Pria itu!
Ya, tidak salah lagi. Pria itu adalah pria yang menyelamatkannya dari penguntit tempo hari. Safira yakin betul. Memang saat kejadian penguntit itu, suasana pertokoan gelap dan Safira tidak dapat melihat secara jelas. Tapi tubuh dan rambut pria itu mengungkapkan semuanya.
Safira tidak menyangka akan bertemu dengan pria itu lagi. Disini. Dan ia adalah seorang instruktur!
[Sebenarnya sekolah macam apa sih yang ada instrukturnya segala??]
Bu Fariya mengumumkan siapa instruktur ditiap kelas. Dalam hati, Safira berdoa agar kelasnya tidak mendapat instruktur yang menyelamatkannya dari penguntit. Safira tidak ingin bernostalgia ke masa lalu yang menakutkan lagi.
"Kelas 10-2 akan dibimbing oleh Instruktur Bram," kata Bu Fariya. Seluruh mata siswa 10-2 melihat dengan seksama yang mana Instruktur Bram itu. Dan…
Pria berambut hitam panjang bernama Bram itu berdiri dan berjalan ke arah kelas 10-2.
"Sial!" umpat Safira kesal.
Gadis di depannya menoleh. "Kenapa?"
Safira buru-buru menggeleng. "Ah, tidak apa-apa."
Instruktur Bram membimbing anak kelas 10-2 menuju kelas mereka di lantai 4. Safira berjalan beriringan dengan gadis bertubuh kecil di depannya.
"Oh ya siapa namamu?" tanya Safira.
Gadis itu mengulurkan tangan. "Namaku Milana. Kamu bisa panggil aku Milie."
"Aku Safira dari Jakarta," Safira menjabat tangan Milie.
"Jauh sekali. Kalau aku dari Nusa Tenggara Timur."
Safira dan Milie memutuskan untuk duduk di bangku dekat jendela. Safira duduk tepat dibelakang bangku Milie.
Kehadiran Instruktur Bram membuat para gadis di kelas Safira berbisik-bisik. Sama-samar Safira mendengar mereka mengagumi ciptaan Tuhan nan tampan bernama Bram. Safira hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
Safira akui Instruktur Bram sangat mempesona. Usianya mungkin awal 20an. Tubuhnya tinggi 185 sentimeter. Kulitnya coklat muda dengan rambut hitam panjang dikuncir. Rahangnya kotak dan bergaris keras. Ia memiliki tato berbentuk guratan melingkar yang misterius di lengan kirinya. Aura Instruktur Bram kharismatik. Ia yakin pria ini adalah jelmaan aktor tampan dari Hollywood.
"Halo semua," Instruktur Bram menyapa. "Perkenalkan namaku Bram. Selama setahun ke depan kita akan bekerja sama di kelas ini untuk menjadi tim yang tangguh."
[Tim yang tangguh?]
Safira semakin heran dengan istilah-istilah yang digunakan orang-orang di sekolah ini. Ini tidak lazim. Ia yakin sebuah sekolah seharusnya tidak menggunakan istilah, seperti instruktur, latihan fisik dan tim yang tangguh!
"Safira Aswinata," suara Instruktur Bram memanggil Safira.
Safira mengerjap kaget. "Hadir."
Melihat Safira yang tidak fokus, Instruktur Bram geleng-geleng kepala. Ia melanjutkan memanggil satu per satu murid di kelas.
"Nah," Instruktur Bram menutup buku absensi dan mulai mengambil spidol di meja guru. "Hari ini aku senang karena dapat bertemu dengan kalian semua. Kalian mungkin datang dari berbagai latar belakang dan kota. Tapi apapun latar belakang kalian, disini kalian sama dan punya tujuan yang sama pula."
"Sekolah kita sudah berdiri 50 tahun dan 3 bulan lagi adalah hari ulang tahun ke-50 sekolah kita. Akan ada berbagai kompetisi antar kelas. Tapi sebelum kita membahas kompetisi, aku harus menekankan pada kalian pengetahuan dasar: tim adalah segalanya. Dan kalian dalam kelas ini adalah tim."
Safira mengangguk-ngangguk. Ia berusaha memahami setiap perkataan Instruktur Bram.
"Tahun pertama ini, aku akan mengajari kalian teknik-teknik dasar pertahanan diri sebagai perlindungan diri dari musuh kita. Well, mungkin kalian sudah tahu kalau sekolah ini di rancang untuk menghasilkan hunter-hunter berkualitas," Bram berjalan mengelilingi kelas sambil menjelaskan.
"Instruktur," seorang pria bertubuh kurus berambut kriting mengangkat tangan. "Saya ingin bertanya apa maksudnya menjadi hunter yang berkualitas?"
Instruktur Bram tersenyum tipis. "Siapa namamu, Nak?"
"Riko."
"Pertanyaan yang bagus, Riko" seulas senyum tipis tersungging dari bibir Instruktur Bram. "Hunter berkualitas yang kumaksud adalah bagaimana menangkap para iblis yang ada di masyarakat tanpa ketahuan orang awam. Kedua, bagaimana bekerja sebagai tim yang kompak dan solid. Karena menangap iblis bukanlah pekerjaan individu."
[Cukup! Aku sudah muak dengan semua kekonyolan ini!]
Safira sangat kesal mendengar semua omong kosong Instruktur Bram tentang hunter berkualitas dan para iblis di masyarakat. Tapi sepertinya hanya Safira saja yang kesal. Mata semua murid terpesona melihat bagaimana Instruktur Bram menjelaskan hal-hal aneh itu.
"Sekalipun kalian sudah tahu tempat ini sekolah untuk menjadi hunter. Tapi aku perlu menjelaskan bahwa iblis yang kita incar adalah vampir. Mereka ada dan berkeliaran diantara masyarakat dengan jumlah yang cukup banyak," lanjut Instruktur Bram.
Perut Safira terasa melilit. Ia benar-benar tidak menyangkat kata vampir keluar dari mulut Instruktur Bram. Safira yakin ini suatu kesalahan. Sejauh yang ia pahami sekolah ini adalah sekolah untuk melatih para hunter. Para hunter adalah pemburu vampir yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
[Omong kosong macam apa ini?!]