Hari pertama di rumah kakek-nenek membuat Monika merasa canggung padahal sikap keduanya selalu baik dan perhatian sejak awal bertemu, Perempuan cantik itu langsung mengeluarkan pakaian dalam koper lalu menata pakaian dengan teratur dalam almari.
Tidak ada sepatah katapun keluar dari Alfando sejak kedatangan mereka, pria itu masih sibuk dengan ponselnya.
Monika jelas tahu dengan siapa suaminya tengah sibuk ber chat ria, jujur Monika merasa sudah lelah karena selama pernikahan mereka Alfando diam-diam menjalin hubungan dengan pacarnya.
Bagaimanapun istri mana yang mau di duakan terlebih dengan seorang pria.
Disilingkuhi dengan perempuan pelakor saja sudah sangat bikin hati istri hancur apalagi dengan pria pelakor? Itu jauh lebih menyakitkan dan tersiksa.
"Monika, aku harus pergi sekarang. Nanti malam aku akan kembali." Alfando memakai jaket, memastikan penampilannya sudah sempurna dari balik cermin.
Monika menganguk, "Sampai bertemu nanti malam. "
Melanjutkan merapihkan pakaian mereka dalam almari, bahkan Monika tidak berniat menoleh sedikitpun pada sang suami.
Akhir-akhir ini Monika merasa pusing dan mual, jadi rencananya nanti sore akan cek ke dokter ada kemungkinan dirinya hamil.
Karena ingin memastikan kecurigaan, maka sore nanti dia memutuskan pergi ke dokter untuk memeriksa.
Kepalanya terasa pening, Alfando semakin cuek, seolah Monika bukan seseorang yang penting ya pada faktanya memang Monika bukan sesorang terpenting untuk pria itu.
Setelah kepergian Alfando, perempuan cantik itu turun ke lantai bawah untuk membantu nenek dan asisten rumah tangga dalam menyiapkan makan malam mereka nanti.
Kakek tengah bermain golf dengan rekan-rekan bisnisnya sejak pagi, Nenek tersenyum, "kamu mending istirahat sayang, muka udah pucat gitu."
Penuh kasih sayang nenek mengelus rambut Monika, memberikan perhatian amat besar.
Monika tersenyum manis, "Belum ngantuk nek, sekalian mau belajar masak biar bisa jago masak kayak nenek."
"Kayaknya nanti kamu bakal lebih jago masaknya dari nenek."
"Masa si nek?Bikin aku GR aja." sambil tersipu malu Monika terus mengulek sambel hijau.
Perlahan nenek merapihkan rambut yang menghalangi wajah cantik Monika, "Kalo ada masalah cerita ke nenek ya, jangan pendem sendiri."
"Iya, Nek. "
***
Radit langsung memeluk Alfando, mencium pria itu penuh gairah meski Alfando hanya diam enggan membalas.
Hari ini Radit meminta Alfando datang ke apartemennya, menyelesaikan permasalahan mereka agar tidak berlarut.
Sebulan tidak bertemu keduanya tidak bisa memungkiri rasa rindu teramat yang tengah dirasakan.
"Miss You." ucap Radit setelah mengakhiri sesi ciuman mereka, Alfando hanya memasang mimik dingin.
Duduk di atas sofa, melepaskan jaket kemudian meminum air jeruk yang telah tersedia diatas meja.
"Al, jangan marah lagi dong. Aku benar-benar stres kalo kamu gini terus, aku mohon sayang." Radit menggegam kedua tangan Alfando, mengelus lembut sebelah pipi Alafando penuh kasih.
Alfando menyingkirkam tangan pacarnya itu, memandang tajam.
"Kau sudah sering membuat aku marah! Berselingkuh terus-menerus dengan pria lain, Lebih baik kita akhiri saja hubungan ini. Aku akan mulai fokus pada pernikahanku."
Mendengar perkataan pacarnya Radit tertawa, "Fokus ke pernikahan fake mu, kau tidak akan bisa sayang dan kau tahu itu. Bahkan memiliki gairah seksual terhadap istrimu saja kau tidak ada, kau hanya akan membuat istrimu menderita sama seperti istri dari teman-teman kita lainnya."
