Chereads / Jodoh Tak Pernah Salah / Chapter 47 - Part 44 ~ Perdebatan Dila dan Bara

Chapter 47 - Part 44 ~ Perdebatan Dila dan Bara

"Jadi apa yang ingin uda sampaikan padaku?" Dila mengerti arah pembicaraan Bara.

"Aku tidak akan mengikat kamu sebagai istri. Aku memberi kebebasan. Aku beri kamu kebebasan dan kamu juga beri aku kebebasan. Pada keluarga dan mitra kerja kita tunjukkan jika kita pasangan saling mencintai. Kita tunjukkan pada dunia jika pernikahan kita harmonis. Jangan pernah perlihatkan sikap canggung di depan keluarga. Aku terpilih menjadi anggota DPR Provinsi dan kemungkinan besar aku akan jadi ketua karena partaiku menang pemilu legislatif."

"Aku tidak mau sainganku menjadikan pernikahan kita sebagai alat untuk menjatuhkanku. Aku menjaga martabat kamu sebagai istri dan kamu juga menjaga martabat aku sebagai suami. Kita saling melindungi. Biarkan pernikahan ini mengalir seperti air. Mau dibawa kemana pernikahan ini biar ini jadi urusan Tuhan. Namun jika kamu ingin berpisah denganku aku minta dengan sangat menahan diri selama dua tahun. Ijinkan mamaku bahagia melihat pernikahan kita harmonis."

Dila tertegun, mencerna setiap perkataan Bara, "Uda berpikir aku akan meminta cerai?"

"Aku yakin seperti itu karena kamu mencintai orang lain. Aku bisa melihat jika kamu wanita setia. Aku yakin tak mudah bagi kamu melupakan dia, apalagi dia tengah berjuang untukmu. Aku tak ingin menjadi batu sandungan kalian. Kita sama-sama dewasa. Aku harap kamu mengerti."

"Boleh aku tahu alasan kamu tidak menikah sampai akhirnya menikah denganku?"

Otak Bara berpikiran cepat, ia memasang tampang sedih," Aku pernah dikhianati. Aku trauma menjalin hubungan dengan wanita."

Bara bersorak kegirangan karena berhasil mencari alasan logis. Cari mati jika Bara menceritakan orientasi seksualnya.

"Apa yang dia lakukan pada uda?"

"Dia berselingkuh dengan sahabatku," balas Bara ngarang. Jika ada penghargaan sebagai raja bohong gelar ini patut disematkan pada Bara. Aktingnya tak perlu diragukan, ekspresi wajah mendukung dan intonasi bicara juga menyiratkan luka dalam di khianati.

Dila manggut-manggut, "Baiklah aku mengerti. Tapi satu hal yang ingin aku tanyakan. Uda yakin melepaskan aku demi pria yang aku cintai? Bukankah ini sama saja kita mempermainkan pernikahan? Aku menyakini orang tua tidak akan pernah salah mencarikan pasangan untuk anak mereka. Orang tua kita pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Jika kita seperti ini bukankah mengkhianati orang tua kita? Pernikahan bukanlah permainan. Kita menikah di hadapan Allah. Jodoh Tak Pernah Salah. Allah menjodohkan kita karena Allah ingin kita sama-sama belajar memahami karakter kita."

Bara tertegun mendengar ucapan sang istri. Dila membawa Tuhan dalam percakapan mereka. Bara sangat jauh dari Tuhan. Tak pernah mengerjakan sholat lima waktu, sholat Jumat dan puasa. Ia tak suka mendengar ocehan Dila.

"Tapi tetap saja bagiku salah. Papa dan mamaku memaksakan pernikahan kita. Kamu pikir aku tidak mencari tahu latar belakang kamu. Kamu teraniaya dengan pernikahan ini. Aku bukan suami impian kamu. Fatih yang kamu inginkan jadi suami," balas Bara sedikit emosi.

Bak tersambar petir, Dila mematung ketika Bara menyebut nama Fatih dalam percakapan mereka. Bibirnya gemetar dan lidahnya kelu. Tak menyangka Bara mengetahui hubungannya dengan Fatih. Dila tertegun dan tak sanggup membalas ucapan Bara.

Bara benar. Suami impiannya seorang Fatih. Ia mencintai anak dari mantan ART keluarganya. Fatih seperti mambangkik batang tarandam dalam keluarga, pepatah orang Minang.

