"Gugurkan saja!"
Deg! Liu Xi membeku. Ia benar-benar tak menyangka bahwa Yi Zen akan benar-benar mengatakan itu. Meski ia telah menduganya, namun mendengar langsung, membuat hatinya sakit. Liu Xi bangun dan menatap benci. Mengacungkan telunjuknya di wajah Yi Zen.
"Dengar, kau mungkin menganggap semua kesalahan. Tapi perlu kau ingat! Janin ini hidup di rahimku! Dia anakmu! Darah dagingmu!" Liu Xi menghapus air matanya dan berusaha tegar. "Aku mungkin memang miskin tapi aku tak akan mengugurkan janinku yang tak bersalah. Aku salah dengan datang kemari dan meminta itu semua padamu! Jika saja kutahu bahwa kau pria bejat tak tahu diri!" ia memutar badannya dan melangkah.
Namun Yi Zen menahan tangan Liu Xi. "Apa kau bilang? Kau benar-benar membuat kesabaranku habis! Gugurkan atau aku akan semakin membuat hidupmu hancur!"
Liu Xi tertawa dan kembali menitikkan air mata. "Kau tak perlu bersusah payah memerintahku! Dengar Tuan Feng Yi Zen yang terhormat. Aku akan membesarkan bayiku sendiri! Dan tak akan pernah meminta apapun darimu! Sepeserpun!" Liu Xi melepaskan tangan Yi Zen dari tangannya dan keluar dari ruangan Yi Zen.
Yi Zen berteriak marah dan menendang sebuah kursi tak jauh darinya. "Bagaimana bisa dia mengatakan itu. Harusnya dia tak lagi mencariku!" ia meraih telepon genggamnya dan menghubungi kaki tanganya. "Apa saja yang kau lakukan! Kenapa jalang dari DJ Pub bisa meminta tanggung jawabku!"
"Tapi Tuan, Nona Li Ye Ting melarang untuk-"
"Apa maksudmu! Ye Ting, kenapa dia?"
"Saat itu saya baru akan menyelesaikan semuanya setelah Tuan keluar dari kamar. Namun saya bertemu dengan Nona Ye Ting dan dia melarang untuk memberikan apapun pada gadis yang ada di dalam kamar. Dan cek itu kini berada di tangan Nona Ye Ting."
"Li Ye Ting ...!" Yi Zen melempar telepon genggamnya dan mengamuk. Ia sama sekali tak mengingat bahwa Ye Ting pasti akan menemuinya kembali di pub tersebut.
Liu Xi keluar dari gedung tinggi tersebut dengan menangis. Kini tak ada harapan sedikitpun untuk Yi Zen mengakui bayinya. Ia marah pada dirinya sendiri, pada takdir yang terasa begitu kejam. Bahkan kini ia bertekat untuk membesarkan bayinya. Sendirian! Menyembunyikan semua dari orangtuanya dan dari semua hal yang akan merengut buah hatinya. Termasuk pada Yi Zen.
Liu Xi berjalan gontai dan duduk di sebuah bangku taman. Sebuah getaran yang berada dalam sakunya membuatnya berjengkit kaget. Ia membuka handphonenya dan membaca pesan yang tertera.
"Pulanglah kerumah karena Ayah akan mengenalkanmu pada calon Ibumu."
Ia tersenyum pahit. "Kini bahkan aku harus memiliki ibu tiri. Ya Tuhan, ada apa dengan hidupku? Kenapa semua memburuk sejak kejadian malam itu,"
***
Hari ini, Lee Rou Ni sudah berdiri di depan pintu apartemen Liu Xi . Ia bisa saja langsung masuk tapi ia memilih untuk menunggu sampai Liu Xi membukakan pintu. Suara pintu terbuka membuatnya tersenyum lebar. Ia mengangkat plastik-plastik di tangannya dan menutupi wajahnya.