Radit memegang dagu Alfando,tersenyum.
"Aku berjanji jika kau menceraikan istrimu maka kita akan menikah diluar negeri kemudian hidup bahagia selamanya tanpa ada lagi perselingkuhan."
Tidak ada reaksi apapun dari Alfando, Radit tiba-tiba berlutut mengeluarkan sebuah kotak hitam yang di dalamnya terdapat sebuah cincin berlian.
"Will You Marry Me? Alfando."
Syok adalah hal pertama yang pria tampan itu rasakan, tidak ada terbesit dipikirinnya bahwa dia akan dilamar pacarnya hari ini.
Bertahun-tahun menjalin hubungan asmara Radit bukan pria yang terobsesi dengan pernikahan sama dengan dirinya.
"Al jawab." Radit terdengar tidak sabaran.
"Kau gila! Aku sudah menikah Radit, bagaimana mungkin kita bisa menikah!" Alfando mulai kesal, memalingkan wajah disertai mimik jengkel.
"Ceraikan istrimu dan menikahlah denganku."
***
"Selamat anda tengah hamil, Kandungan anda sudah berjalan dua bulan." ucap dokter ikut berbahagia.
Monika tidak tahu mengapa perasaan biasa saja?
Dia tersenyum, "Terima kasih, dok."
Akhirnya hari dimana seharusnya menjadi kebahagiannya, malah menjadi titik dimana Monika menyadari bahwa pernikahan akan segera berakhir.
Dan dia sudah siap menghadapi hal ini.
Dia hanya bisa berharap setelah pernikahan berakhir dengan bosnya tersebut dia dapat memperoleh kebahagiannya sendiri bersama malaikat kecilnya, Dan kakek-nenek akan baik-baik saja.
Monika mengelus perutnya yang masih rata, "Sayang, kelak hanya ada kita berdua, Berjanjilah untuk selalu bersama bunda."
+++----------+++
Alfando bingung keputusan apa yang akan diambil?
Mempertahankan pernikahan atau bercerai?
Dia sudah berusaha untuk sembuh tapi gagal, kenyataannya dia memang tidak bisa menjadi pria straight.
Radit benar sampai matipun kaum seperti mereka tidak akan bisa berubah haluan kecuali Tuhan memberikan keajaiban dan Alfando berharap dia cukup beruntung mendapatkan keajaiban tersebut.
Keajaiban?
Jika memang ada keajaiban untuk kaum seperti mereka agar bisa kembali normal pasti lgbtq di dunia ini sudah lenyap tapi kenyataan tidak malah semakin banyak.
"Baiklah, aku akan menceraikan dia."
Sebuah senyuman kebahagiaan jelas tergambar pada bibir Radit, pria itu melumat bibir Alfando penuh gairah dan Alfando membalas lumatan kekasihnya tidak kalah liar sehingga menciptakan desahan saat mereka berciuman.
"I am so happy, Honey." ujar Radit setelah mereka mengakhiri ciuman.
Radit memakaikan cicin pada jari Alfando, mulai nakal mengelus batang kejantan pria itu dari luar disertai seringaian menggoda.
"I missing your amazing cock, come and fuck me." bisik Radir mesra
Awalnya Alfando menolak tapi Radit tidak mau menyerah dia, menarik Alfando ke sofa.
Duduk di atas pria tersebut menggesek-gessekan kelamin mereka sambil melumat bibir Alfando.
Shit.
Radit mulai merayu, Alfando berusaha mengendalikan diri.
Tapi Radit terlalu mengenal sang calon suaminya ini, sehingga mudah baginya membuat Alfando bergairah.
Dia berdiri, kemudian membuka resleting celana Alfando.
Mengeluarkan milik Alfando, tanpa buang waktu dia mengulum dan mejilat junior Alfando dengan gaya super erotis membuat Alfando mendesah keenakan.
Bahkan lama-kelamaan mendorong kepala Radit agar semakin dalam bermain dengan miliknya itu.
"ooooouuhhh... Aaaachh... Aaaaaahhh... Ooouughhhh.. Shit....ooouchh." celoteh Alfando sbil memejamkan mata, menikmati permainan mulut sang kekasih yang luar biasa nikmat.
