Chereads / Jodoh Tak Pernah Salah / Chapter 45 - Part 42 ~ Jangan Pikirkan Lelaki Lain

Chapter 45 - Part 42 ~ Jangan Pikirkan Lelaki Lain

Bara membawa mobil sendiri dan pulang ke rumah orang tua Dila. Andai tak terikat adat ia akan membawa Dila tinggal di rumahnya. Bara tidak nyaman tinggal di rumah mertuanya. Tinggal di rumah mertua membuat Bara tak leluasa. Biasanya di rumah ia bisa bercelana pendek dan telanjang dada. Di rumah mertua tentu tak bisa seperti itu karena bergabung dengan anggota keluarga lainnya.

Rumah sang mertua sangat ramai. Ada ayah Dila, bunda Dila, Iqbal dengan kedua istri dan ketiga anaknya. Bara merasa canggung tinggal bersam mertua dan kakak iparnya.

Bara berencana membujuk Dila untuk tinggal di rumahnya. Bagaimana pun ia kepala keluarga dan Dila nurut kemauan suaminya. Bara akan membujuk Dila setelah mereka menikah sebulan. Ia akan mencari seribu alasan supaya Dila pindah ke rumahnya dan ia bisa bebas. Tinggal di rumah mertua membuatnya ruang geraknya menjadi sempit.

Mobil Bara memasuki pekarangan rumah Dila. Satpam sudah mengenalinya sebagai suami Dila. Bara bisa masuk dengan leluasa. Wajah Bara menyiratkan kelelahan dan ia ingin istirahat.

Ketiga keponakan Dila sedang asik bermain kembang api di teras rumah. Mereka bercanda dan tertawa bahagia. Walau lahir dari ibu yang berbeda mereka sangat kompak dan saling menyayangi. Allea, Attar dan Aina membuat Bara gemas. Mereka sangat lucu dan menggemaskan. Bara jadi iri melihat kekompakan mereka. Bara anak tunggal dan tak merasakan enaknya punya saudara.

" Hai anak-anak," sapa Bara mengelus kepala ketiga keponakan Dila. Keponakan Dila berarti keponakannya juga.

"Hai om Bara," sapa Allea melambaikan pada Bara diikuti Attar dan Aina. Dari ketiganya Allea paling lincah karena anak paling besar.

"Hai Allea. Hai Attar. Hai Aina," sapa Bara pada ketiga malaikat kecil nan lucu menggemaskan.

"Om darimana?" tanya si bungsu Aina. Suara lucunya membuat Bara gemas. Aina masih berusia 4 tahun.

Bara membungkuk dan mengelus kepala Aina,"Om baru pulang kerja."

"Ya udah om istirahat aja. Pasti capek," ucap Allea.

Bara terharu dengan perhatian Allea. Usianya masih 7 tahun namun sudah bersikap dewasa. Bara mengajak ketiga keponakanya berbincang-bincang. Mereka segera akrab walau Bara baru beberapa hari menjadi om mereka. Bara paling bisa merayu anak kecil. Interaksi antara Bara dan ketiga ponakannya tak lepas dari pantauan Dila.

Dila mengetahui kedatangan sang suami ketika melihat mobil Bara memasuki pekarangan rumah. Ia segera turun ke bawah menyambut sang suami. Dila tak mau diomeli ayah dan bunda karena tak menyambut kepulangan sang suami. Walau menikah tanpa cinta, Dila tak melupakan kewajibannya sebagai istri. Ia akan menjalankan perannya dengan baik walau belum seratus persen.

"Uda sudah pulang?" Dila menyapa sang suami dengan ramah dan tak lupa menyalaminya.

Bara tertegun dan terdiam dengan sikap santun Dila, "Sudah Dila. Baru saja."

"Harusnya masuk rumah dulu, mandi, makan dan baru bercengkrama dengan anak-anak."

"Mereka bertiga sangat menggemaskan dan aku ingin bermain bersama mereka."

"Wah kode keras," kata Ria tiba-tiba muncul."Bara mau segera punya anak. Udah enggak sabar punya anak," cerocos Ria membuat Dila dan Bara terbatuk-batuk.

"Kalian pengantin baru. Gass aja terus jangan kasih kendor biar langsung jadi. Dila dan Bara sudah berumur jadi enggak perlu menunda punya anak. Mau uni kasih obat kuat dan penyubur kandungan? Uni ada jamunya."

Dila meringis menahan kesal mendengar celotehan Ria. Rasanya Dila ingin menyumpal mulut Ria dengan sandal agar tak banyak bicara. Ria kalo bicara suka ngawur, ngasal dan menjurus porno. Pengantin baru seperti mereka menjadi sasaran empuk Ria.

