"Penyesalan selalu datang terlambat bos, kalo diawal pendaftaran namanya. Sudahlah jalani saja pernikahan ini. Dalamnya hati siapa yang tahu bos. Bisa jadi Dila bidadari surga yang dikirim untuk bos dan mengembalikan bos ke fitrah. Menjadi lelaki normal dan punya anak."
Bara tertawa terbahak-bahak mencibir ucapan Dian.
"Kamu udah minum obat belum? Kok sekarang kamu halu?"
"Jangan tertawa bos. Pegang perkataanku. Aku yakin suatu saat bos akan straight," ucap Dian mendekati Bara.
Bibir Bara membuat Dian tergoda, ingin sekali mengecup bibir merah sensual itu, namun niat itu ia urangkan. Cari mati jika ia nekat mencium Bara. Jika nekat Bara bisa mencekiknya sampai mati.
Dian meremas dada Bara penuh gelora. Wajah mereka hanya berjarak beberapa centi.
"Mungkin saat ini berdekatan seperti ini tak membuat bos bergairah, lihatlah suatu saat nanti posisi ini akan membuat bos gerah dan ingin menerkam Dila atau aku. Aku berani bertaruh semua depositoku di bank."