Chereads / The Hunter: Sang Malam / Chapter 14 - Cerita Milie

Chapter 14 - Cerita Milie

Selama satu jam pidato Instruktur Bram, Safira tidak fokus. Ia sibuk dengan semua pikiran-pikiran yang melayang di otaknya.

Safira tidak habis pikir bagaimana mungkin mama dan Paman Edgar menyekolahkannya di tempat semengerikan ini. Apakah mama dan Paman Edgar tidak tahu sekolah macam apa SMA Andalas itu? Dari mana mereka tahu sekolah aneh ini?

Semua pertanyaan-pertanyaan itu tumpang tindih di otaknya. Bahkan ketika Instruktur Bram berdiri tepat di depannya, Safira tidak menyadarinya. Safira barulah sadar keberadaan Instruktur Bram ketika pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Safira. "Safira," panggilnya.

Safira kaget dan tidak menyangka jarak wajahnya dengan wajah Instruktur Bram hanya satu jengkal. Seketika dunia terasa berhenti berputar. Safira dapat melihat dengan jelas wajah instrukturnya ini. Safira tidak menyangka Instruktur Bram lebih dari sekadar tampan ketika wajah mereka berdekatan. Hidung mancung dipadukan dengan mata coklat muda dan bibir tegas membuat Instruktur Bram terlihat sangat… menawan.

[Apakah dia ini manusia?]

"Safira," panggil Instruktur Bram lagi sambil melambai-lambaikan tangan di depan wajah Safira.

Sedetik kemudia, Safira tersadar. Seisi kelas kini memandangi dirinya dan Instruktur Bram.

"Safira, ini sudah kedua kalinya kamu melamun," Instruktur Bram menegakkan diri. "Sepulang sekolah nanti temui saya di kantor instruktur."

Setelah itu, Instruktur Bram meninggalkan kelas.

***

"Aku heran dengan pelajaran matematika hari ini. Banyak sekali PR yang kita dapat," keluh Milie.

Safira hanya mengaduk-aduk makanannya. Ini sudah siang, semua siswa berkumpul di ruang makan untuk menikmati makan siang.

"Ya, harusnya PRnya tidak sebanyak ini."

Selain menyediakan pelajaran 'berburu vampir', sekolah ini juga menyediakan pelajaran 'normal', seperti matematika, Bahasa Indonesia, sejarah dan lain-lain. Hanya saja porsi pelajaran 'normal' dan palajaran 'berburu vampir' dibuat menjadi 50:50.

Di pagi hari, akan ada olahraga pagi yang dilanjutkan pelajaran 'berburu vampir'. Dua jam sebelum makan siang akan diisi dengan pelajaran 'normal'. Setelah makan siang akan diisi satu pelajaran 'normal' selama satu jam. Jam 2 siang sampai 5 sore akan diisi pelajaran 'berburu vampir' lagi.

Safira belum tahu detail seperti apa pelajaran 'berburu vampir' itu. Ia masih tidak habis pikir dengan sekolah ini bagaimana mungkin di Indonesia ada sekolah seperti SMA Andalas. Dan dari mana anak-anak di sekolah ini tahu tentang SMA pemburu vampir ini?

"Mil, kamu tahu dari mana sih SMA ini?" tanya Safira penasaran.

Milie menghentikan makannya. "Hmm… awalnya aku juga tidak tahu sih. Aku ditawari untuk masuk ke sekolah ini."

"Ditawari sama siapa?"

"Um.. begini," Milie berpikir. "Supaya tidak bingung akan kuceritakan penyebab aku ditawari untuk masuk ke sekolah ini. Bagaimana?" kata Milie.

Safira mengangguk. Ia fokus mendengarkan temannya ini.

"Kamu tahu kan kalau aku dari Nusa Tenggara Timur? Aku tinggal disana hanya berdua dengan nenekku. Orangtuaku sudah lama meninggal. Suatu hari, aku berjalan menuju desa sebelah. Biasanya orang di desaku akan berjalan menyusuri hutan untuk sampai ke desa sebelah. Tapi karena malas berjalan lama, aku mengambil jalan pintas."

"Jalan pintas yang kumaksud adalah menyusuri sungai kecil yang ada di pinggir hutan. Saat asyik berjalan, aku kaget. Dipinggir sungai banyak sekali mayat manusia yang tergeletak penuh darah. Um… mungkin ada sekitar 10 mayat saat itu. Kalau ingat-ingat kejadian itu, aku jadi mual. Karena takut aku laporkan kejadian ini pada ketua adat di desaku."

"Lalu polisi datang dan memeriksa tempat itu. Mereka menanyaiku banyak sekali pertanyaan," cerita Milie.

"Lalu?"

Milie melanjutkan ceritanya, "ada seorang perempuan. Entahlah… aku tidak tahu siapa dia. Dia mengaku dari lembaga perlindungan perempuan dan anak-anak. Dia mengajakku bicara karena saat diinterogasi polisi, aku sangat ketakutan. Dia bilang padaku kalau dia akan membantuku bebas dari semua introgasi ini."

"Kemudian, dia menawariku SMA Andalas. Katanya di SMA ini aku bisa mendapat beasiswa penuh karena berasal dari keluarga tidak mampu. Nenek setuju tawaran wanita itu, Fir."

"Lalu kamu sudah tahu kalau SMA Andalas itu tempat untuk melatih para hunter?" selidik Safira.

Milie mengangguk. "Tentu saja."

"Kok kamu bisa tahu?" Safira tidak menyangka kalau teman baiknya sudah tahu sejak awal tentang sekolah ini. Apa hanya dirinya seorang diri yang tidak tahu apa-apa?

"Soalnya yang mengantarku ke sekolah ini ya si wanita itu. Dia menjelaskan kalau tempat ini untuk melatih para hunter," jawab Milie ringan.

Safira melongo. "Kok kamu masih berminat di sekolah ini?"

Milie hanya mengedikkan bahu. "Entahlah. Aku merasa sekolah ini menarik dan aku betah. Lagipula aku kan dapat beasiswa penuh disini."

Melihat Milie tersenyum bahagai dengan keputusannya bersekolah disini, Safira hanya bisa geleng-geleng kepala heran.

[Orang normal pasti sudah kabur begitu tahu sekolah macam apa tempat ini]