Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Nestapa

Jaka_Saputra
--
chs / week
--
NOT RATINGS
8k
Views
Synopsis
Lalu lalang kata Halu malang kita
VIEW MORE

Chapter 1 - Perpisahan

Adelia Fatmawati, begitulah orang orang memanggilku. Seorang anak pemilik warung soto tradisional yang berada di Kebumen. Aku adalah pelajar SMA Kelas 3 jurusan Biologi, anak terakhir dari 3 bersaudara.

Aku beruntung menemukan kisah bahagiaku dengan Ryan seorang Penulis buku yang terkenal di Bandung.

"Hai, peri kecil." Ucap Ryan dengan tangannya yang menutupi mataku.

"ihhh,.. Ryan, sakit tahu mataku!" Jawabku cemberut sambil memegang tangan Ryan yang menutupi mataku.

"Eh,. Kok kamu tahu kalau yang datang ksatria hijau? Haha." Ucap Ryan dan melepas genggamannya dari mataku.

"Tahu dong, yang punya tangan kapalan semua kan Cuma kamu, haha." Ledekku kepada Ryan.

Belum lama aku berbincang kepada Ryan mengenai masalah dirinya yang akan pindah ke Singapura. Ibu datang dengan bahan pangan yang di tentengnya.

Sebelumnya ibu pamit kepadaku untuk belanja di supermarket yang berada di seberang jalan.

"Eh, ibu komandan datang. Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatu." Ucap Ryan dengan nada seperti anak Sekolah Dasar ketika ingi memulaipelajaran.

"Waalaikum salam, kamu kapan sampai nak." Ucap ibu dengan tangannya yang dicium Ryan.

"Barusan kok bu, dari Jakarta ke Kebumen kan Cuma butuh waktu 5 menit doang." Ucap ryan dengan senyum menahan tawa.

Sontak aku menginjakkaki Ryan sembari berkata "Awas yah kalau bohongin ibu lagi!"

Sebelumnya Ryan membohongi ibuku dengan mengarang mengenai panjang menara Eiffel yang menjadi menara terbesar didunia. Ternyata menara Eiffel yang terletak di Paris adalah menara terbesar kedua setelah tower tiang listrik yang ada di kos-kosan tempat ia tinggal.

"enggak kok,. Suer deh, aku kesini naik roket." Ujar Ryan dengan mengangkat satu tangannya.

"terus mana roketnya?" tanyaku.

"Tuhh." Jawab Ryan dengan jarinya yang menunjuk roket mainan yang ada di toko sebelah.

"Nak Ryan ini bisa saja." Jawab ibu dan membereskan belanjaan pasar.

"Oh iya bu, Aku mau ngajak Adel-nya Jalan jalan boleh kan bu, sekalian mau pamit ke Singapura besok pagi." Ucap Ryan ke ibu.

"Kamu mau pindah?" Tnya ibu ke Ryan.

"Iya bu, Aku mau kuliah disana." Jawab Ryan dengan tersenyum.

"Yaudah bu, Aku pamit dulu yah, takut kemaleman." Ucapku pad Ibu sambil mencium tangannya.

"Minjem bidadarinya dulu yah bu, Assalamualaikum." Ucap Ryan kepada ibu sambil mencium tangannya untukberpamitan.

"Hati-hati." Ucap ibu dari kejauhan.

Aku dan Ryan menuju Kijang yang ia pakai untuk sampai kesini.

"Silahkan masuk komandan." Ucap Ryan tersenyum dan membukakan pintu untukku.

Aku dan Ryan menuju bukit Pranji tempat dimana aku merasakan hal yang lebih indah dari Pelangi disaat hujan, dan secangkir teh disaat bosan. Ia menyatakan cintanya kepada ku 1 tahun lalu di Bukit ini.

"Aku suka Del, dengan semua ciptaan tuhan, Entah hujan, senja, pelangi, Dersik, Gemintang, maupun kamu." Ujarnya dulu.

