Pov Lala
Entah ini mala petaka atau suara kegoblokan tapi karena ucapanku kemarin pada Eric papa jadi tidak mau berbicara padaku sampai saat ini, rasanya aku sangat sebal karena papa malah mendukung Eric dari pada aku padahal aku ini putri tersayangnya. Kemarin Eric meminta agar pernikahanku dan dia harus terjadi tiga hari lagi, ohh tidak, apa yang harus kulakukan? Tidak mungkin aku menerima pernikahan ini dengan pasrah.
Meskipun begitu aku juga memiliki banyak ide gila, misalnya kabur di hari pernikahan, tapi jika aku melakukannya papa pasti tidak akan pernah mamaafkanku karena ini juga menyangkut nama baik keluar dan tentu saja pilihan kabur harus segara aku coret dalam daftar ide gilaku. Kemudian aku berpikir kalau mungkin saja aku bisa bicara pada Eric agar pernikahan ini tidak terjadi, dia pasti tidak mau akan tetapi aku bisa mengatakan kalau kita harus melakukan hubungan ini dengan perlahan, pada saat itulah aku bisa membujuk papa dengan menunjukkan semua sifat jelek Eric dan akhirnya perjodohannya dibatalkan.
"Nona, tuan ingin agar anda turun dan menemui Catherine," pelayan khusus yang selalu melayaniku tiba-tiba datang dan menyapaikan hal menyebalkan, semua yang berkaitan dengan Catherine adalah hal tidak bermutu yang seharusnya segera diabaikan.
"Mau apa dia ke sini?"
"Tuan yang memanggilnya nona."
Aku mendengus dengan kenyataan kalau papa masih saja suka memanggil Catherine ke sini padahal aku tidak menyukai wanita itu, kedatangan wanita itu pasti ada kaitannya dengan pernikahanku yang hanya tinggal tiga hari lagi, mau tidak mau aku keluar dari dalam kamarku lalu turun dan betapa terkejutnya aku melihat papa berbicara dengan raut wajah bahagia dengan wanita ular itu.
"Ehem," dehemanku cukup keras dan membuat papa serta Catherine menatapku, aku duduk di sofa dengan tatapan sinisku pada dia "bersikaplah sopan Lala, jangan menatap Catherine dengan tajam seperti itu."
Tentu saja aku langsung melengos mendengar teguran papa padaku, pasti wanita ular itu senang sekali karena papa sudah membelanya di depanku "kenapa sih papa selalu membela wanita ini."
"Lala!"
"Sudahlah Alvero, putrimu masih kecil jadi maklum jika dia masih belum tahu sopan santun."
"Badannya memang kecil tapi umurnya sudah tidak."
Rasanya dadaku mendidih karena secara tidak langsung papa menghinaku di depan wanita ular yang tidak pernah aku sukai, dia selalu bersikap sok baik kepadaku dan itu membuatku muak karena pada kenyataannya wanita ular ini tidak pernah baik "papa jahat, Lala memang bertubuh kecil tapi papa tidak usah mengatakannya secara gamblang," kataku dengan manahan air mata yang siap mengalir.
Aku berdiri dari dudukku lalu berlari ke arah tangga "Lala cepat duduk di sini, jangan terus bersikap kekanakan!!" dengan terpaksa aku kembali duduk dengan linangan air mata di wajahku, papa sama sekali tidak menatapku dengan lembut justru dia menatapku tajam "papa memanggil Catherine ke sini agar kau bisa memilih dekorasi dari pernikahanmu," mana aku peduli dengan pernikahan sialan ini.
Catherine memberi aku sebuah katalog, aku mengambil dengan kasar lalu membukanya, aku benci harus memilih dekorasi dari pernikahan yang tidak aku inginkan ini, dengan acak aku menyentuk dekorasi yang aku inginkan, papa terkejut karena pilihanku jatuh pada dekorasi dengan latar warna merah cabai "bukankah kau tidak menyukai warna merah Lala?"
