Chereads / Señorita : The Evil Symphoy / Chapter 7 - The Evil Symphony

Chapter 7 - The Evil Symphony

Sebuah renungan, tentang jodoh yang sudah di takdirkan dan di gariskan. Tak perlu gelisah, apa lagi resah~

Karena jika saatnya tiba, ia akan datang menghampirimu. Tak perlu mencari hati yang lain, karena hatimu sendiri yang akan menuntunmu padanya.

Dan jika saat itu tiba, rengkuh ia dengan sepenuh jiwamu. Jangan lepaskan, atau sakiti. Karena ia yang akan melengkapimu

==========

Rachel sudah berada di rumah sekarang, ia baru saja sampai beberapa menit yang lalu. Ia bahkan belum sempat merebahkan tubuhnya yang kelelahan itu. ia belum sempat menarik nafas lega, tapi malapetaka sudah datang dulu. Ia mendengar suara deru mobil di halaman rumahnya. Ia tak biasa kedatangan tamu, ia tak memiliki sanak keluarga disini. Ini sangat aneh, apalagi jika yang datang membawa mobil.

" Rachel...!! Rachel...!! apa kamu sudah pulang ... ? "

Itu suara Dion, Rachel begitu kaget saat mendengar pintunya yang di gedor gedor oleh Dion. Rachel langsung terburu buru mendekati pintu, tak biasanya Dion seperti ini.

" Rachel...? syukurlah kamu sudah pulang, sekarang ikut aku ke rumah sakit ... "

Dion langsung mencengkeram tangan Rachel, tapi Rachel masih belum mengerti. Apa yang sebenarnya terjadi.

" tunggu, sebenarnya apa yang terjadi ... ? "

Rachel menarik kembali tangannya, ia tak bisa pergi tergesa gesa. Ia harus mendengar penjelasan Dion dulu.

" ibumu, dia butuh dirimu sekarang ... "

Hanya kata kata itu, tapi itu seperti rantaian mimpi buruk. Tanpa harus di jelaskan lebih panjang lagi, Rachel tau akhir cerita ini. Ia masih terpaku di depan pintu tanpa tau harus bereaksi seperti apa.

" cepat, aku akan mengantarmu ke rumah sakit sekarang ... "

Dion mengenggam tangan Rachel sekarang, mencoba menenangkan Rachel yang masih terpukul dengan kedatangannya yang membawa kabar buruk. Dion menarik Rachel ke dalam mobilnya, menutup pintu rumah Rachel dan bergegas masuk kembali ke dalam mobil. Hanya dalam beberapa detik, Dion sudah bermanufer dengan mobilnya. Memutar dengan cepat hingga meninggalkan jejak ban mobil yang kentara di paving.

Ia mengendarai mobil dengan nafas memburu, baru siang ini. Saat kondisi ibu Rachel semakin memburuk begitu selesai cuci darah. Biasanya ia akan bercerita keluhannya dengan Dion, rasa sakit dan apa saja yang ia rasakan. Tapi siang ini, Lina hanya terdiam merengung. Seolah rasa sakit kali ini

benar benar berbeda. Ia bahkan tak bisa menahan rasa sakit yang datang berturut turut, seolah seluruh tubuhnya, seluruh tubuhnya yang teraliri darah merasakan rasa sakit itu.

Hingga sore ini, tubuh tuanya tak sanggup lagi menahan rasa sakit yang luar biasa itu. ia seperti orang yang tertidur pulas dengan mata yang terpejam rapat. Tapi begitu jam pemeriksaan, Dion benar benar di kejutkan saat tau kondisi kritis Lina. Tak ada Rachel disana, tak ada orang yang mengawasi kondisi Lina, jika semenit saja Dion tak kesana. Ia takan tertangani.

" kamu harus kuat, sekarang kondisinya masih sangat kritis. Begitu ia melewati kondisi kritis, aku akan melakukan transplantasi secepat mungkin untuk mamamu "

Dion mencoba menatap Rachel, menatap wajah Rachel yang sudah basah karena air mata yang tak berhenti sepanjang jalan. Ia menangis tanpa suara. Menangis tanpa mengeluarkan suara adalah tangisan yang sangat menyesakkan.

