Bara balik menggoda Dila. Ia meraih tangan Dila dan merapatkan tubuh mereka. Mereka saling berpandangan. Jangan tanya bagaimana perasaan Dila. Jantungnya mau copot ketika tubuh mereka saling berdekatan dan kulit mereka bersentuhan. Dila tak pernah seintim ini dengan laki-laki. Badan Dila mendadak panas dan keringat bercucuran dari pelipisnya.
"Jika bersamaku jangan pernah memikirkan lelaki lain," ucap Bara membuat Dila menelan ludah.
"Apa maksud uda?" Dila diliputi sejuta tanya sambil melepaskan diri dari dekapan sang suami. Bara seperti cenayang. Bisa membaca pikirannya.
"Disaat bersama suamimu jangan pernah memikirkan lelaki lain, apalagi membandingkan ketampananku dengannya."
Wajah Dila semakin pias dan tenggorokannya pahit. Tebakan Bara benar jika ia sedang membandingkan Fatih dan Bara. Untuk sesaat Dila terpaku dan tak bisa berkata-kata. Bara seperti cenayang tahu pikirannya.
Dila tertawa terkekeh menyembunyikan kekagetannya.
" Ya Ampun uda pikirannya terlalu jauh. Membuat aku kaget. Itu tidak benar."
"Dila aku bukan anak kecil yang bisa kamu bohongi. Gestur dan nada bicara kamu menyiratkan kebohongan. Lagian aku tidak marah jika kamu memikirkan laki-laki lain karena aku paham kita menikah karena perjodohan bukan cinta. Apalagi kita baru dua Minggu menikah. Tentu belum ada cinta diantara kita," ucap Bara seraya melepas sepatu dan kaos kakinya.
Bara melepaskan kemejanya di depan Dila. Ia bertelanjang dada membuat Dila kaget. Ini baru pertama kali baginya melihat lelaki bertelanjang dada. Dada Bara ditumbuhi bulu-bulu halus dan bulu tangan yang sangat tebal. Bulu roma Dila meremang dan ia kepanasan. Menambah ketampanan Bara seperti Reza Rahadian. ( Dalam imajinasi author yang memerankan Bara aktor Reza Rahadian ).
"Uda jangan buka baju di depanku," protes Dila menutup mata. Ia gemetar dan gugup. Jangan sampai Bara buka celana jika terjadi Dila akan pingsan. Tak sanggup melihat 'barang pusaka' di bawah sana.
Bara tersenyum lucu. Terbersit ide nakal untuk mengerjai Dila. Bara melepaskan celana. Hanya menggunakan celana boxer, bertelanjang dada mendekati Dila. Bara menyentuh rambut Dila dan merapikan ke sudut telinga Dila.
Bara berbisik sensual di telinga sang istri," Kita suami istri. Biasakan liat aku tidak berpakaian mulai dari sekarang."
Dila melonjak kaget karena bisikan Bara di telinganya. Dila membuka mata dan terpekik melihat suaminya menggunakan celana boxer dan bertelanjang dada. Takut membuat suasana gaduh, Bara menyandarkan Dila ke dinding dan menutup mulut Dila dengan tangannya.
Wajah mereka hanya berjarak satu centi. Sedikit lagi bibir Bara dan Dila bersentuhan. Dila tak bisa mengontrol detak jantungnya. Perbuatan Bara membuat kinerja jantungnya semakin cepat. Ia deg-degan dan berkeringat dingin.
"Jangan berteriak," ucap Bara pelan mengintimidasi. "Nanti keluarga kamu datang kesini. Jangan bikin malu," telunjuk Bara mendarat di bibir Dila.
"Ta-tapi jangan dekat seperti ini," balas Dila gugup. Ia memiringkan kepala karena tak sanggup menatap Bara. Posisi mereka sangat dekat bahkan dada Dila menempel pada dada Bara. Jika posisi mereka seperti ini terus ia bisa mati karena jantungan.
Bara melepaskan diri dari Dila seraya memungut bajunya yang berserakan di lantai. Bara melempar pakaiannya dalam keranjang pakaian kotor. Ia tertawa terbahak-bahak. Tak menyangka reaksi Dila diluar dugaannya. Ternyata seru juga mengerjai Dila seperti ini. Mungkin perasaan ini juga yang membuat Dian senang menggodanya. Bahkan Dian berani menggoda Bara layaknya wanita malam.
Dila menatap Bara sewot karena tertawa. Ia sadar jika telah dikerjai," Uda.....menyebalkan."
"Bisa tidak jangan panggil uda? Bedakan panggilan untuk suami dan saudaramu," lagi-lagi Bara protes karena tidak suka dipanggil 'uda'.
Dila menghela napasnya, lalu duduk di atas ranjang seraya mengelus dada. Efek dikerjai Bara membuat kinerja jantungnya tidak beraturan. Dila mengutuk aksi iseng Bara mengerjainya. Bara tahu Dila tak pernah dekat dengan laki-laki dan Bara seakan punya bahan untuk mengerjai.