"Itu dulu tapi saat aku melihat bibir merah menyala dari wanita ular ini aku jadi menyukai warna merah!" setelah aku mengatakan kalimat itu aku berlari ke arah kamarku, aku sudah menulikan pendengaranku dari panggilan papa yang terkesan membentak, aku benci jika aku sudah dibentak bentak seperti ini.
Sesampainya di kamar aku langsung menutup pintunya lalu menguncinya, badanku luruh ke lantai dengan aku yang menangis terisak isak, kemudian aku langsung terpikir bahwa sebaiknya aku keluar saja sekarang, kuambil tas selempangku yang berwarna ping lalu menatap wajahku di cermin dan ternyata wajahku sangat menyedihkan, mau tidak mau aku masuk ke dalam kamar mandi dan mencuci mukaku, saat sudah selesai aku keluar dari dalam kamar.
Aku berjalan melewati ruang tamu tanpa melihat papa yang masih berbincang bincang dengan wanita itu, ternyata Catherine tidak sadar diri jika kehadirannya di sini sama sekali tidak di harapkan "Lala, mau kemana kau?"
Kuhiraukan pertanyaan papa dengan berjalan cepat, sesampainya di luar rumah aku langsung meminta mobilku disiapkan dengan cepat, saat mobilku berada di depanku aku masuk lalu berucap "aku ingin pergi ke restoran seafood paman."
"Baiklah nona."
Mobil bergerak dan aku menyandarkan tubuhku, rasanya hari ini adalah hari yang melelahkan sekali, andai mommy masih ada pasti dia akan membelaku dari pada wanita ular itu, tidak lama kemudian kami sudah sampai di depan restoran seafood yang memang sangat terkenal, aku memang suka makan di sini.
Kulangkahkan kakiku ke dalam restoran ini dan aku mengambil kartu didalam tasku yang akan membuat makananku cepat di sajikan, memang aku seharusnya memesan tempat dulu tapi berkat kartu ini aku tidak perlu melakukannya, kartu ini adalah pemberian tante Maria, dia adalah adik dari ibuku yang memiliki banyak sekali restoran di negara ini, bukan hanya negara ini tapi restorannya sudah mencapai belahan dunia lainnya, kartu ini juga membuat aku tidak perlu bayar sepeserpun di semua restoran tante Maria.
Aku memesan banyak makanan, kuteguk air liurku saat melihat makananku di hidangkan di depanku, setelah kepergian pelayan yang mengantarkan makanan aku langsung memakan makananku dengan lahap, pertama tama aku makan big papa alias kepiting jumbo yang aku pesan, aku menyebutnya big papa karena itu sudah menjadi kebiasaan.
"Hemm makanan ini memang enak," kataku dengan mulut penuh.
Aku sibuk dengan makananku sampai kudengar suara seseorang yang aku benci sekaligus aku takuti "kenapa kau tidak mengajakku untuk makan bersamamu sayang."
"Untuk apa aku mengajakmu, makanan ini akan menjadi tidak enak jika aku mengajakmu."
"Benarkah? Kalau begitu jangan makan," aku menggerang kesal mendengar ucapan Eric, aku tahu dia ingin mempermainkan aku dengan mengatakan hal itu, dia tahu bahwa aku tidak akan bisa tahan untuk tidak makan makanya meskipun ada dia di sini aku tidak peduli karena aku sangat sayang jika makanan ini tidak dimakan.
Tanpa pikir dua kali aku melanjutkan makanku dengan kekehan Eric yang mengalun di telingaku, kenapa kekehannya sangat indah? apa aku bilang? Indah? Sejak kapan aku menjadi terpukau dengan kekehan seorang monster tapi sudahlah aku tidak peduli.
"Makanlah dengan pelan sayang, aku tidak mau kau tersedak," katanya sambil mengusap sisa makanan yang ada di samping mulutku, entah kenapa suara Eric terdengar begitu lembut.
"Apa sekarang kau menyukaiku sampai menatapku seperti seekor kucing yang ingin di manja?"
Whatt?
*****