" Rachel, kamu percaya kepadaku bukan ... ? "

Dion mencoba mengumpulkan kepercayaan Rachel dengan kata katanya, ia tak boleh memberikan energi negatif kepada Rachel atau Rachel akan semakin terpuruk.

" Dion... hiks .. hiks .... apa begitu sakit .... ? "

Rachel bertanya dengan suara yang tersendat karena tangisannya, ia tak bisa menahan tangis. Dadanya terasa menyesakkan.

" apakah sekarang mamaku merasakan kesakitan ... hiks ia tak pernah mengatakan rasa sakinya, hiks hiks pasti sekarang ia tak tahan lagi ... "

Rachel mengusap matanya yang berkabut karena air mata. Ia tak bisa mengerti keadaan ini. Ibunya adalah wanita terkuat. Bahkan sekarang wanita itu telah menyerah dengan rasa sakitnya.

" saat aku memeriksanya, ia seperti orang yang tertidur, kamu tak perlu takut aku akan mencarikan bantuan secepat mungkin dan segera melakukan tindakan operasi "

Dion mempercepat laju mobilnya dan berhenti mengajak Rachel berbicara. Ia mau memberi ruang bagi Rachel untuk mengeluarkan rasa sedihnya. Karena selama bertahun tahun, Rachel takan pernah mengeluarkan kesedihan itu depan ibunya. Ia akan memendamnya sedalam mungkin sampai ia tak bisa lagi membendung kesedihan itu, seperti sekarang.

Mobil memasuki halaman rumah sakit dan langsung ke tempat parkir. Dion bergegas turun dan membukakan pintu untuk Rachel. Bertahun tahun ia menganal Rachel, selama itu pula ia melihat tekat kuat di mata Rachel. Sekarang ia sudah tak lagi bergelimang air mata, tak seperti beberapa saat yang

lalu saat jiwanya yang paling rapuh mengambil alih tubuh Rachel. Sekarang jiwa wanita tegar itu yang terlihat di diri Rachel yang sekarang.

" Dion, bisakan kamu menunjukan ruangan mamaku ... ? "

" ayo, ikut aku .... "

Mata Rachel masih memerah, sudut matanya masih bengkak. Tapi Rachel mengikuti Dion dengan penuh tekat dan keyakinan.

.

.

.

.

Dion berjalan menelusuri lorong ruangan, banyak orang berlalu lalang. Ia bisa melihat banyak sekali pasien pasiennya. Mulai dari anak perempuan yang di operasinya minggu lalu, ia harus kehilangan kakinya karena kecelakaan. Saat hari pertama ia tersadar, ia begitu histeris dan mengalami trauma

hingga tak mau di ajak berbicara selama tiga hari. Setiap malam gadis kecil itu bermimpi buruk dan bermimpi tengah merasakan kesakitan di kakinya yang telah di amputasi. Tapi sekrang gadis itu sudah mulai tersenyum, ia sudah mulai bisa berkomunikasi lagi dengan keluarganya.

Menjadi dokter bukan lagi hal yang menyenangkan baginya, dulu mungkin ia berpikir kalau dokter adalah pekerjaan mulia yang sangat dia impikan. Menolong umat manusia, menyelamatkan jiwa mereka, mengobati sakit mereka. Tapi tamparan keras akan kenyataan menyadarkannya. Ia sering

melihat kematian sekarang, kematian di depan matanya sendiri di atas meja operasi. Melihat banyak sekali keputus asaan di mata keluarga serta kehilangan mendalam. Tapi kali ini ia akan berusaha berkali kali lipat lebih keras dari biasanya. Karena ini akan sangat berarti bagi kebahagiaan Rachel.

Akhirnya Dion berhenti di depan ruangan perawatan darurat, di dalam sana terbaringlah tubuh ibu Rachel. Dengan kesadaran yang tak kunjung kembali, serta semua peralatan life support yang terpasang di tubuh wanita itu. alat pencuci darah terus bekerja tanpa henti, begitu kesadaran pasien menghilang kinerja tubuh semakin lambat dan itu membuat ginjal yang sudah rusak bekerja lebih keras.