Kami berkeliling untuk melihat ... , menikmati senja, bersenda gurau, dan hal-hal konyol lain dari Ryan yang membuatku begitu bahagia.

Cukup lama kami berkeliling dan merebahkan sejenak tubuh yang lelah dipuncak bukit Pranji sambari menunggu bahagiaku yang lain datang, yaitu senja.

Entah mengapa, setiap kali melihat senja aku seperti tidak ada beban dalam pikiran, tidak merasakan gelihat dalam angan, dan tidak ada penantian dalam harapan. Damai saja rasanya, melihat awan yang hampir terbakar oleh ganasnya matahari, merangkul satu sama lain begitu menentramkan, meski sekarang aku sedang merasa sedih, karena esok Ryan akan mengejar impiannya di negaraOrang.

"Yan aku.." aku belum selesai berbicara, tapi Ryan menempelkan sebagian jarinya ke bibirku.

"sudah, nikmati saja Senja-nya, karena senja ini milikmu." Ucap Ryan yang kemudian tidur di sebelahku.

"Aku ingin menjadi cita-citamu Del." Ujar Ryan dengan tangannya yang dilipat untuk dijadikan bantal.

Aku hanya diam tidak menghiraukan perkataannya.

"paling hanya gombal-nya." Batinku,, tolong izinkan aku

"sesuatu yang senantiasa kau kejar." Lanjur Ryan dan menoleh ke arahku.

"Kamu terlalu berlebihan Yan." Jawabku sambil melihat jam yang menuju pukul 18.22.

"Jika itu semua terlalu berat tolong izinkan aku menjadi kasur di kamarmu, tempat yang pertama kali kamu cari ketika ragamu merasa lelah." Ryan bangkit dari posisi tidrunya, kemudian membantuku untuk berdiri.

"Aku masih ingin bersamamu." Jawabku manja dengan memegang tangan Ryan dengan sangat erat.

"Maaf Del,. Aku tidak bisa lama-lama, aku harus pulang ke Jakarta, besok kan Aku berangkat." Jawab Ryan dengan kepalatertunduk.

"Kenapa sangat jauh?" Tanyaku ke Ryan dengan nada yang hampir tak bersuara, tak terasa air mata yang sudah berusaha ku bendung akhirnya jeboljuga.

"Sengaja biar kamu rindu." Bisik Ryan di telingaku dan memelukku.

"Apakah aku mampu? Menahan sendiri air mata yang jatuh ketika tidak ada lagi bahumu untuk ku sandarkan." Batinku sambil memeluk Ryan dengan sangat erat.

"Sudah yuk pulang, bentar lagi Maghrib loh,. Kamu gak lagi dapetkan?" Ledek Ryan.

Aku hanya tersenyum dan mencoba untuk menghapus air mata yang masih bersarang di pipiku.

Tibalah kami di penghujung jalan, dan ini waktunya untuk kami berpisah. Di sepanjang jalan aku merasa ada yang aneh dengan Ryan. Tapi yasudahlah mungkin ia kelelahan karena baru sampai ke Kebumen dan langsung Pulang.

Ryan sempat menitipkan surat dengan amplop besar berwarna merah lengkap dengan bunga, sebelum ia pergi dengan kijangnya.

Aku bersamamu, tidak akan pergi walausenjakupudarTidak akan pergi walau surya membuat kulitkuhitam.

SehitamrambutkumungkinSehitam tinta penakumungkin

Aku hanya tersenyum, membaca puisi yang sebelumnya ia bilang adalah surat tagihanhutang.

"Aku takut kamu menghilang Yan."Batinku sambari merebahkan tubuh yang lemah ini, sambari memanjakan pikiran yang gusar ini.

Aku mulai terbaring lemas, menahan air mata yang terus menerus mendobrak kelopak mataku.

"Aku tanpamu, Apalah aku."ujarku dalam hati.