Dila berusaha tersenyum walau dipaksakan,"Tidak perlu uni. Uda Bara lelah, mau istirahat," ucap Dila menarik tangan Bara menuju kamar. Jika mereka meladeni obrolan Ria, percayalah sang ipar akan bicara banyak dan mengajari mereka yang tidak-tidak.

"Dila enggak sabaran main tarik aja. Udah terasa ya Dil enaknya belah duren," cerocos Ria sebelum Dila dan Bara pergi. Dila semakin bete mendengar ucapan si kakak ipar.

Bara pasrah ditarik menuju kamar. Ia bisa menilai jika Dila tak suka dengan istri kedua Iqbal. Dila menutup pintu rapat-rapat setelah mereka sampai di kamar. Refleks Dila melepaskan tangan Bara. Ia jadi canggung dan malu.

"Sepertinya kamu tidak suka dengan kakak iparmu. Baru saja aku ingin mengakrabkan diri dengan keluargamu, tapi kamu sudah menarikku ke kamar," ucap Bara menggoda sang istri.

"Kalo sama Ria ga usah terlalu akrab," balas Dila sedikit sewot.

"Apa kamu takut dia jadi pelakor dalam rumah tangga kita?" Tanya Bara menggoda sang istri. Senyum mengembang di wajahnya. Liat wajah kesal dan cemberut Dila, ia sedikit terhibur dan melupakan perdebatannya dengan Herman.

Dila merungut kesal, bibirnya manyun. Bisa-bisanya Bara menggodanya seperti ini," Kenapa harus takut? Bukan itu alasannya."

"Jika begitu berarti aku boleh poligami seperti Iqbal?" Tanya Bara tertawa terbahak-bahak.

Dila mencubit dada Bara dengan gemas. Entah kenapa tangannya refleks menyentuh sang suami. Mungkin karena sudah halal ia biasa saja menyentuh sang suami. Jangankan suami istri, pasangan muda yang masih berpacaran saja sudah berani bermesraan layaknya suami istri seperti berciuman dan berpelukan. Bahkan mereka sudah berani berhubungan suami istri padahal status masih pacaran.

Bara terlonjak kaget karena Dila mencubit putingnya. Ia merasa ngilu cubitan Dila sangat sakit.

"Aw.....Sakit Dila. Nanti aku balas cubit dada kamu jangan marah ya," ancam Bara dengan mata melotot.

Dila menyilangkan kedua tangannya di dada. Takut Bara akan balas mencubit dadanya. Dila takut jika Bara melakukannya, mereka akan berakhir di ranjang dan Bara meminta haknya sebagai suami. Dila belum siap melakukannya walau Bara memiliki haknya atas tubuhnya.

"Jangan Uda. Aku refleks saja tadi. Please," pinta Dila mengedipkan matanya pada Bara.

"Jangan kedipkan mata kamu. Itu sama saja menggodaku. Aku pria dewasa Dila," balas Bara menggoda sang istri. Bara hanya niat menggoda saja, buat melangkah lebih jauh tak mungkin. Bara seorang gay dan hanya tertarik pada laki-laki.

"Isssshhh uda," desis Dila berusaha menutupi rasa takutnya.

"Apaan sich pake issshhh segala? Ada yang salah dengan omonganku?"

Dila menggeleng,"Enggak ada yang salah sich cuma uda membuat aku takut. Aku tak berniat menggoda uda. Tidak pernah kepikiran sampai kesana."

Bara bersedekap sambil mengangkat alisnya,"Bisa tidak jika kamu jangan memanggilku uda? Iqbal dan aku sama-sama dipanggil uda. Panggilan untuk suami dan kakak harusnya berbeda."

"Terus aku harus panggil udah dengan sebutan sayang...baby.... honey....babe....sweety...mylove....suamiku?" kelakar Dila dengan suara yang dibuat-buat.

Dila tersenyum kecut memandang Bara. Jika dilihat suaminya tampan juga, apalagi cambang dan kumisnya menambah pesona kegantengan Bara. Reza Rahadian dan Bara sebelas dua belas. Bak pinang dibelah dua. Setampan apa pun Bara namun bagi Dila tak ada yang bisa menandingi ketampanan dan kesalehan seorang Fatih. Mengingat Fatih, hati Dila gerimis. Kasih tak sampai dan mereka tak pernah bisa bersatu.

Bara balik menggoda Dila. Ia meraih tangan Dila dan merapatkan tubuh mereka. Mereka saling berpandangan. Jangan tanya bagaimana perasaan Dila. Jantungnya mau copot ketika tubuh mereka saling berdekatan dan kulit mereka bersentuhan. Dila tak pernah seintim ini dengan laki-laki. Badan Dila mendadak panas dan keringat bercucuran dari pelipisnya.

"Jika bersamaku jangan pernah memikirkan lelaki lain," ucap Bara membuat Dila menelan ludah.