Rachel berhenti tepat disana, di pintu kaca menatap jauh kedalam sana. Melihat kondisi ibunya dengan perawatan intensif yang tak bisa sembarangan untuk di masuki.

" kapan...., Dion ..... kapan mamaku seperti ini ... ? "

Rachel menerawang jauh memorinya siang tadi, ia ingin bercerita kepada ibunya tentang apa yang terjadi siang ini. Tapi ia bahkan ragu kalau ibunya akan mendengarkan ceritanya saat ini.

" siang tadi, aku hendak memeriksa kondisinya setelah beberapa jam konsumsi obat penghilang rasa sakit. Mamamu meminta menaikan dosisinya secara diam diam, siang tadi juga ia sudah tak sadarkan diri seperti ini ... "

" apakah mamaku ingin mati tanpa memberitauku ... ? "

Rachel menangis lagi, bagaimana mungkin kemarin ia masih bisa bercerita kebahagiaanya tanpa tau kalau ibunya menahan rasa sakit sepanjang ceritanya. Ia begitu bodoh!

" tenanglah Rachel... "

Dion mendekati Rachel dan mencoba menenangkan Rachel dengan mengusap punggung Rachel yang bergetar karena menangis.

" sekarang yang harus di lakukan adalah mencari jalan keluar, kita harus segera melakukan operasi dalam beberapa hari terakhir. Aku memperkirakan, mamamu akan membaik dalam satu atau dua hari begitu masa kritisnya sudah terlewati kita akan melakukan transplantasi ... "

" bagaimana dengan pembayaranya, Dion... aku tak punya cukup uang ... "

" aku akan mengusahakannya, kamu tenang saja ... "

Rachel teringat akan pembayaran dimuka yang ia dapatkan dari Lucas, ia belum mengambil sepeserpun uangnya. Apa ia bisa mengambil sekarang ... ?

" Dion, aku harus pergi dulu aku akan mencari uang untuk biaya operasi. Bisakan kamu menjaganya untukku ... ? "

Rachel beringsut menjauh dari Dion, ia akan menemui Lucas sekarang ini. Ia harus menemuinya.

" aku akan menjaga mamamu, kamu bisa pergi dengan tenang ... "

" terimakasih Dion ... "

Rachel tersenyum lega, sekarang ia harus menghubungi Lucas dulu. Ia tak mungkin datang untuk mengambil uang tanpa pemberitahuan. Ia merogoh ponsel yang dibelikan Lucas untuknya, ia yakin ia melihat kontak dengan nama Lucas disana. Karena hanya itu nomor yang tersimpan di ponsel ini.

Rachel memencet tombol dial, memanggil Lucas. Tapi Lucas masih belum mengangkat panggilan itu. Rachel begitu gugup hingga tanpa sadar ia menggigit kuku jarinya. Dion melihat Rachel dengan keterkejutan, ia tau kalau Rachel bahkan tak punya uang sebelumnya untuk membeli dress yang ia suka. Walaupun itu dress murah sekalipun, tapi sekarang Rachel tengah menggenggam ponsel keluaran terbaru dengan harga belasan juta. Ia tengah sibuk memanggil seseorang sambil berjalan menjauh dan akhirnya menghilang dari pandangan Dion.

.

.

.

.

.

Lucas hendak meniggalkan kantornya itu untuk pergi ke suatu tempat, tapi ia menunda kepergianya itu, ia melihat ponselnya berdering dan nama Rachel yang tertera disana. Ia tak pernah berekspetasi sebelumnya. Alasan Rachel memanggilnya. Lucas segera menjawab panggilan itu, terdengar suara desahan yang begitu berat. Kenapa Rachel seperti orang yang tengah stress... ?

" Tuan Lucas ... ? "

Suara Rachel yang terdengar lega ketika mengetahui Lucas menjawab panggilan darinya.

" ada apa ...? apa ada yang ingin kau tanyakan ... ? "

Hening, seolah Rachel tengah memantapkan niatnya.

