana caramu menelpon ke rumah?"

Perkataannya membuatku berpikir, hampir semua siswa di sekolah memiliki telepon genggam. Tentu saja memiliki telepon genggam akan menjadi sangat praktis, tapi aku tidak ingin meminta itu ke tante Ji Li karena dia sudah bekerja keras demi menghidupiku.

"Jika ada urusan mendesak aku bisa pergi ke toko dekat sekolah kemudian menggunakan telepon umum."

Xu Zixi hanya tertawa tanpa berbicara apa-apa.

Aku duduk di sebelahnya. Merasakan angin yang berhembus membuatku merasa lebih tenang.

Setelah beberapa saat Xu Zixi bertanya kepadaku, "Kenapa kamu terlihat sangat akrab dengan raja dunia roh itu?"

Aku kaget mendengar pertanyaanya, raja dunia roh? Kak Yang Qin kah yang dia maksudkan?

"Bagaimana kamu tahu bahwa dia adalah raja dunia roh?" tanyaku dengan nada heran.

"Kipas perak itu, itu adalah simbol raja dunia roh. Kamu tidak tahu?"

Aku tersenyum kecut. Bagaimana mungkin aku bisa tahu bahwa kipas perak itu adalah simbol raja dunia roh. Namun yang membuatku semakin penasaran adalah bagaimana Xu Zixi bisa mengetahui hal ini, apakah karena dia sudah menjadi hantu jadi dia langsung mengetahui hal-hal seperti ini?

Saat aku dan Xu Zixi sedang berbicara, tiba-tiba nenek tua itu muncul, dia tersenyum dan berjalan mendekatiku.

"Gadis kecil, kamu bilang tidak dapat melihatku tapi kamu malah sedang berbicara dengan hantu lain. Aku sudah dapat menebak dari awal bahwa kamu benar-benar bisa melihatku bukan?"

Aku sudah ketahuan berbohong, jika sekarang pergi dari sini juga tidak ada gunanya lagi.

Aku bangkit berdiri kemudian membersihkan pakaianku dan bertanya, "Nenek ingin aku melakukan apa?"

Nenek tua itu ingin agar aku mengingat kata sandi rekening bank miliknya, kemudian memberitahuku dimana dia meletakkan buku bank itu. Yang terakhir nenek tua itu memperingatkan aku, "Kamu jangan sekali-kali memiliki niat buruk, uang itu aku persiapkan untuk pernikahannya jadi jangan pernah kamu diam-diam berusaha…"

"Jika nenek tidak percaya padaku untuk apa meminta tolong padaku?" kataku memotong perkataan nenek tua itu. Mendengar perkataanku nenek tua itu terdiam kemudian tersenyum kecil, menunjukkan ekspresi putus asa.

"Itu karena selain kamu tidak ada orang lain yang bisa dimintai tolong."

"Itu tidak akan terjadi."

Aku tidak akan mungkin mengambil uang nenek itu lagi pula itu uang yang telah lama dipersiapkan untuk pernikahan cucunya.

Aku berusaha membuat nenek tua itu merasa tenang, sehingga aku berjanji akan membantunya.

...

Malam hari itu aku dapat tidur dengan tenang. Keesokan harinya saat jam istirahat aku pergi ke UKS untuk melakukan konseling.

Pak Wu sudah menungguku, sebelum aku duduk dia langsung bertanya kepadaku, "Apa maksud pembicaraanmu yang kemarin?"

Ia melihat ke arahku dengan sorot mata kebingungan dan bertanya-tanya, dia terlihat seperti tidak tidur semalaman.

Aku duduk di atas kursi tapi Pak Wu tidak ikut duduk.

Pak Wu dengan tergesa-gesa kembali bertanya, "Ji Sixi, aku ingin tahu apa maksud perkataanmu kemarin?"

"Aku akan memberitahu bapak, tapi bapak duduklah dulu."

Aku merasa seperti seorang tamu yang bertingkah seperti pemilik ruangan, aku sedikit merasakan bahagia yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

Pak Wu tidak berkata apa-apa lagi, dia hanya duduk di depanku dan melihat ke arahku.

"Nenek bapak menyimpan seluruh uang yang selama ini dikirimkan oleh orang tua bapak dalam sebuat rekening bank, beliau ingin memberikan uang tersebut saat bapak akan menikah. Nenek bapak meletakkan buku bank itu di bawah kasur di dalam kamarnya. Kata nenek, di bawah kasur ada sebuah kotak kecil dan beliau menyimpannya di dalam kotak itu. Sedangkan kata sandinya…" aku berhenti berbicara dan berusaha mencari sebuah pulpen dan secarik kertas, kemudian menuliskan kata sandi di kertas tersebut.

"Aku sudah menuliskan kata sandinya di atas kertas, selanjutnya bapak putuskan sendiri."

Dia melihatku dengan tatapan percaya tidak percaya dan tidak berkata apa-apa.

Aku rasa Pak Wu, yang seorang ahli psikologi, tentu saja tidak mempercayai tahayul, lalu aku berkata, "Pak Wu, aku ingin berdiskusi tentang satu hal."

Pak Wu merespon perkataanku dengan anggukan, mempersilahkan aku untuk berbicara.

"Jika bapak menemukan buku bank tersebut dan jika kata sandi itu juga benar, apa bapak akan memberi tahu wali kelasku bahwa tidak ada yang aneh denganku, aku hanya memiliki beban karena belajar?"

Tidak ada waktu yang lebih tepat daripada sekarang untuk membuat kesepakatan dengan Pak Wu.

Pak Wu berpikir sejenak kemudian membuka mulutnya dan berkata, "Aku akan mempertimbangkannya setelah aku mengetahui apakah perkataanmu benar."

"..."

Kelihatannya dia meragukan bahwa aku normal...

Jika tahu akan seperti ini seharusnya aku membuat kesepakatan dulu sebelum memberikan kata sandi buku bank itu.