(POV Lev)
Sepulang dari rumah Roman—saat malam hari—aku melihat seorang Nenek sedang kepayahan membawa barang belanjaan yang terlihat berat. Dia menenteng dua buah keresek di tangan kanan dan kirinya. Dia sendirian, tidak ada orang yang bersamanya.
"Biar saya bantu nek," kataku setelah menghampirinya.
Si Nenek memandangku cukup lama, entah lola atau bingung, tapi wajahnya blushing.
"Oh, i-iya, terima kasih anak muda."
Si Nenek kemudian memberikan keresek yang berada di tangan kirinya.
"Sini Nek, biar saya bawa dua-duanya."
Dengan hati-hati, aku mengambil kantung keresek yang satunya lagi. Si Nenek percaya padaku seolah aku adalah cucunya. Setelah itu, aku dan si Nenek mulai berjalan.
"Nek, sebenarnya saya ini pencuri loh, sebentar lagi saya akan membawa kabur semua belanjaan Nenek," ancamku, mencoba menjahilii Nenek.
"Ya gapapa, curi saja belanjaannya, asalkan hati Nenek juga," gombal si Nenek.
Astaga, baru pertama kali aku digombalin Nenek-Nenek.
"Ahahaha, Nenek bisa saja." Aku tertawa kecil.
Si Nenek juga tertawa.
"Nek, dulu Nenek pasti cantik, ya?" tanyaku.
"Hehehe, kok tahu?"
"Soalnya, sekarang juga cantik."
Mendengar itu, si Nenek blushing lagi.
Yes!! satu sama.
Malam itu, aku membawakan barang belanjaan si Nenek. Kecepatan berjalan si Nenek yang selambat keong membuat perjalanan dekat terasa jauh. Tapi, waktu yang lambat terasa cepat, karena si Nenek orang yang asik diajak ngobrol.
Tak terasa, kami sudah sampai di depan rumah si Nenek.
"Ayo masuk dulu, Nenek bikinkan teh sama kue," ajak si Nenek.
"Gapapa nek, gak usah. Saya ada urusan malam ini."
"Ayolah, sebentar saja." Si Nenek menyeret tanganku.
...
...
...
"Kamu siapa ya?" tanya si Nenek, wajahnya kebingungan.
Aku tertunduk lesu, pasrah. Si Nenek melupakanku. Aku kurang berhati-hati, harusnya aku menghindar dengan cepat. Meski cuma kenal sebentar, dilupakan itu rasanya sungguh menyakitkan.
"Tapi bohong," ucap si Nenek.
"Eh?" Aku memandang si Nenek.
Kenapa si Nenek tidak lupa padaku? Apa dia punya kekuatan aneh?
Di saat aku merasa kebingungan, seseorang tiba-tiba keluar dari pintu rumah. Dia bergegas lari menghampiri si Nenek.
"Nek, kenapa belanja sendirian? Aku kan mau ikut!"
Gadis itu kemudian memandangku.
"Eh, Lev? Kamu ngapain di sini?" tanya Akemi.
"Pemuda ini membantu Nenek membawakan barang belanjaan. Dia pria yang sangat baik dan ramah," ucap si Nenek.
"Waah, makasih ya Lev sudah membantu Nenekku. Ayo mampir ke rumah, kita minum teh dan makan kue," tawar Akemi.
Sebelum aku menjawab, si Nenek bicara duluan.
"Dia sedang sibuk, katanya ada urusan."
"Oh, begitu, ya. Sayang sekali..." Akemi berkata dengan nada kecewa.
"Eh, tidak, tidak. Aku tidak sibuk kok. Ayo kita ngeteh dan makan kue!" balasku dengan semangat.
"Loh, katanya tadi sibuk?" tanya si Nenek, dia memicingkan matanya.
"Enggak kok, saya gak sibuk. Mungkin Nenek sudah pikun, hehe," jawabku dengan sopan.
Si Nenek terus memandangku dengan tatapan curiga.
"Oh, ya sudah kalau gitu. Ayo kita masuk," ajak Akemi.
(Yes!)
Kita bertiga kemudian masuk ke rumah.
*Jeng jeng jeng!
"Lev-hentai!!!"
"Loh, Lev?"
"L-Lev-kun?"
Saat aku masuk, para anak cewek Kelas 1-F sedang berkumpul di ruang tengah. Mereka sedang makan kue, minum teh sambil main UNO. Sera, Shino, Lullin, Nana dan Maggiana sedang berkumpul di sini.
"Halo semuanya!" sapaku.
"Cih. Kirain cuma ada Akemi saja, ternyata teman-temannya juga ada di sini," pikirku
"Lev sini, ayo main kartu UNO!" ajak Shino.
"Ahaha, aku gak ikut. Ini kan acara kalian, aku gak mau ganggu," tolakku.
