Chereads / MY UNCLE, MY HUSBAND / Chapter 17 - DEMI NADINE

Chapter 17 - DEMI NADINE

Ardham masuk ke dalam rumah dengan tergesa.

"Nadineeee.. Nadine." panggil Ardham seraya matanya mencari Nadine ke sekeliling ruangan.

"Nadine di sini paman." jawab Nadine dari arah dapur.

Ardham melangkahkan kakinya ke dapur, hatinya lega saat melihat Nadine baik-baik saja sedang berdiri menggoreng sesuatu. Kelegaan di wajah Ardham menjadi hilang saat matanya melihat punggung Marvin yang lagi duduk melihat Nadine memasak.

Hati Ardham sedikit kesal saat melihat Marvin berdiri dan mendekati Nadine, tangan Marvin terlihat terulur dan mengikat rambut Nadine. Ardham menghanpiri keduanya. Mencoba menarik perhatian Nadine.

"Masak apa Nad?" tanya Ardham berdiri juga di samping Nadine.

"Masak nasi goreng paman." jawab Nadine sambil melirik pamannya di sebelah kanannya, dan Marvin di sebelah kirinya.

Nadine mulai gerah dengan kehadiran dua laki-laki yang berada di sampingnya.

"Bisakah kalian berdua duduk manis di sana?" perintah Nadine. Marvin dan Ardham saling menatap tak jua beranjak dari tempatnya. Nadine mulai kesal.

"Baiklah, jika kalian tidak bisa duduk! silahkan kalian berdua yang memasak, biar aku yang duduk." ucap Nadine seraya hendak pergi.

"Jangan!" teriak Ardham dan Marvin bersamaan. Dengan berat hati Ardham dan Marvin duduk di kursi, keduamya duduk menghadap Nadine.

"Paman, bukannya Bi An sudah datang ya? kenapa paman tidak meminta Bi An memasak untuk paman?" Bisik Marvin pelan.

"Itu urusanku Boy, memangnya Nadine masak buat kamu?"

Marvin menggangguk cepat, merasa bangga.

"Nadine." panggil Ardham gusar

"Ya paman." Nadine menoleh ke arah Ardham.

"Apakah kamu memasak buat paman juga?" tanya Ardham sedikit keras di telinga Marvin.

"Ya, Nadine masak untuk paman, Bi An juga, kenapa memang paman?"

"Kirain hanya untuk satu orang." jawab Ardham tak kalah bangga.

Marvin menggeram jengkel dengan sikap Ardham yang kekanakan, seperti remaja labil.

"Ooohh Bi An, mencari paman Ardham ya?"

Wajah Ardham memerah, kemudian menoleh ke arah mata Marvin yang menatap pintu. Tidak ada Anna.

"Sial." maki Ardham dalam hati, dia sedang di kerjai anak baru sore.

Marvin tertawa terpingkal-pingkal penuh kemenangan.

Nadine yang melihat itu tertawa kecil, apalagi melihat raut wajah Ardham memerah seperti kepiting rebus.

"Sudahlah Marv, jangan ganggu pamanku, atau aku akan marah padamu nanti." Ancam Nadine.

Ardham tersenyum arti menatap Marvin, Marvin melengos.

"Belum di mulai ya makan siangnya?" tanya Bi An yang sudah berada di pintu.

"Belum Bi An." sahut Nadine cepat.

Anna menarik kursi duduk di samping Ardham.

"Kamu sudah sehat Dham?" tanya Anna sambil memegang kening Ardham penuh perhatian.

Hati Nadine kembali tercubit sakit, mengalihkan pandangannya pada hasil masakannya.

"Sudah lumayan." jawab Ardham singkat.

"Nadine trimakasih ya, sudah merawat pamanmu dengan baik." ucap Anna beralih ke Nadine.

Dengan gugup Nadine mengangguk kecil.

Marvin menatap Nadine dan Ardham bergantian.

"Memangnya kenapa dengan paman Nad? sampai kamu merawatnya?" tanya Marvin dengan kesal karena cemburu.

"Semalam Ardham mabuk dan Nadine yang merawatnya, karena Bi An belum pulang semalam dari luar kota." jelas Anna tersenyum penuh arti.

"Benarkah itu Nad?" tanya Marvin dengan hati yang sudah di penuhi rasa cemburu.

Nadine mengangguk tak bisa beralasan. Dengan wajah penuh kekecewaa, Marvin menatap Nadine dengan hati terluka.

Terlihat masih ada cinta di mata Nadine untuk Ardham.

"Maaf Bi An, Paman, aku harus pulang. Aku lupa kalau ada janji sama teman." Marvin berdiri dari duduknya, dan melangkah keluar, tanpa melihat Nadine yang bengong.

"Nadine, apa kamu tidak mengejarnya? Marvin cemburu itu." goda Anna dengan tersenyum.

Nadine yang baru tersadar langsung berdiri dan berlari keluar mengejar Marvin.

Ardham pun ikut berdiri berniat mengikuti Nadine.

Namun tangan Anna menahannya.