" apa anda sedang sibuk? Kalau tidak, bisakan saya menemui anda sekarang ... ? "

Ini seperti bukan pertanda yang baik, pikir Lucas. Alasan Rachel yang tiba tiba ingin menemuinya padahal baru beberapa saat yang lalu mereka bertatap muka. Serta nada keraguan saat Rachel berbicara dengannya.

" aku masih ada di kantor, jika kau memang punya sesuatu yang sangat penting untuk di katakan segera datang kesini sekarang karena aku harus cepat cepat pergi ke suatu tempat "

" baik, baik. Saya akan segera ke sana secepat mungkin ... "

Rachel langsung menjawab Lucas dengan cepat.

" baiklah, akan ku tunggu dalam dua puluh menit, kalau kau tak muncul juga dalam dua puluh menit aku tak bisa menunggumu lagi ... "

" baiklah, saya akan segera kesana ... "

Tuuut...

Panggilan di putuskan sepihak, Lucas langsung menutup panggilan itu, mendengar nada sambung yang langsung begegas dan berlari keluar dari rumah sakit. Ia langsung berlari ke arah jalan raya dan menyetop taxi tanpa pikir panjang. Ia harus cepat menemui Lucas. Segera.

.

.

.

.

Disinilah Rachel sekarang, lobi Northwest Corporation. Ia langsung bergegas melewati lobi tanpa harus bertanya lagi lantai mana yang akan ia tuju, resepsionis itu hanya tersenyum. Pelajaran untuknya saat bertemu Rachel adalah, ia tak bisa melarang gadis itu masuk. Karena bossnya sendiri, Lucas Northwest lah yang menugaskannya untuk langsung memperbolehkan Rachel masuk.

Rachel langsung memasuki lift yang kebetulan kosong, menuju lantai paling atas. Waktu terasa begitu lambat. Ia bahkan tak tau sekarang hanya tersisa berapa menit lagi, ia harus segera menemui Lucas. Harus. Lift berhenti dan pintu terbuka setelah sampai di lantai yang di tuju Rachel, ia langsung berlari ke studio yang baru saja ia tinggalkan tadi siang. Ia langsung masuk dan mendapati Lucas yang tengah

duduk di kursi dengan Biola di tangannya. Ia masuk tanpa permisi dan kegaduahn karena terburu buru.

.

.

.

.

.

Lucas tak kaget lagi siapa yang menemuinya sekarang, tapi ia tak berpikir Rachel datang dengan buru buru. Ia langsung memasuki studio dan mendorong pintu dengan keras. Itu bukan Rachel yang tadi siang ia temui. Bukan.

Lucas menatap Rachel yang tengah menarik nafas dan mencoba untuk bernafas teratur, nafasnya begitu cepat seolah baru saja selesai berlari puluhan kilometer. Lucas akhirnya beringsut mendekati Rachel dan meletakan Biolanya itu di samping kursi yang tadi di dudukinya. Ia kini tengah berjalan mendekati Rachel dengan aura gelap yang memancar.

" jadi apa yang membuatmu tergesa gesa datang kemari... ? "

Ayo, katakan apa alasanmu harus bertindak seagresif ini sekarang. Katakan.

" tuan, tuan Lucas... bisakan saya mengambil uang pembayaran saya sekarang ... ? "

Lucas kaget setelah mendngar alasan Rachel datang kepadanya dengan terburu buru seperti sekarang. Ia tau kalau Rachel belum juga mengambil bayarannya. Tapi kenapa ia tiba tiba begitu implusif untuk mengambil uang itu sekarang ... ? bukan kemarin atau tadi siang ... ?

" tentu saja kau bisa mengambilnya, aku sudah menyuruhmu untuk mengambilnya kemarin. Ambilan kalau begitu ... "

Setelah mengatakan itu, Lucas bisa melihat keraguan. Apa yang akan di katakan Rachel selanjutnya ... ? Lucas menunggu dengan antusias, alasan apa yang membuat Rachel seperti ini.