"Terus aku harus panggil apa uda Bara?" Sarkas Dila memberi senyuman palsu untuk Bara.
"Panggil Bara saja,"celetuk Bara sekenanya.
Dila berpangku tangan, bersikap sok angkuh menatap Bara." Yang ada aku kena cekik sama ayah, bunda dan uda Iqbal."
"Kenapa dicekik? Kayak dosa aja manggil namaku."
"Pertama uda suamiku. Kedua uda sudah tua," balas Dila cengengesan mentertawakan Bara.
"Beraninya kamu mentertawakan aku tua?" geram Bara pura-pura kesal.
"Uda yang mulai duluan. Kenapa mengerjaiku."
"Seru mengerjaimu. Aku mendapatkan hiburan baru. Belum pernah seintim ini dengan pria? Bukankah gaya pacaran jaman sekarang sudah ekstrem? Apalagi kamu wanita dewasa. Tentu pacaran tidak sekedar cipika cipiki," celetuk Bara memancing Dila. Ia ingin tahu apakah Dila berkata jujur atau tidak.
"Mungkin uda tidak percaya dan bilang aku kolot. Aku tak pernah pacaran sebelumnya. Aku hanya menyukai satu laki-laki dalam hidupku dan dia pernah berjanji padaku akan datang melamar jika ia sudah meraih mimpinya. Namun sebelum dia datang melamar aku sudah dijodohkan denganmu."
Bara speechless mendengar kejujuran Dila. Tak menyangka jika sang istri berkata jujur. Bara malah menduga Dila akan berbohong. Sedikit demi sedikit Bara mengenal karakter istrinya yang suka bicara ceplas-ceplos, apa adanya.
"Dan pria itu yang sedang kamu pikirkan? Dan membandingkan dia dan aku."
Sekali lagi Dila menelan ludah dan tak sanggup membalas kata-kata Bara. Suaminya benar-benar seorang cenayang bisa menebak pikirannya.
"Uda cenayang? Kenapa bisa tahu pikiranku? Baiklah sebagai pasangan suami istri aku harus jujur padamu. Aku memikirkan dia. Aku tak mencintai kamu karena kita menikah karena perjodohan."
Bara duduk diatas sofa dan menepuk sofa isyarat agar Dila duduk disebelahnya. Dila tak berani mendekat karena masih horor berada di dekat Bara. Pria itu masih menggunakan celana boxer dan bertelanjang dada. Sebagai wanita normal naluri kewanitaannya bergejolak.
"Tidak usah takut. Aku tidak akan memakanmu." Bara seolah tahu jika Dila tak mau bersamanya karena ia berpakaian minim. " Aku terbiasa seperti ini jika tidur. Biasakan melihat aku bertelanjang dada mulai dari sekarang. Masih mending aku tidak koloran seperti biasa."
Dila ngeri membayangkan Bara mondar-mandir di kamar hanya menggunakan celana dalam. Memikirkan Bara hanya koloran membuat pikirannya rusak. Dila menggelengkan kepala dan berharap semuanya tak pernah terjadi.
"Issshhh uda," balas Dila mendesis seperti ular. Mau tidak mau ia duduk di sebelah Bara. Sebagai seorang istri ia harus menuruti perintah suami. Dila paham dengan kewajiban seorang istri.
"Mau bicara apa?" Todong Dila ketika pantatnya baru menyentuh sofa.
"Sabar sedikit bisa Fadila Elvarette?" Goda Bara memanggil nama lengkap Dila.
Dila memasang tampang sok manis. Ingin bersikap seperti barbie namun pada praktiknya sikapnya seperti boneka Annabelle.
"Tentu bisa Bapak Aldebaran. Ada yang bisa dibantu?" balas Dila layaknya bicara pada nasabah.
Bara menghela napas, menatap wajah cantik sang istri yang mirip artis Raline Shah. Lelaki normal tentu menggilai kecantikan sang istri.
"Kamu sudah mulai cerita duluan. Aku ingin bicara dari hati ke hati," ucap Bara berhati-hati. Ia terdiam sebentar dan melanjutkan perkataannya.
"Dila kita menikah karena perjodohan. Wanita cantik dan semapan kamu tidak mungkin tidak punya pacar. Kamu menerima perjodohan ini untuk membahagiakan keluarga karena kamu sudah dewasa belum juga menikah. Tetangga pasti menggosipkan status single kamu. Aku juga mengalami hal yang sama seperti kamu. Papa dan mama resah melihat aku belum menikah padahal usiaku sudah 35 tahun. Alasan aku menerima perjodohan ini sama dengan kamu."
"Jadi apa yang ingin uda sampaikan padaku?" Dila mengerti arah pembicaraan Bara.