Dino melangkah masuk ke dalam kamar. Rasa penatnya langsung hilang ketika mendengarkan cerita Hanin. Anak itu terlanjur menganggap Dila sebagai ibu yang melahirkannya. Untuk anak usia enam tahun Hanin sangat pintar.
"Ada apa No?" Dila berusaha tersenyum meski senyum itu terpaksa.
"Kita harus bicara Dila," ucapnya pelan mengusap wajahnya.
"Kamu istirahat dulu baru kita bicara."
"Tidak bisa. Harus bicara sekarang." Dino duduk di atas sofa yang berada di sudut kamar.
"Bicara apa No?" Jantung Dila berdetak lebih cepat. Penasaran dengan apa yang dikatakan Dino.
"Kenapa kamu masih memimpikan Bara?" Tatap Dino mengintimidasi.
"Apa maksudnya No?" Dila tergelak tawa meski ia gugup.
"Jangan menyembunyikan perasaan kamu Dil. Aku tahu di hati kamu masih ada dia."
"Tidak No." Elak Dila menyembunyikan perasaannya.
"Jangan bohong padaku Dil. Hanin mendengar kamu menggigau menyebut nama Bara. Jika kamu ingin kembali pada dia, aku akan mengantarkan kamu pada dia."