"Males banget main UNO sama cewek-cewek biasa. Kalau mainnya sama Akemi berdua sih gak masalah," pikirku
Tiba-tiba, Shino tersenyum.
"Oh, jadi kamu pengennya main berdua sama—"
"Ok ok, aku ikutan!" balasku, memotong pembicaraan Shino.
Haaahh... Ratu Shino emang gak bisa dikalahkan.
Sebelum aku bermain, aku melihat seorang anak perempuan yang terlihat asing. Aku baru pertama kali melihatnya.
Saat aku memandang wajahnya, dia langsung bereaksi.
"A-anu, perkenalkan, nama saya Fuuka. Saya adiknya Kak Shino." Gadis itu mengajakku bersalaman.
Sebelum aku menyalaminya, dia menarik kembali tangannya.
"Eh, maaf Kak. Saya lupa, kekuatan aneh kak Lev kan bikin orang jadi amnesia," ucap Fuuka.
Aku terdiam sejenak dan berpikir.
Tadi, aku bersentuhan tangan dengan Neneknya Akemi, tapi dia tidak melupakanku. Apakah seseorang yang memiliki hubungan darah dengan orang berkekuatan aneh tidak akan terpengaruh oleh kekuatanku? Kalau aku bersentuhan tangan dengan adiknya Shino, apa dia tidak akan melupakanku juga?
"Fuuka, ayo kita bersalaman saja. Aku jamin, kau tidak akan melupakanku."
"Tapi, aku takut amnesia."
"Sudah, tidak apa-apa. Percayalah padaku."
Mendengar ucapan dariku, Fuuka jadi merasa lega. Tapi, dia terlihat malu-malu.
"Ayo Fuuka, kita bersalaman. Percaya padaku, kau pasti tidak akan melupakanku," kataku, memotivasi Fuuka supaya mau bersalaman.
"Kalau aku melupakan Kakak?"
"Kita kenalan lagi."
Fuuka memandang Shino dan dibalas dengan anggukan. "B-baiklah."
Kami pun bersalaman.
"Gimana Fuuka, apa kau masih bisa mengingatku?"
"I-iya! Aku masih bisa ingat sama kak Lev!" ucap Fuuka, dia terlihat gembira.
"Bagus! Seperti dugaanku, kekuatan anehku tidak bekerja pada orang yang memiliki hubungan darah dengan orang yang punya kekuatan aneh juga. Berarti, sekarang calon istriku jadi bertambah. Tentu saja, mereka cuma cadangan. Calon utamanya adalah Akemi. Yes!" pikirku.
"Lev bilang, dia senang soalnya calon istrinya jadi bertambah. Tapi cuma—"
"Oii!!!"
Dengan cepat, aku langsung menutup mulutnya Shino.
"Eh, Lev-hentai ngapain???"
"Sworry... akwu... gwa... akwan... bwilang." Shino ngomong tapi gak jelas.
Aku pun melepaskan tanganku dari mulut Shino.
"Cuma apa, Shino?" Semua gadis kompak bertanya pada Shino.
"Ahaha, rahasia," jawab Shino.
Fiuuh, syukurlah.
Tak lama kemudian, Akemi mengantarkan secangkir teh dan sepiring Cheese Cake kepadaku. Dia memakai apron, karena sedang memasak.
"Ini Lev, silakan dinikmati."
"Y-ya, makasih banyak Akemi."
Melihat Akemi berpakaian seperti itu, aku langsung terdiam dan terpesona.
Astaga, Akemi totemo kawaii! (Sangat cantik sekali)
"Astagaaa, Akemi totemo kawaii!!" ucap Shino, tapi dia malah memandangku.
"Oi, berhenti membaca pikiranku!" Aku protes.
"Ahaha, santai saja Lev. Anak-anak juga bilang gitu kok pas lihat Akemi pake apron," Shino tertawa kecil.
"Oh, ya, tentu saja. Tadi, aku mau bilang gitu juga, tapi kamu ngeduluin," jawabku, berusaha terlihat cool.
Tapi, semua orang malah tertawa. Sedangkan Akemi hanya tersenyum saja.
Haaah. Memang sangat sulit berhadapan dengan Shino. Saat ada Shino, aku tidak bisa terlihat cool di depan orang lain. Saat ada Shino, aku malah sering terlihat bodoh. Sepertinya, aku memang harus menyogok Shino supaya dia mau diam.
Malam itu, aku minum teh dan makan Cheese Cake sambil main UNO. Aku bermain bersama para gadis sampai larut malam. Tentu saja, aku tidak menginap. Soalnya Nana protes. Dia tidak ingin aku menginap bersama mereka.
Shino juga tersenyum jahat, dia sudah siap membocorkan berbagai rahasiaku jika aku tidak kunjung pulang. Daripada menderita karena terus-menerus disiksa Shino, mending aku pulang saja deh.