Mambangkik batang tarandam artinya orang yang nggak mampu, mencoba untuk sukses. Fatih sudah mencapai posisi di atas. Fatih berjuang keras untuk mendapatkan posisinya sekarang. Ia ingin terlihat pantas mendampingi Dila. Tak mau dicap lelaki matre memanfaatkan kekayaan keluarga Dila. Memiliki usaha perkebunan di Solok dan calon guru besar. Lelaki soleh dan juga rupawan. Wanita mana yang tak mau memiliki suami seperti Fatih.

"Kenapa kamu diam saja? Cepat sanggah ucapanku jika tidak benar. Kita sama-sama korban dalam pernikahan ini," bisik Bara mengintimidasi.

Bara paling benci mendengar ocehan Dila yang mengaitkan pernikahan mereka dengan takdir Tuhan. Jika Tuhan sayang pada hamba-NYA tak seharusnya ia dan Dian mengalami perbuatan keji itu dan mereka berdua harus menanggung efeknya sampai sekarang.

"Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?" Manik mata Dila menatap nanar pada Bara. Ia tak lagi memanggil Bara dengan embel-embel 'uda'.

"Aku menikah denganmu demi orang tuaku. Jangan pernah mengekang dan membatasiku. Jangan berharap aku akan belajar mencintaimu. Aku orang yang bebas. Kamu boleh berhubungan dengan Fatih jika dia kembali ke Indonesia, tapi kamu harus berhati-hati. Jangan sampai keluargaku tahu hubungan kalian."

Dila menahan emosinya. Ia tak terima ucapan Bara yang menganggapnya wanita murahan dan berselingkuh. Walau menikah karena perjodohan Dila tak ingin menodai ikatan suci pernikahan. Ia sadar posisinya. Fatih juga lelaki Soleh yang tahu batas mana yang boleh atau tidak. Jika Fatih tahu Dila sudah menikah, Dila yakin Fatih akan mundur dan tak akan memperjuangkan cinta mereka. Fatih akan mengambil kesimpulan mereka tidak berjodoh.

Dila mengusap wajahnya dengan kasar, menatap Bara dengan tatapan membunuh. Merendahkannya dan Fatih dan menganggap cinta mereka tidak suci.

"Ini wujudmu yang sebenarnya Aldebaran?" Intonasi suara Dila tinggi menampakkan wibawanya.

"Kamu pikir aku juga memimpikan menikah denganmu. Aku tahu orang sepertimu bermuka dua. Di depan baik dan di belakang busuk. Jangan pikir aku tak memperhatikan sikapmu selama ini. Aku terbiasa menghadapi orang banyak. Aku dengan cepat mempelajari karakter seseorang termasuk kamu!"

Dila diam sejenak, melihat reaksi Bara. Kening Bara berkerut tak terima ucapan Dila. Andai mereka tak di rumah Dila mungkin Bara akan mencekik Dila.

"Jangan kamu samakan cinta kami dengan orang lain. Aku memang mencintai Fatih, tapi aku berpikiran logis. Aku tidak mau menjadi korban cinta. Jangan anggap aku wanita murahan. Tarik kembali kata-katamu. Kamu pikir aku akan berselingkuh karena kamu mengijinkannya? Aku tak serendah itu."

"Terserah apa katamu. Aku tidak peduli. Tapi ingat kata-kataku. Jangan pernah bermimpi menjadi istriku yang sesungguhnya. Kita suami istri hanya di depan keluarga. Diluar sana kamu tetap orang asing bagiku," ujar Bara tegas.

Dila bersedekap, memandang remeh keangkuhan sang suami," Siapa yang berharap menjadi istrimu Aldebaran. Jangan terlalu sombong. Jika kamu banggakan kekayaan dan kesuksesanmu, jangan lupa aku siapa. Bahkan ayahku punya andil dalam perusahaan ayahmu. Mungkin jika ayahku tidak menolong papamu belum tentu kamu bisa berdiri seperti sekarang."

Bara menunjuk Dila, tak suka mendengar hinaan dari sang istri. Andai Dila laki-laki sebuah tonjokan mungkin sudah mendarat di wajahnya.

"Tak bisakah kamu tunjukkan hormatmu pada suamimu?" Bara berang mendekati Dila dan menyudutkannya ke dinding.

" Jangan pernah bermimpi jadi suamiku. Kamu hanya suami di atas kertas," balas Dila telak membalikkan ucapan Bara.

Bara termenung, tak menyangka sang istri bermulut pedas.