" Tuan, bisakan saya juga mengambil pinjaman tiga ratus juta ... "

Lucas tercengan dengan nominal yang di sebutkan Rachel, itu bukan jumlah yang besar jika di bandingkan dengan saldo rekekening dan semua hartanya. Itu hanya sebagian kecil yang tak terhitung dan tak memiliki pengaruh walaupun uang itu hilang tanpa jejak. Tapi kenapa Rachel membutuhkannya sekarang ... ?

" apa alasanmu membutuhkan uang sebanyak itu sekarang ... ? "

Rachel mendadak ragu saat akan menjawab pertanyaan Lucas. Ia bertindak begitu ceroboh, meminjam uang dari orang yang baru mengenalnya selama dua hari. Tapi tadi hanya nama Lucas yang terlintas begitu ia mengetahui kondisi ibunya.

" saya membutuhkan uang itu segera, keluarga saya membutuhkan uang itu sekarang ... "

Lucas baru teringat kalau Rachel ke rumah sakit menemui ibunya, itu yang Shawn katakan beberapa hari yang lalu. Itu pasti untuk itu, apa lagi ... ? tiba tiba terlintas niat jahat, tapi ini kesempatan baik untuk Lucas, juga keuntungan untuk Rachel.

" kamu pikir kamu bisa dengan semudah itu meminjam uang dengan jumlah sebanyak itu tanpa jaminan ha ... ? "

Lucas mendekatkan tubuhnya ke arah Rachel, sontak Rachel yang kaget dengan pergerakan Lucas secara tiba tiba itu. ia memundurkan tubuhnya secara perlahan, gestur tubuh Lucas, nada bicaranya, serta aura mencekam yang di keluarkan oleh Lucas. Benar benar membuat Rachel ketakutan.

" saya akan, mengembalikan uang itu... saya berjanji ... "

Rachel menjawab dengan terbata bata, ia begitu takut dan gugup. Pertanyaan Lucas begitu menohokya.

" apa aku bisa mepercayakan uangku kepada orang yang baru ku kenal dan tak memiliki jaminan apapun ... ? katakan padaku apa jaminanmu ... ? "

Jaminan! Ah ya! Itu adalah hal yang tak bisa diebrikan oleh Rachel. Ia tak bisa memberikan properti yang sebanding dengan uang yang di pinjamnya. Bagaimana mungkin ia begitu bodohnya meminta pinjaman dari Lucas.

" lihat, kau sendiri kebingungan dengan apa yang akan kau jaminkan padaku ... "

Lucas semakin memojokan Rachel, ia terus mendekati Rachel yang juga terus berjalan mundur menghindarinya.

" tapi tenang, aku bisa memberikanmu uang itu sekarang ... "

Rachel kaget mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Lucas, ia begitu berharap banyak dari kata kata yang di keluarkan Lucas barusan.

" jaminkan tubuhmu padaku....! "

Rachel kaget dengan jaminan yang Lucas katakan, tubuhnya. Bagaimana mungkin ia menjual tubuh dan harga dirinya seperti ini ...? Lucas justru mengatakannya dengan santai dan penekanan yang jelas. Ia sedang tidak bercanda.

" tidak, saya tid... "

Terlambat! Lucas sudah menyerang bibir Rachel sebelum ia mengatakan keberatannya. Lucas sudah memagut bibir itu sedalam mungkin , merasakan kelembutan dan rasa manis bibir Rachel yang begitu menggoda. Rachel yang begitu kaget dengan pelecehan yang di terimanya sekarang, ia langsung

meronta dan mencoba meloloskan diri bagaimanapun caranya. Ia memukul dan menendang, mencoba menjauhakan tubuhnya dengan mendorong Lucas sekuat tenaga. Tapi tangannya justru di cengekram oleh Lucas sekarang. Ia tak bisa bergerak sama sekali.

Saat Rachel mencoba berteriak, itu justru memberikan Lucas kesempatan untuk menciumnya semakin dalam. Ia menyadari satu hal. Berteriakpun takan pernah menolongnya, ruangan ini kedap suara. Meronta pun tak ada gunanya, Lucas dua kali lebih besar dari tubuhnya, ia laki laki kekar sedangkan dirinya gadis kecil yang bahkan tak bisa lagi melawan. Sekarang ia tak bisa apa apa.