"Aaaahhhh.. Hentikan.. Ooooohhh... Radit... Aaahhhhh... Fuck....it's so good... Aaaaaarggggghhh."
Radit semakin mempercepat kuluman dan lumatan pada mulutnya.
"Ayolah sayang, aku tahu kau merindukan pantatku sekarang. "
Bisik Radit mendesah, kemudian kembali melumat bibir Alfando dengan ganas tanpa ampun.
Menjilati kuping dan leher Alfando dengan gaya erotis kesukaan kekasihnya tersebut.
Fuckkk!!!!
Alfando merasa sudah benar-benar bergairah tidak bisa menahan ataupun menolak permintaan Radit, Dia langsung menarik Radit ke dalam kamar.
Melepaskan hasrat membara yang sudah di ubun-ubun akibat ulah nakal calon suaminya itu.
***
Monika membaca buku mengenai kaum lgbtq diam-diam dalam kamar, dia merasa hanya ingin tahu apakah bisa kaum seperti mereka kembali normal?
Dan faktanya tidak sesuai harapan, kaum lgbtq sangat jarang ada yang bisa kembali normal.
Dia menyerah, membuat Alfando mencintainya saja susah hal mustahil apalagi membuat pria itu kembali normal.
Monika menyimpan buku itu secara tersembunyi agar tidak seorangpun tahu, sebentar lagi waktunya makan malam dan Monika memutuskan untuk menemani nenek dan kakek di ruang Tv sambik menunggu asisten rumah tangga selesai memasak makan malam mereka.
"Kapan ya kita bisa memiliki cicit?Sayang." Kakek terlihat sedih saat mengatakan keinginan terdalam pada istrinya, Paula.
Saat melihat iklan bayi dalam Tv.
Paula memeluk suaminya ini mencoba menenangkan, "Henry, Jika sudah waktunya Tuhan pasti akan memberikan kita cicit. Jadi bersabarlah."
Tanpa sepengetahuan mereka Monika tengah berdiri dibelakang sambil memasang wajah sedih karena melihat kedua orang yang sudah dianggap kakek-neneknya sendiri terlihat murung akibat keinginan mereka.
Tadinya Monika tak ingin mengatakan mengenai kehamilannya tapi dia berubah pikiran.
Dia memutuskan untuk memberitahu kakek-nenek mengenai kabar gembira ini.
"Kakek - Nenek, Selamat ya keinginan kalian telah terkabul." ucap Monika ceria setelah duduk disamping mereka.
Henry dan Paula terlihat terkejut sekaligus bahagia, keduanya berpelukan.
"Kau hamil." seru mereka berdua secara bersama disertai mimik bahagia.
Monika menganguk, tersenyum.
"Iya, kek-nek."
Paula dan Henry memeluk Monika, terus mengucapkan syukur pada Tuhan karena telah mengabulkan doa dan harapan mereka.
Akhirnya tangisan kebahagiaan menghiasi suasana.
"Ada apa ini?"
Tanya Alfando mendapatkan pemandangan tidak biasa saat pulang ke rumah.
"Kau akan menjadi seorang ayah." Kakek memeluk Alfando dengan rasa haru, tangisan kebahagiaan pria yang masih tampak gagah diusianya yang tak lagi muda.
Alfando syok...
Bahkan bingung harus apa?
Bahagia?
Jujur dia merasa bahagia karena akhirnya bisa mewujudkan harapan kekek-neneknya tersayang tapi apakah dia bahagia akan menjadi seorang ayah?
Alfando merasa tidak tahu..
Dia merasa berita bahagia ini justru membuatnya harus berfikir ulang untuk secepatnya menceraikan istrinya.
Alfando benar-benar merasa kacau saat ini.
"Kau dan Monika akan menjadi orangtua, Al." Nenek menangis haru sambil memeluk Monika.
Alfando terdiam, mencoba menenangkan diri.
Melepas pelukan kakek, berjalan ke arah Monika.
"Kau hamil?sayang."
Monika menganguk, menghapus airmata.
"Kita akan menjadi orangtua."
Perasaan Alfando seketika benar-benar tak karuan, kabar ini merupakan hal yang membuat dia merasa kacau.
Dalam hati bertanya..
Aku harus bagaimana?