"Sudah, biarkan saja...jangan terlihat jelas jika kamu mencintai Nadine, biarkan hati Nadine yang memutuskan." ucap Anna dengan santai.

"Kenapa kamu jadi membela Marvin An?" tanya Ardham mulai kesal.

Anna tertawa kecil, melihat Ardham yang mulai bersifat kekanakan.

"Haii, kamu sudah tua dham, sudah tidak pantas lagi bersikap seperti itu! ayo duduklah." tangan Anna menarik lengan Ardham agar duduk kembali.

"Ingat Dham dari awal sampai sekarang aku selalu mendukungmu, biarkan Nadine bersama Marvin saat ini." ucap Anna serius menatap Ardham.

"Kamu tadi pagi bercerita kalau di surat ancaman itu, ada menyebut nama Marvin dan Bella kan?" tanya Anna di mana sebelum Abay datang Ardham menelponnya dan menceritakan surat ancaman tersebut.

"Aku rasa...kita harus cari tahu tentang kekuarga Marvin, aku yakin pembunuh itu mengenal Marvin dan Bella." lanjut Anna menatap serius Ardham.

"Maksudmu, aku harus mendukung Nadine dan Marvin begitu? agar bisa masuk ke keluarga Marvin." tebak Ardham yang memang berotak pintar.

"Tepat, aku yakin keluarga Marvin juga menjadi target pembunuh itu." sahut Anna.

"Tapi, aku tidak sanggup lagi melihat Nadine bersikap manis pada Marv An? aku baru tau rasanya sangat sakit An." sedih wajah Ardham.

"Ini demi Nadine Dham, kamu sendiri yang bilang jika untuk Nadine kamu bisa melakukan apapun walau Nadine harus menikah dengan Marvin." goda Anna.

"Anna! jangan meledekku." wajah Ardham merah padam.

Anna terkekeh, melihat sikap Ardham yang berubah 180 derajat. Sekarang terlihat kekanakan dan terlihat posesive sekali.

Nadine berlari mengejar Marvin yang berjalan sangat cepat menuju mobilnya.

Dengan cepat Nadine menarik lengan Marvin saat tepat di belakangnya.

"Tunggu Marv, kamu kenapa sih Marv?" tanya Nadine saat Marvin menghentikan langkahnya.

"Aku kenapa? aku cemburu Nad, hatiku sakit saat ku tahu kamu merawat paman Ardham." jelas Marvin dengan wajah kesal.

"Kok kamu cemburu sama paman sih Marv? gak jelas tahu!" Nadine ikut kesal.

"Bagaimana aku tidak cemburu Nad? pertama dia bukan paman kandungmu, yang tidak punya hubungan darah, dan yang kedua kamu masih mencintainya Nad. Itu yang membuatku sakit." keluh Marvin dengan wajah sedih bersandar di pintu mobil.

Nadine terpaku menatap Marvin, perasaan bersalah menyergapnya. Nadine mendekat, ikut bersandar di mobil di samping Marvin, kemudian meraih tangan Marvin dan di genggamnya,

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud membuatmu cemburu. Semalam memang paman dalam keadaan mabuk berat, dan Bi An juga tidak ada. Jadi aku harus membantunya Marv, aku banyak berhutang budi padanya jadi aku tidak bisa membiarkannya begitu saja." jelas Nadine.

"Masalahnya bukan hanya berhutang budi saja Nad, masalahnya karena kamu masih mencintainya? makanya kamu tidak bisa membiarkan dia menderita." sahut Marvin dengan hati yang telah terluka.

"Aku memang masih mencintainya Marv, aku tidak memungkirinya. Tapi kamu tahu sendiri paman sudah menikah dengan Bi An, dan aku sendiri sudah berjanji padamu kan Marv? untuk belajar mencintaimu. Jadi, ajari aku untuk bisa mencintaimu Marv. Kamu mau kan?"

Hati Marvin melayang, rasa kesal dan kecewanya hilang sirna tertiup angin.

Dengan tersenyum kecil Marvin meraih kepala Nadine dan di rebahkannya dalam dadanya.

"Aku akan berusaha semampuku Nad untuk membuatmu bisa mencintaiku, asal kamu memberiku waktu dan kesempatan." ucap Marvin dengan tulus.

Nadine menganggukkan kepalanya.

Di dalam rumah di ruang kerja Ardham, Anna mengusap pundak Ardham mencoba menenangkan hati Ardham yang terluka.

Dari balik cendela, Ardham dan Anna sedari tadi berdiri mengawasi Nadine dan Marvin.

"Kamu harus kuat Dham, bukannya ini yang kamu rencanakan dari awal?" tanya Anna.

"Sepertinya aku tidak bisa dengan rencana ini An, ini terlalu sakit bagiku." sangat pelan suara Ardham.

"Kalau begitu carilah cara lain, sebelum Nadine benar-benar jatuh cinta pada Marvin." sahut Anna

"Akan aku pikirkan nanti, tugas kita sekarang harus tahu ada hubungan apa Marvin, bella dan pembunuh itu, aku harus tahu Marvin dan Bella di pihak siapa." ucap Ardham duduk dengan memijat pelipisnya yang sedikit pusing.