"Tar-ra, lihatlah apa yang kubawa." Rou Ni mendesak masuk tanpa melihat wajah Liu Xi. Ia langsung mengambil piring dan menyajikan semua yang ia bawa. "Duduklah, di sini. Kau pasti menginginkan ini,"
Liu Xi tersenyum dan mengikuti Rou Ni. Duduk di meja makan dan melihat semua menu yang Rou Ni bawa. "Ini,"
"Yap." Rou Ni menepukkan tangannya. "Aku bawakan manisan dan semua buah-buahan asam. Lalu susu, asam, dan yah seporsi steak kesukaanmu. Dan jangan lupa, kau juga harus meminum semua vitamin yang aku belikan agar bayimu sehat. Aku tak ingin ponakan kelaparan dan kekurangan gizi."
Liu Xi hanya menatap Rou Ni yang terus berbicara dengan mengeluarkan semua barang yang ia bawa. Setitik air mata mengalir di pipinya. Ia begitu terharu dengan semua perhatian sahabatnya. Saat ayah dari bayinya tak menginginkan kehadirannya, sahabatnya datang dengan membawa sejuta semangat dan perhatian. Dan ia tak mampu berkata apa-apa untuk itu.
"Jadi katakan padaku setiap kau ingin makan sesuatu atau membutuhkan apapun. Aku akan mencarikannya untukmu. Ah, lebih tepatnya orang yang kusuruh. Hahaha," Rou Ni tertawa geli dan langsung diam saat melihat wajah Liu Xi yang sembab. "Oh, Dear. Apa yang terjadi padamu? Kau tahu, kau tak boleh stress karena ada ponakanku di dalam rahimmu."
Liu Xi mengangguk namun tetap menangis. Memeluk tubuh Rou Ni yang menepuk-nepuk pundaknya pelan. "Terimakasih atas segalanya. Aku tak tahu harus bagaimana jika tak memiliki sahabat sepertimu."
Rou Ni tersenyum. "Aku turut ambil andil dalam hancurnya hidupmu. Dan hanya ini yang bisa aku lakukan. Jadi ceritakan padaku, apa yang membuatmu menangis?"
Liu Xi melepaskan pelukannya dan duduk menatap Harumi. "Dia tak menginginkan aku. Dia juga tak menginginkan bayiku. Dia menolak. Bahkan dia tak ingat padaku,"
Wajah Rou Ni mengeras. Tangannya mengepal dengan gertakan gigi yang kuat. "Pria berengsek sepertinya berani mengatakan itu padamu. Akan kubuat dia menikahimu. Kau tak perlu pikirkan apapun. Dia akan datang dan menikahimu. Aku janji."
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Liu Xi lirih. "Aku sudah mencoba mencari pekerjaan tapi-"
"Tak perlu, Xi. Kau akan menikah dengannya dan dia akan memenuhi semua kebutuhanmu."
Liu Xi diam. Bukankah semua yang Rou Ni katakan sungguh diluar batas kemampuannya? Ia mengenal sahabatnya dengan baik. Dan mungkin saja Rou Ni dapat melakukan itu semua. Ia tersenyum saat Rou Ni memaksanya makan dan meminum segelas susu ibu hamil. Bahkan tak lama kemudian orang suruhan Rou Ni datang dengan membawa segala kebutuhan yang Liu Xi butuhkan.
"Aku akan pulang."
"Apa?" tanya Rou Ni menoleh.
"Ayah ingin aku pulang untuk bertemu dengan calon ibuku."
Rou Ni menatap kasihan pada Liu Xi. "Ya, Tuhan. Apa kau mengatakan pada Ayahmu bahwa kau hamil?"
Liu Xi menggeleng. "Aku berniat menyimpannya untuk diriku sendiri."
Rou Ni menghela napas dalam. "Aku ada bersamamu. Kau tak sendirian. Dan kapan kau akan pulang?"
"Sore ini. Aku telah berkemas sedikit. Aku tak akan lama, karena kupikir-"
"Aku mengerti." sela Rou Ni. "Baiklah aku akan mengantarmu pulang. Dan aku berjanji saat kau pulang, pria berengsek itu akan datang dan menikahimu. Kau percaya padaku kan?"
Liu Xi mengangguk. "Terimakasih atas semuanya."